Senin, 28 Maret 2011
Peran obat tradisional di dunia medis masih kalah dibanding obat modern. Padahal Indonesia kaya akan tanaman tradisional yang bermanfaat sebagai bahan obat tradisional. Universitas Airlangga (Unair) menjadi kampus yang menggali potensi bat tradisional di Indonesia. Berikut petikan wawancara Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Fasichul Lisan, Apt, dengan wartawan Republika, Erik Purnama Putra.
Bagaimana perkembangan obat tradisional sekarang ini?
Harus diakui, meski Indonesia memiliki sejarah pengobatan tradisional yang hebat. Namun saat ini perannya masih kurang dibandingkan obat modern. Ini lebih terkait masalah ketersediaan dan praktik layanan medis saja. Sebenarnya obat tradisional juga banyak digunakan dalam penyembuhan di dunia medis. Tapi harus diakui apoteker, bidan, hingga dokter dalam memberikan resep obat pasti menyarankan pasien mengonsumsi obat modern untuk menyembuhkan penyakitnya.
Masalahnya yang terjadi adalah pasokan obat modern di setiap apotek selalu tersedia lengkap. Hal yang berkebalikan dengan ketersediaan obat tradisional yang masih sedikit di apotek. Untuk bisa meningkatkan peran obat tradisional diperlukan political will dari pemerintah, meski persoalan sebenarnya bukan pada kebijakan. Jika pemerintah ingin agar obat tradisional bisa lebih berperan dalam dunia medis, perlu dilakukan sosialisasi model persuasi kepada stakeholder dengan gencar. Tapi, kembali lagi itu butuh waktu cukup lama.
Sebenarnya, posisi obat tradisional dan modern itu seperti apa?
Obat modern dan tradisional posisinya jelas berbeda. Obat modern memiliki keunggulan adanya kandungan dosisi, struktur, dan ukuran tepat dari setiap zat dalam obat yang didasarkan hasil penelitian. Karena sudah melalui penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan maka ilmu kedokteran lebih memilih obat modern sebagai resep bagi masyarakat yang datang berobat kepada petugas medis. Boleh dibilang keunggulannya adalah lebih rasional dan pemberian resep obat modern takaran kandungannya itu terukur.
Nah, disinilah tantangan yang harus ditanggap penggiat obat tradisional agar mampu lebih berperan sebagai alternatif obat modern. Selain masih belum populer dan digarap dengan maskimal oleh berbagai peneliti. Ketersediaan obat tradisional di front liner alias pelayanan kesehatan banyak yang belum tersedia.
Sebenarnya resep obat tradisional di Indonesia itu sangat banyak dan dipastikan memiliki khasiat unggul jika sudah. Tinggal masalahnya apakah dapat dibuktikan kadar keilmiahannya? Karena itu, harus banyak-banyak dilakukan penelitian untuk mengungkap setiap kandungan tanaman melalui penelitian ilmiah agar bisa dijadikan rujukan resep obat. Jika standardisasi obat tradisional sudah bisa dilakukan maka pelaku dunia medis tak akan ragu mempromosikannya ke masyarakat sebagai obat rujukan.
Mengapa petugas medis selalu memberi resep obat modern?
Begini, sebenarnya obat tradisional dan modern itu berbeda, tak bisa diperbandingkan. Semua petugas medis yang berhak mengeluarkan resep memang kecenderungannya akan menyarankan pasiennya ke apotek membeli resep obat modern, bukannya tradisional. Tapi itu semua bukan dipengaruhi faktor ekonomi alias mencari penghasilan tambahan seperti isu yang berkembang selama ini. Jelas tak ada tujuannya yang bermotif ekonomi sebab itu berbahaya.
Masalah ini muncul lebih pada karena masalah pendekatan keilmuan dokter yang bersentuhan dengan obat modern. Karena petugas medis—dokter, bidan, dan apoteker—selalu memberi obat modern disebabkan paham tentang dosis, indikasi, dan struktur tentang resep yang dibuatnya. Dengan memberi resep tersebut mereka bisa mempertanggung jawabkan kerjanya kepada pasien dengan tolok ukur jelas.
Karena sifat kejelasan itulah yang diperlukan untuk memberikan obat yang terukur bagi pasiennya. Jika memberi resep obat tradisional mereka tidak menguasai ilmunya. Atas dasar itulah petugas medis rumah sakit tidak mungkin memberikan resep obat tradisional sebab ilmu yang didapatnya berkaitan dengan obat-obatan modern.
