Jumat, 15 Juli 2011

Hidup Bahagia tanpa Uang

Jumat, 15 Juli 2011 (Unpublished) 

Uang bukan segala-galanya. Tanpa uang, seseorang bisa tetap hidup secara normal laiknya masyarakat pada umumnya. Mark Boyle (30 tahun) membuktikannya. Ia memutuskan setahun penuh menjalani eksperimen hidup tanpa uang mulai 29 November 2008.

Ia memilih jalan ekstrem akibat terpengaruh buku yang memuat pemikiran pemimpin spiritual India, Mahatma Gandhi. “Jadilah perubahan yang ingin kau lihat di dunia, tidak peduli apakah kau kelompok minoritas yang hanya terdiri satu orang atau mayoritas jutaan orang.”

Perkataan Gandhi itu terus bergaung di kepala Mark yang membuatnya memutuskan menjalani eksperimen yang disebutnya malam tanpa belanja selama setahun. Untuk memuluskan rencananya itu ia sebelumnya memutuskan berhenti bekerja di sebuah perusahaan makanan organik.

Meski keputusannya itu dianggap gila oleh rekan-rekannya. Ia tak patah arang membuktikan pilihannya itu bukan hal mustahil yang bisa diwujudkan. Ada yang tak percaya Mark sanggup melakukannya. Tapi tak sedikit yang mengharapkannya sarjana ekonomi kelahiran Irlandia itu sukses.

Sorotan malah datang dari media. Menurut Mark, media terus mengawasi gerak-geriknya, dan berharap ia berbuat curang dengan menggunakan uang di sela kegiatannya. Dengan begitu, eksperimennya nanti disebarluaskan ke publik dan mendapat penilaian gagal.

Meski bakal mengarungi hutan rimba di malam hari tanpa penerangan untuk mengilustrasikan aksinya. Mark tetap pada keyakinan untuk menjalani hidup tanpa uang. Meski begitu, bukan berarti ia mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Mark tetap hidup seperti masyarakat pada umumnya.

Hanya saja ia memilih gaya hidup mandiri dengan menempatkan karavan yang ditinggalinya di tanah kosong di Bristol, Inggris. Tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, dia membuat kertas dan tinta dari jamur, merakit kompor ramah lingkungan, dan mendapatkan makanan dari toko tanpa harus membeli, mengemis, apalagi mencuri.

Mark dalam kesehariannya membuat energi sendiri dan memikirkan lingkungan. Karena itu, ketika bepergian ia memilih mengayuh sepeda agar tidak menghasilkan polusi. Tak ketinggalan, Mark memanfaatkan lahan kosong dengan menanam bahan sayuran untuk diolahnya sendiri.

Untuk bertahan hidup ia tidak ubahnya seperti kaum freegan—orang yang gemar mengorek tong sampah untuk mencari makanan layak konsumsi. Meski menyadari merasa hidup di zaman purba, namun ia merasa paling benar-benar menjalani hidup ketika berada di alam terbuka.

Semua aktivitas dijalankan dengan penuh kesungguhan. Mark menerapkan aturan main yang tidak boleh dilanggarnya. Antara lain, berketetapan tidak menggunakan uang, mendeklarasikan aturan ‘normalitas’, menebar budi, hukum menghormati, tanpa bahan bakar fosil, hukum tagihan tanpa uang muka.

Namun, ia masih menggunakan laptop dan telepon seluler (untuk menerima panggilan). Khusus untuk menghidupkan laptop, dia menggunakan energi bertenaga matahari dan fasilitas jaringan internet (wifi) gratis di sebuah perternakan lokal.

Ia menerangkan filosofi di balik kegiatannya itu. Yakni penilaiannya terhadap perilaku kehidupan masyarakat modern yang tidak ramah lingkungan. Mark juga miris melihat perilaku masyarakat—yang mengaku—modern yang memuja dan memuliakan uang.

Akibatnya masyarakat bekerja semata untuk mendapatkan sejumlah uang. Jadinya, komoditas yang disebutnya tidak memiliki nilai instrinsik itu mengembangkan prinsip ketidaksetaraan, kerusakan lingkungan, dan sikap tidak menghormati kemanusiaan di masyarakat.

Aktivis pendiri Freeconomy—komunitas yang anggotanya dapat memberi dan menerima keterampilan, peralatan, dan tempat secara gratis tersebut mengaku eksperimennya itu datang dari dua orang. Yakni Heidamarie Schwermer, seorang perempuan Jerman (67), yang memutuskan hampir tanpa uang sama sekali selama belasan tahun.

Serta Daniel Suelo (48), warga Utah, Amerika Serikat, yang sejak 2000 hidup murni tanpa uang. Bahkan sebutan ‘manusia gua’ melekat kepadanya akibat memilih menyendiri hidup di gua.

Lalu, apakah Mark mengajak kita membenci uang lewat buku ini? Sama sekali tidak. Dalam buku luar biasa ini, Mark mengungkapkan bagaimana dia tidak hanya bertahan hidup, tapi juga melakukannya dengan gembira.

Mark bersama dua inspiratornya itu memilih langkah ekstrem dengan tujuan mulia. Yaitu, ingin berkontribusi melestarikan alam dan mengajak masyarakat hidup kembali normal tanpa sekat materi. Dari buku ini, Mark merasa mendapat kesehatan tubuh dibanding sebelumnya.

Itu karena ia mengoptimalkan segala potensi yang didapatkannya untuk terus bergerak selama menjalani eksperimennya. Selain banyak mengonsumsi makanan mentah tentunya yang turut membuatnya sehat. Pada akhirnya Mark sukses menjalankan hidup tanpa uang.

Namun, sindiran tetap datang dari sebagian orang yang menganggapnya hanya cari popularitas. Pasca eksperimen itu, Mark mengaku jadi lebih bahagia, dan berikrar untuk melanjutkan cara hidup tanpa uang itu dengan aturan lain.

Inti dari pelajaran yang bisa dipetik adalah kita selayaknya mensyukuri hidup ini. Jangan terlena dengan teknologi. Meski membuat kehidupan lebih mudah, namun energi yang dihasilkan dari aktivitas kehidupan modern memperparah efek gas rumah kaca. Selain menciptakan polusi, juga membuat orang rentan terhadap kekuatan fisiknya.

Kita bisa belajar dari Mark bahwa dalam kehidupan ini ada hal-hal tertentu yang tak bisa dibeli dengan uang. Sehingga kita wajib bijaksana dalam memperlakukan dan menggunakan uang. n c13

Judul                : The Moneyless Man
Penulis             : Mark Boyle
Penerbit           : PT Serambi
Cetak               : Mei 2011
Tebal               : 349 halaman

0 comments: