Rabu, 3 Agustus 2011 (Unpublished)
Banyak buku yang mengulas tentang dunia media atau pers. Namun, buku Pers Indonesia di Mata Saya agak lain. Sebab penulis yang seorang pebisnis di bidang media mengajak pembaca untuk memahami seluk-beluk pers dari sisi bisnis. Itulah gambaran kenyataan yang disajikan penulis lewat pengalamannya sehari-hari bergelut dengan media.
Menurutnya, media adalah sebuah bidang yang justru dalam mata banyak orang kerap dijadikan alat bisnis atau daya tawar untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkannya. Sehingga tersirat dalam konteks tersebut, profesionalisme dan idealisme seolah tidak bisa sejalan dengan bisnis.
Padahal, sejatinya, profesionalisme dan idealisme dibutuhkan dalam bisnis apa pun, termasuk media. Dan sebagaimana bisnis lain pada umumnya, media juga bisa hidup apabila produknya disukai secara terus-menerus oleh masyarakat.
Bisnis media, sejatinya bisa dijalankan lewat pendekatan tertentu agar medianya hidup, tumbuh-kembang sebagai entitas mandiri, dan tidak tergantung pada kepentingan lain di luar dunianya sendiri. Sehingga idealisme di dalam media tersebut tetap terjaga.
Berbeda bila pemberitaan dirancang sedemikian rupa guna menyokong kepentingan pemilik modal. Di titik tersebut, pers beralih wujud menjadi komoditas komersial. Bagaimana mempertahankan idealisme dan independensi pers jikalau telah menjadi bisnis dengan segala perangkat permintaan dan penawaran pemiliknya?
Penulis menilai kondisi itu sebagai sekelumit fragmen-fragmen dunia pers Indonesia generasi kini. Namun, seiring laju modernisme, pers menjadi lahan bisnis. Peminat dan pelakunya beragam dan terus bertambah. Tak dapat dihindarkan, sering kali kepentingan pemegang modal bercampur dalam kebijakan redaksi.
Penulis yakin bisnis media masih terus menjanjikan. Iklan media setiap tahunnya berpotensi tumbuh secara signifikan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena itu, prediksi sebelumnya yang menyatakan media cetak mati seiring bertumbuhnya media online tidak akan terjadi.
Yang terjadi media cetak, elektronik, dan online saling melengkapi dan memiliki cakupan berbeda. Di sinilah diperlukannya sebuah ide dan kreativitas dari jajaran redaksi agar media cetak bisa terus eksis di tengah kompetisi ketat merebut ceruk pasar iklan.
Karena ke depannya lahan baru media cetak memberi layanan informasi yang tak dapat dilayani secara baik televisi, radio, situs berita, blog, hingga situs jejaring sosial. Erick Thohir menilai, media yang sehat apabila pemiliknya memberikan keleluasaan bagi jajaran redaksi untuk menentukan pemuatan berita. Dengan tidak ikut mencapuri dapur redaksi hal itu bisa menjaga independensi dan tidak membuat media menjadi partisan.
Penulis menyoroti kompetensi wartawan sebagai ujung tombak media yang perlu distandardisasi. Karena itu, ia meminta perlu adanya regulasi untuk membedakan wartawan dan orang yang mengaku wartawan. Karena wartawan sebagai profesi hendaknya tidak bisa sembarang orang seenaknya menjadi atau mengaku wartawan.
Buku ini mencoba mengetengahkan informasi dari unsur-unsur yang menopang laju dunia media pers dan bisnis yang melingkupinya. Dari setiap unsur, seperti wartawan, kebijakan pemberitaan, kepentingan bisnis komersial, perebutan audiens, naik-turunnya pengaruh pemberitaan, hingga perkembangan bentuk dan penyajian berita.
Judul : Pers Indonesia di Mata Saya
Penulis : Erick Thohir
Penerbit : Republika
Edisi : Februari, 2011
Tebal : xix + 240 halaman
Peresensi adalah Erik Purnama Putra, alumnus Universitas Muhammadiyah Malang
0 comments:
Posting Komentar