Bagaimana pandangan masyarakat terhadap obat tradisional?
Masalah ini tak usah dipertanyakan lagi sebab tidak diragukan lagi masyarakat kita sangat mempercayai obat-obatan tradisional. Yang paling mudah ditemukan adalah gemarnya masyarakat meminum jamu yang diyakini dapat meningkatkan vitalitasnya. Posisi jamu itu saya umpamakan sebagai pelengkap bagi beberapa macam obat modern yang belum tersedia di apotek. Biasanya, masyarakat akan tetap mengonsumsi jamu berbarengan dengan meminum obat modern yang didapatnya dari hasil rujukan petugas medis.
Masyarakat memilih jamu dengan keyakinan bisa sembuh jika sedang sakit. Jika potensi itu bisa diidentifikasi dan dikembangkan oleh pemeritah maka sangat jelas posisi obat tradisional akan mendapat kepercayaan lebih tinggi di masyarakat dan perannya di dunia medis rumah sakit bisa lebih luas.
Potensi obat tradisional di Indonesia itu seperti apa?
Indonesia memiliki kekayaan alam tropis yang itu jumlahnya puluhan ribu. Dari jumlah itu sebenarnya sudah banyak tanaman yang diteliti dan diketahui manfaatnya bagi dunia medis. Namun, secara persentase jumlahnya memang sedikit sebab pekerjaan rumah dunia medis di Indonesia itu sangat banyak.
Karena pekerjaan yang banyak itulah potensi yang besar di daratan, apalagi di lautan belum tergarap. Sebenarnya tak ada kendala untuk mengungkap segala jenis obat tradisional dari tanaman yang tumbuh di bumi Indonesia. Yang ada hanyalah tantangan untuk mengungkap berbagai tanaman untuk mengetahui kandungan khasiatnya.
Keunggulan obat tradisional secara alamiah adalah kandungan herbal penyeimbang yang terdapat dalam setiap tanaman berkhasiat yang itu fungsinya sebagai penghilang zat efek samping. Sehingga dengan begitu siapapun yang mengonsumsi obat tradisional tak perlu takut dengan dampak buruknya. Itulah keunggulan obat tradisional yang mengandung tak adanya efek samping yang tidak dimiliki obat modern.
Apakah kendalanyadari sisi pemerintah sehingga obat tradisional kurang berkembang?
Tidak semata masalah regulasi sebab pemerintah sebenarnya sudah mengatur masalah obat tradisional. Namun, perkembangannya harus diakui kalah jika dibandingkan dengan obat modern. Kendalanya lebih pada banyaknya penelitian obat tradisional yang aplikatif namun kurang memasyarakat dan berhenti pada paper semata, meski banyak juga yang sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dana juga tidak menjadi kendala sebab pemerintah, perusahaan obat, dan bantuan asing melimpah jumlahnya. Namun, memang membutuhkan tenaga dan waktu besar untuk dapat menyelesaikan penelitian sebanyak itu.
Di sisi lain, harus diakui penelitian obat tradisional sudah banyak dilakukan berbagai instansi, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta Badan Pengkajian, Penerapan Teknologi (BPPT), dan beberapa kampus. Sayangnya, hasil penemuan potensi yang harusnya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat menjadi kurang bergaung.
Karena tidak bisa saling terintegrasi dalam melakukan penelitian maka penelitiannya hanya berhenti pada instansi bersangkutan dan tak bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Indonesia. Karena itu, saya nilai koordinasi di antara mereka kurang menggigit. Itulah kendala dan tantangan yang harus dihadapi bersama.
Apakah masalahnya hanya itu?
Masalah prioritas penyakit yang banyak diderita masyarakat Indonesia juga kurang menjadi pertimbangan pemerintah. Banyak penelitian obat tradisional yang dilakukan kurang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Ada beberapa penyakit tertentu yang hidup di wilayah tropis yang sering diidap masyarakat, seperti demam berdarah, malaria, tuberkolis, dan penyakit khusus lainnya yang tidak menjadi fokus perhatian penelitian. Mereka meneliti khasiat tanaman sebagai obat yang ternyata penyakit jenis tersebut jarang ditemukan di Indonesia.
