Kamis, 23 September 2010 (Republika Jawa Timur)
Oleh Erik Purnama Putra
Siswa SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya, menorehkan prestasi mengagumkam dalam kompetisi Java Robot Contest (JRC) 2010 bertema My Robot is My Pride di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, akhir pekan lalu.
Kompetisi robotika tersebut secara keseluruhan diikuti 478 tim, yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu Pelajar, Mahasiswa, dan Umum. Kategori pelajar terbagi lagi menjadi dua divisi perlombaan yakni Line Tracer Analog dan Robosoccer. Sedangkan kategori mahasiswa yang dilombakan bernama Line Tracer Micro, dan untuk kategori umum disediakan lomba Dota dan Photografi.
Ikut dalam kategori Line Tracer Analog, empat tim SD Muhammadiyah 4 Pucang yang lolos ke final menduduki posisi empat besar dalam kompetisi yang diikuti 310 tim tersebut. Juara 1 diraih Ananda Laksamana Agadia dan Abel Arelian dengan robot yang diberi nama Rotci.
Juara 2 diraih Zidni Alfian Bariq dengan robot Smart Robo, dan juara 3 dan 4, masing-masing direbut Ghazwu Fikril dan Lazula Toya dengan robot M-Robot II dan Peace Robot.
Yang menghebohkan, para siswa yang tercatat kelas 5 SD tersebut berhasil meraih trofi Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) setelah mengungguli lawan-lawannya yang mayoritas tercatat duduk di bangku SMP dan SMK. Atas raihan sapu bersih di kategori Line Tracer Analog tersebut, delegasi SD Muhammadiyah 4 Pucang ditetapkan sebagai juara umum.
Perlu diketahui, robot ciptaan tim SD Muhammadiyah 4 Pucang tersebut merupakan rakitan dari mainan mobil mini 4wd (mobil tamiya). Bagian roda, gir, dan kerangka mobil diutak-atik sedemikian rupa dalam waktu sebulan sampai jadi robot yang mampu bergerak melewati rintangan dengan penambahan pemasangan sensor dalam tubuh robot bersangkutan. Total hanya dibutuhkan dana sekitar Rp 200 ribu untuk membuat satu robot.
Laksamana Aga Dhia mengatakan bahwa kunci kemenangan yang diraih timnya disebabkan persiapan dan pembekalan matang sebelum mengikuti kompetisi JRC. Pasalnya, ia ikut kompetisi tidak secara tiba-tiba melainkan melalui proses matang dengan ikut ekstrakurikuler Robotika di sekolah.
Laksamana menyebut robot Rotci mampu melesat dan meliuk-liuk, bahkan melewati papan jungkat-jungkit yang menjadi rintangan terberat disebabkan sebelumnya sudah melakukan riset sebelum perlombaan. Berbekal pemetaan rintangan dan antisipasi jalur perlombaan akhirnya Rotci menjadi yang paling cepat dan tangguh melewati perlintasan lomba.
“Kuncinya adalah sikap disiplin dan siap mental dalam mengikuti lomba. Ditambah berdoa dan minta restu orang tua, tim saya bisa menang,” ujar siswa yang bercita-cita menjadi profesor di bidang robot ini kepada Republika, Rabu (22/12).
Laksamana yang mengaku telah menghasilkan enam robot ini ingin terus menghasilkan karya sendiri. Karena itu, ia meminta bantuan kepada siapapun yang peduli pendidikan agar mau menyumbang peralatan yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan bahan merakit robot. Pasalnya, selama ini Laksamana membuat robot di rumah yang bahannya berasal dari bongkaran alat play station.
“Di sekolahan juga kurang lengkap. Saya ingin bantuan dari pemerintah agar semakin bisa membuat robot lebih vanggih dari sekarang jika peralatan tersedia,” ucapnya.
Adapun, Zidney Alfian Bariq, yang meraih juara 2 menilai bahwa kemenangan yang diraihnya berkat kematangan saat melakukan simulasi lomba. Menurut Zidney, saat kompetisi berlangsung pemenang lebih ditentukan faktor keberuntungan saja sebab tak ada perbedaan signifikan antar robot peserta. “Mereka hanya kalah dalam doa saja, sebab beda waktu finis setiap peserta sangat tipis,” katanya.
Penanggung jawab ekstrakurikuler Robotika, Endik Styawan, mengungkap rahasia kemenangan robot dengan panjang 20 centimeter, lebar 10 centimeter, bobot 1 kilogram tersebut terletak pada teknis robot dan mental bertanding anak didiknya. Dua pekan sebelum lomba, kata Endik, siswa yang akan ikut lomba diwajibkan ikut pendampingan khusus setiap hari.
“Disitu kita mengajari siswa untuk riset tentang sumber daya penggerak baterai. Akhirnya ketemu setingan pas, yakni dibutuhkan 6 baterai masing-masing berkekuatan 1,5 volt untuk menggerakan robot,” jelas guru mata pelajaran IPA tersebut.
Endik menilai, pemasangan sensor juga merupakan kunci sukses merebut juara. Kesadaran mendeteksi perbedaan perakitan mobil tamiya dengan model robot line tracer analog menjadi titik kritis kemenangan tim SD Muhammadiyah 4 Pucang. Pasalnya, terdapat perbedaan sensor di bawah robot yang memungkinkan robot untuk tetap berada pada jalurnya yang itu tak dimiliki mobil tamiya.
“Kesulitan itu akhirnya terpecahkan setelah dilakukan latihan dan riset jalur perlombaan yang bakal dilalui robot. Usaha kami tak sia-sia sebab ketepatan pemasangan sensor membuat robot tak keluar jalur dan meraih finis duluan,” pungkas Endik. ed: indra wisnu
0 comments:
Posting Komentar