Senin, 28 Februari 2011 (Unpublished)
Oleh Erik Purnama Putra
Di tengah modernisasi yang terus berlangsung, ternyata masih ada sebuah kehidupan tradisional yang terus terjaga hingga sekarang. Pemandangan itu dapat dilihat dan saya rasakan sendiri saat beberapa waktu lalu datang berkunjung ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yang juga menjadi tempat tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono X, budaya masyarakat zaman dulu dapat dilihat dengan gamblang. Hal itu karena para penghuni, yang kebanyakan abdi dalem masih mengusung dan melestarikan tradisi budaya Jawa kuno.
Sebagai pelayan Keraton Yogyakarta, tidak banyak aktivitas yang dilakukan abdi dalem, selain cuma duduk dan berkumpul dengan sesama rekannya. Sebagai orang yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada Prabu Sultan Hamengkubuwono X yang menjadi pemimpin tertinggi, para abdi dalem harus rela mengabdikan diri sepenuhnya untuk menjadi pelayan Kasultanan Sultan.
Abdi dalem sendiri adalah orang yang berniat mengabdikan diri sepenuhnya untuk menjadi pelayan Kasultanan Yogyakarta. Mereka kebanyakan adalah orang biasa dari luar lingkungan Keraton yang diangkat pihak internal karena termotivasi ingin melayani Kanjeng Sultan Hamengkuubuwono.
Di samping saling ngobrol bertukar cerita, kadang kegiatan berkumpul tersebut juga diiringi dengan tradisi mengumpulkan duit sebagai ajang semacan arisan untuk semakin mengakrabkan hubungan antar-abdi dalem. Tidak hanya itu, budaya ngobrol sambil minum kopi dan makan gorengan menambah suasana akrab yang terjalin antar abdi dalem.
Suasana kekeluargaan terlihat secara jelas dari tingkat interaksi masing-masing abdi dalem. Dengan toto kromo (sopan santun) tinggi dan pengucapan bahasa kromo alus, interaksi yang terjalin sangat akrab sekali. Setiap abdi dalem saling menyapa ketika bertemu rekannya. Semua pemandangan itu sangat unik.
Meskipun begitu, jangan bayangkan gajinya besar. Dari wawancara yang saya lakukan, rentangan gaji yang didapatkan mereka berkisar Rp3.000 hingga Rp9.000 per bulan. Semuanya tergantung pangkat dan jabatan yang disandangnya. Karena setiap abdi dalem memiliki ’jabatan struktural’ sendiri dan itu semua sudah diatur pihak Keraton dengan menyesuaikan tingkat lamanya pengabdian yang telah dijalankan.
Menariknya, pengunjung dapat langsung berinteraksi dengan abdi dalem yang menjalankan kehidupan tradisional tersebut. Didukung dengan lingkungan di sekitar Keraton yang serba jadul (zaman dulu), semakin menguatkan keunikan budaya masyarakat Jawa kuno, yang sudah sulit ditemukan, bahkan di pelosok desa sekali pun. Apalagi mereka semua mengenakan pakaian batik, yang semakin menguatkan suasana tempo dulu.
Abdi dalem tidak hanya santun kepada temannya, namun juga kepada pengunjung. Interaksi yang ditunjukkan abdi dalam sangat welcome, sehingga banyak wisatawan domestik maupun mancanegara menjadi senang. Karena bisa langsung bertanya seputar kehidupan mereka dan sejarah Keraton Yogyakarta.
0 comments:
Posting Komentar