Belajar dari masalah itu hendaknya pemerintah melalui program nasional untuk secepatnya mendorong setiap peneliti di berbagai instansi untuk lebih mengedepankan penelitian obat tradisional yang berhubungan dengan penyakit tropis. Di saat pemerintah belum melakukannya, Unair sudah lebih dulu berkonsentrasi meneliti berbagai penyakit tropis beserta obatnya dari tanaman yang banyak tumbuh di daerah Indonesia.
Bagaimana prospek obat tradisional ke depan?
Masa depan obat tradisional sangat menjanjikan sebab dibutuhkan masyarakat. Apalagi melihat potensi tanaman tradisional di Indonesia yang belum tergarap secara maksimal. Sebenarnya Indonesia bisa jaya dan menjadi negara kaya dengan hanya memaksimalkan tanaman liar yang banyak tumbuh di daratan yang disinyalir bisa diolah menjadi obat tradisional.
Banyak yang tidak tahu bahwa tumbuhan liar semusim berupa semak atau perdu kecil bernama ciplukan (physalis minina) itu sangat berkhasiat menyembuhkan penyakit tertentu. Di luar negeri tanaman jenis itu merupakan obat yang dijual dengan harga sekitar Rp 1 juta per resep. Padahal di Indonesia tanaman itu tumbuh dimana-mana dan tak terurus. Masalah seperti itulah yang harus segera dibenahi sebab sangat disayangkan jika kandungan kekayaan alam Indonesia dibiarkan terus.
Peran Unair dalam mempromosikan pengobatan tradisional?
Kami sedang proses membangun science park yang fokus pada penelitian dan pemberdayaan tanaman sebagai obat alternatif. Untuk mewujudkan itu, kami membangun Rumah Sakit Pendidikan, Rumah Sakit Penyakit Tropik dan Infeksi, Bio Safety Level 3 (BSL3), dan Tropical Disease Centre (TDC). Itu dalam bentuk infrastruktur.
Di sisi lain, kurikulum pendidikan yang diajarkan di Fakultas Farmasi Unair sudah mengikuti perkembangan terbaru. Disini malah terdapat departemen khusus Farmakognisi Fitokimia untuk meneliti sistematika tumbuhan obat-obatan tradisional mulai dari segi anatomi, morfologi, senyawa metabolit (kimia, protein), dan genetik, kultur jaringan tanaman/hewan, ekstraksi, isolasi, struktur elusidasi senyawa metabolit beserta aktivitasnya, standarisasi bahan dan formulasi obat tradisional.
Banyak juga penelitian yang berhasil dilakukan dan diterapkan untuk pelayanan medis di Rumah Sakit dr Soetomo, Surabaya yang menjadi mitra strategis Unair. Misal, obat KB (keluarga berencana) yang sekarang diterapkan di Indonesia merupakan sumbangsih Unair setelah berkolaborasi dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Indofarma, selaku perusahaan farmasi.
Belum lagi temuan obat hepatitis hasil penelitian kami yang tersedia di pelayanan kesehatan Poli OTI (Obat Tradisional Indonesia) juga di rumah sakit tersebut, serta masih banyak yang lainnya. Karena Unair sangat concern pada pengembangan akademik kedokteran dan kesehatan, khususnya pengobatan herbal. Untuk itulah kami membuka Prodi D3 Pengobatan Tradisional (Battra)—satu-satunya di Indonesia—sebagai program pendidikan memfokuskan pada empat bidang pendidikan antara lain akupuntur, pijat, terapi diet, dan herbal. ed: joko sadewo
Biodata
Nama : Prof Dr Fasichul Lisan, Apt
Lahir : Jember, 31 Desember 1946
Pendidikan
Fakultas Farmasi Unair Surabaya
Doktor MIPA Institut Teknologi Bandung
Pengalaman Organisasi
Kadiv SDM ICMI Jawa Timur (1990-1995)
Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur (2000-2005)
Ketua PP Muhammadiyah (2005-2010)
Jabatan
Rektor Universitas Bangkalan (1990-1994)
Dekan Fakultas Farmasi Unair (1998-2002)
Pembantu Rektor Bidang Akademik Unair (2002-2006)
Rektor Universitas Airlangga (2006-sekarang)
tulisan ini dimuat, Rabu 9 Maret 2011 (Republika)
0 comments:
Posting Komentar