Sabtu, 30 Juli 2011

Wirausahawan Sosial Solusi Kemiskinan

Sabtu, 30 Juli 2011 (Unpublished) 

Mengentaskan kemiskinan bukan persoalan gampang, tapi bukan hal mustahil untuk dilakukan. Mau bukti? Buku Social Enterprise bisa dijadikan pegangan bahwa mengentaskan kemiskinan bukan hal sulit. Permasalahannya lebih pada pendekatan dan strategi ditataran aplikasi.

Ahmad Juwaini mencoba mengurai benang kusut bagaimana cara mengentaskan kemiskinan di masyarakat. Penulis yang merupakan praktisi organisasi sosial Dompet Dhuafa (DD) memberi solusi melalui perwujudkan social entrepreneurship atau populer disebut social enterprise (wirausahawan sosial).

Menurut penulis, pemerintah layak menciptakan iklam kewirausahaan sosial di masyarakat sebagai upaya alternatif mengurangi angka kemiskinan. Kewirausahaan bukan hanya sebagai instrumen perubahan angka-angka ekonomi. Namun lebih dari itu, sebagai instrumen perubahan nilai, pandangan, dan jalan baru dalam kehidupan.

Wirausahawan sosial adalah orang yang mengetahui atau memahami adanya masalah sosial di masyarakat. Selanjutnya, dengan menggunakan prinsip-prinsip kewirausahawan—mengorganisasi, mengkreasi, dan mengelola sebuah entitas—untuk membuat perubahan sosial.

Ahmad Juwaini mengingatkan, bila wirausahawan bisnis mengukur kinerjanya dengan keuntungan dan pendapatan untuk tujuan pengembalian modal. Maka wirausahawan sosial diukur tingkat kesuksesannya dari dampak aktivitasnya terhadap masyarakat.

Gampangnya, pada orientasi bisnis cenderung membawa pesan meraih keuntungan dan memupuk kekayaan. Adapun sosial mengajarkan setiap orang harus peduli dan memberi kontribusi kepada masyarakat.

Penulis merujuk pada pendiri Grameen Bank, Muhammad Yunus, sebagai sosok yang memenuhi kriteria itu. Peraih nobel perdamaian 2006 tersebut dianggap sebagai pencipta dan pemberdaya ekonomi masyarakat kelas bawah. Sehingga layak disebut sebagai wirausahawan sosial, sebab keberadaannya membawa dampak perubahan bagi kelompok marjinal.

Melalui program terobosan revolusioner, Muhammad Yunus sukses secara perlahan mengurangi kemiskinan di Bangladesh. Karena dia yakin bahwa solusi, “Ketidakadilan sosial yang marak di dunia, wirausahawan sosial adalah jawabannya.” Berpatokan itu, Ahmad Juwaini ingin pemerintah menciptakan banyak wirausahawan sosial baru.

Penulis sebagai salah satu saksi sejarah sekaligus pelaku pencapaian keberhasilan DD membuktikannya. DD yang dulunya termasuk organisasi nothing berubah menjadi something dalam jagat organisasi nirlaba, pengelolaan dana publik, dunia lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga social enterprise.

Melalui buku ini dapat diketahui jika penulis memimpikan terciptanya Republik Dhuafa di Indonesia. Dimana pemerintah memiliki komitmen nyata untuk mengentaskan kaum dhuafa. Caranya dengan menciptakan kebijakan dan sistem yang menunjukkan pembelaan terhadap kelas bawah.

Sebagai bukti konkret pemerintah wajib tidak menyia-nyiakan keberadaan kaum dhuafa di masyarakat. Negara harus bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka agar ukuran minimal kesejahteraan dapat mereka rasakan. Karena bersama DD, penulis merasakan sendiri bagaimana upaya bergulat memberdayakan masyarakat.

DD mampu memberi sumbangsih ikut mengentaskan kemiskinan melalui upaya penciptaan budaya kewirausahawan sosial di masyarakat. Selama 15 tahun Ahmad Juwaini turut berjuang mengantarkan DD tetap konsisten menjaga amanah. “DD tetap konsisten pada habitatnya sebagai lembaga amil zakat (LAZ) terbesar di Indonesia ditinjau dari sudut penghimpunan dana,” ujar Presiden Direktur DD Ismail A Said.

Perkembangan DD
Secara mudahnya mengukur perkembangan DD terletak pada bisnis sosial yang dijalankannya, yakni program tebar hewan kurban (THK). Program yang dimulai 1994 ini, pada saat itu hanya mampu menebar hewan ke pedesaan di Nusantara sebanyak 833 ekor kambing.

Selanjutnya pada 2009, THK mampu menebar hewan kurban berupa kambing/domba sebanyak 15.959 ekor, dan 589 ekor sapi. Jika seekor sapi diasumsikan sama dengan tujuh ekor kambing, total hewan kurban menjadi 20.082 ekor. Itu angka yang sulit dipercaya dapat diwujudkan DD.

Merasa perannya masih kurang besar, DD membentuk unit bisnis sosial. Antara lain, DD Travel yang menyelenggarakan haji dan umrah, Kampung Ternak yang membina peternak kecil. Kemudian, memproduksi air mineral di bawah unit DD Water, dan Lembaga Pertanian Sehat (LPS) yang membina petani agar meninggalkan pestisida.

Beberapa unit sosial lain didirikan DD dengan tekad membantu 38 juta golongan miskin yang masih betebaran di Indonesia. Penulis menyarankan, perlindungan dan pertolongan terhadap kaum marjinal semestinya ditata dengan cara membangun sistem kokoh.

Dengan pencapaian itu DD bisa berkontribusi membantu pemerintah ikut memperbaiki kehidupan masyarakat yang belum berdaya. Namun DD menyadari itu semua tidak akan berhasil tanpa dukungan berbagai pihak, khususnya donatur.

Di kancah internasional, DD tercatat rutin mengirim bantuan ke negara yang mengalami tragedi kemanusiaan. Seperti, Bosnia, Irak, Afganistan, Kamboja, Myanmar, Palestina, Filipina, dan Vietnam.

Untuk memuluskan jangkauan perluasan pengiriman misi kemanusian di kemudian hari, DD mendirikan kantor cabang di Australia dan Hongkong. Target lima tahun ke depan, DD mampu membuka perwakilan di Eropa dan Amerika Serikat. Rencana itu sangat realistis sebab pada 2009, DD mampu menghimpun Rp 100 miliar.

Meski begitu, penulis sadar untuk mengentaskan kemiskinan dengan cakupan lebih besar hanya bisa dilakukan negara. Saat peluncuran bukunya beberapa waktu lalu, penulis ingin pemerintah meniru cara kerja DD dalam memberdayakan masyarakat. Pasalnya ia menilai pemerintah masih mengandalkan cara-cara sporadis atau karikatif belaka dalam mengatasi kemiskinan.

Karena itu, menciptakan masyarakat berdaya harus dimulai dengan mengeksplorasi tiap individu memaksimalkan kemampuannya. Yang tugas itu menjadi tanggung jawab wirausahawan sosial. Dengan kata lain, ia mengibaratkan lebih baik memberi kail daripada ikan kepada warga kelas bawah.

Judul                 : Social Enterprise
Penulis              : Ahmad Juwaini
Penerbit            : Expose
Edisi                 : Juni, 2011
Tebal                : x + 260 halaman
Peresensi adalah Erik Purnama Putra, alumnus Universitas Muhammad Malang  

0 comments: