Jumat, 11 Maret 2011 (Unpublished)
Oleh Erik Purnama Putra
Masa depan bangsa ini kelihatannya cukup suram. Pendapat saya bukan bermaksud apatis dan menyebarkan pandangan negatif. Namun jika dilihat dari banyak indikator kemajuan yang dicapai, namun hal itu tak cukup kuat menjadi pondasi bagi kemajuan bangsa ini dalam mengejar ketertinggalan dengan negara maju.
Dari berbagai tolok ukur potensi kemajuan negara, standard yang saya gunakan adalah minimnya remaja—anak sekolahan hingga mahasiswa—jaman sekarang yang mengalokasikan duitnya untuk beli buku. Jangankan mengalokasikan, mungkin bahkan dalam benak mereka tidak pernah memikirkan untuk beli buku.
Hal itu sebenarnya wajar jika melihat minimnya minat baca kaum yang sedang mencari identitas ini. Mereka lebih rela menyisihkan duitnya untuk beli segala perabotan kecantikan dan pakaian asal bisa tampil trendi.
Namun, penampilan saja saat ini tidak cukup. Fenomena terbaru, remaja akan senantiasa menyisihkan sebagian besar—jika tidak salah prediksi—untuk membeli pulsa agar tetap bisa berkomunikasi dengan mobile phone yang dipunya. Pulsa sudah dianggap kebutuhan primer dan harus dipenuhi dengan berbagai cara, meskipun mengorbankan kebutuhan lain.
Tidak percaya? Bisa ditanyakan langsung kepada mereka jika Anda bertemu di tempat umum dengan sistem random. Saya yakin jika para remaja yang menjadi sampel pertanyaan Anda kalau terlihat menenteng mobile phone di tangannya maka jawabannya sudah bisa ditebak.
Mereka akan bela-belain beli pulsa meski kebutuhan lainnya lebih mendesak. Kaum muda tersebut akan beranggapan tanpa pulsa maka dunia berasa kiamat. Karena itu, boro-boro membeli buku, yang ada mah duit habis untuk isi pulsa agar mobile phone bisa aktif terus dan jika sewaktu-waktu ingin menelpon seseorang—kebanyakan pacar—bisa seketika melakukannya.
Sebenarnya tindakan mereka perlu pembinaan. Masalahnya yang membuat para remaja bertingkah laku demikian bukan atas dasar mereka sendiri. Sehingga kesalahan paradigma dalam bergaul sehar-hari tidak bisa sepenuhnya ditimpakan murni kepada remaja. Dalam hal ini kelakuan mereka terbentuk akibat kurang tepatnya orang tua dalam mendidik anaknya.
Mereka tidak mendapat kontrol dan bimbingan dengan benar dari orang tuanya. Mereka dibelikan mobile phone yang sebenarnya kurang mendesak untuk dipenuhi. Padahal kebutuhan mobile phone bukan yang utama di masa mereka menempuh jenjang pendidikan formal. Melainkan untuk sekedar mengikuti tren mereka membeli alat komunikasi tersebut dengan model dan fitur terbaru agar tidak dianggap jadul oleh temannya.
Cara mendapatkannya adalah dengan merayu hingga merengek-rengek ke orang tuanya masing-masing. Karena tidak tega biasanya para orang tua akan membelikan keinginanan buah hatinya. Orang tua tidak memikirkan mengapa tidak membelikan buku yang menjadi barang wajib bagi kegiatan proses belajar mengajar di kelas.
Orang tua hanya kasihan saat membelikan mobile phone ke anaknya dan tidak pernah sedikit pun terbersit membelikan barang yang lebih berguna bagi buah hatinya di masa akan datang. Padahal pulsa yang ada itu murni hasil subsidi yang dikeluarkan orang tua agar alat komunikasi canggih tersebut dapat terus aktif jika remaja tak sanggup membeli sendiri akibat alokasi uang yang diterimanya habis untuk kepentingan lain.
Disinilah letak akar persoalan itu gara-gara model pembinaan dan pendidikan yang diajarkan orang tua kepada anaknya kurang relevan antara kebutuhan dengan keinginan. Generasi sekarang akan menjadi generasi konsumtif sebab keberadaan mobile phone hanya dijadikan alat bergaya, bukan demi manfaat positif lain.
Jika keadaan ini terus berlanjut maka pondasi utama kemajuan bangsa Indonesia ke depannya sangat rapuh dan mudah goyah. Sebab, para calon pemimpin negara akan dikendalikan oleh kelompok yang tidak memiliki daya pemikiran kritis dan sejarah kuat di bidang akademik. Mengingat saat ini mereka sangat tidak menggemari aktivitas membaca. Pasalnya sepanjang waktu jari-jarinya sibuk memainkan tombol di mobile phone.
Masalah serius ini hendaknya disadari semua pihak. Memang kemajuan teknologi tak bisa dibendung dan harus bisa dimanfaatkan dengan baik. Tapi, melihat para remaja yang memanfaatkan mobile phone hanya untuk gaya-gayaan semata dan membuat mereka mengalokasikan duitnya untuk beli pulsa membuat mereka menjadi pribadi yang tak bisa diandalkan untuk mengawal tegaknya bangsa ini.
Orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah hendaknya mewaspadai bom waktu ini. Masalah ini harus diantisipasi sejak dini agar di kemudian hari tak terjadi kemunduran bagi bangsa ini sebab para generasinya tak terbiasa berpikir kritis akibat termanjakan berbagai hiburan teknologi yang menggoda. Semoga kekhawatiran saya tidak terbukti dan remaja bisa membalikkan prediksi tentang dirinya dengan melek gadget terbaru sembari canggih dalam pengetahuannya melalui tekun belajar.
0 comments:
Posting Komentar