Kamis, 09 Desember 2010

Memalak Rp 1.000, Siswa SD Terancam 12 Tahun Penjara

Kamis, 8 Desember 2010 (Republika Jawa Timur)

Oleh Erik Purnama Putra

Hukum sepertinya hanya untuk kalangan berada. Kenyataan pahit itu dirasakan Saidah (56 tahun), nenek Noval (10), siswa kelas 4 SD Dumas, Jalan Jepara Nomor 7, Surabaya. Bersama Robby (12), teman satu tingkat di sekolahannya, keduanya harus merasakan status terdakwa melekat pada dirinya akibat melakukan pengeroyokan terhadap Rifki, siswa kelas 4 SDN Jepara, Surabaya.

Dalam sidang ketiga di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (8/12), kedua anak tersebut dituntut jaksa penuntut umum (JPU) I Made Suryana, dengan Pasal 170 dan 351 KUHP tentang Bersama-sama Berbuat Kekerasan dengan ancaman hukuman 10 sampai 12 tahun penjara. Hingga tiga kali persidangan, baik Rifki maupun Nidi (ayah Rifky) tak pernah datang dan semua tuntutan disampaikan JPU. Sidang selanjutnya digelar Selasa (14/12) mendatang dengan agenda pembacaan vonis.

Selepas sidang, kepada Republika, Saidah menjelaskan kronologis kejadian yang menimpa cucunya dan temannya. Saidah menerangkan bahwa kasus pengeroyokan terjadi medio Maret lalu. Bermula dari Noval dan Robby, yang sepulang sekolah meminta uang kepada Rifki sebesar Rp 1.000. Karena tak dikasih, kedua anak tersebut mengeluarkan bogem mentah dan tepat mengenai wajah Rifky hingga menimbulkan memar membiru di wajahnya.

Karena kesakitan habis dipukul, Rifki pulang sembari menangis dan melaporkan kejadian yang dialaminya kepada ayahnya, Nidi, yang berprofesi sebagai pengacara. Mengetahui anaknya barusan dipukul teman sebayanya, Nidi tidak terima dan mengganggap anaknya habis dipalak preman kecil.

Berbekal pengakuan dari anaknya, terang Saidah, Nidi melaporkan kejadian itu kepada aparat Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polwiltabes (sekarang Polrestabes) Surabaya. Namun, kata Saidah, polisi tak serta-merta menuruti keinginan Nidi, sebab masalah yang terjadi sangat sepele dan bisa diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan.

Sayangnya, karena terus mendesak aparat kepolisian dengan berargumen berbagai pasal hukum dalam KUHP yang tidak dimengerti Saidah, akhirnya kasus aduan anak Nidi ditindaklanjuti penyidik. Saidah bersama keluarga Robby pun beberapa kali harus memenuhi panggilan penyidik untuk mendampingi Noval yang dimintai keterangan polisi.

“Disitu saya sengaja beberapa kali ditemukan polisi dengan Pak Nidi. Saya sudah berkali-kali meminta maaf, namun tak ditanggapinya. Akhirnya, polisi akhirnya menetapkan cucu saya sebagai tersangka bersama Robby,” terang Saidah.

Perjuangan Saidah untuk melunakkan hati Nidi tak hanya berhenti sampai disitu. Nenek yang sehari-harinya bekerja sebagai pembersih lantai tahanan PN Surabaya tersebut mengaku sering berkunjung ke rumah Nidi untuk melunakkan hatinya dengan harapan laporan di kepolisian bisa dicabutnya.

Meski berstatus tetangga dekat, di Jalan Dupak Masigit Gang 9, Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, Surabaya, Saidah yang tinggal di kontrakan dan Nidi bertempat di rumah mewah dengan segala perabotannya tak mau mempedulikannya. Meski, Saidah sudah mengiba hingga memohon sampai menangis, namun egoisme yang menguasai pikiran Nidi tak runtuh.

Tak cukup, bahkan Kepala Sekolah SD Dumas, Slamet Riyadi, sempat berusaha mendamaikannya secara kekeluargaan sebab pelakunya masih anak-anak dan kurang pas jika tindakan itu disebut pemerasan. “Namun, lagi-lagi mediasi yang dilakukan tak berhasil karena Pak Nidi ngotot laporan polisi sudah berjalan sehingga tak bisa dicabut,” jelas Saidah yang mengaku sering melihat Nidi mondar-mandir di PN Surabaya mengantarkan kliennya dalam persidangan.

Saidah mengaku takut jika cucunya masuk penjara sebab ia bisa merasakan kesedihan orang yang di penjara. “Jika sampai di penjara kasihan cucu saya sebab akan kehilangan kebahagiaan selamanya. Saya mohon mas wartawan membantu saya. Saya sudah tak tahu lagi harus meminta bantuan kemana lagi,” katanya sambil berkaca-kaca.

Ia pun memaklumi jika kenakalan Noval akibat kurang mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Noval yang dari keluarga yatim dan miskin hanya diberi uang saku seadanya sebab penghasilan yang didapat orang tunya tak menentu. “Kadang jika saya punya rezeki saya kasih Rp 2 ribu. Jadi, pasti cucu saya tak berniat buruk dengan meminta uang Rp 1.000 kepada Rifki,” ungkapnya.

Sedangkan, Kepala Sekolah SD Dumas, Slamet Riyadi, mengaku kecewa dengan orang tua Rifki yang tak mau mencabut laporan terhadap dua anak didiknya. Pasalnya, akibat harus meluangkan waktu mengikuti sidang di PN Surabaya, Noval dan Roby harus sering tidak mengikuti pelajaran sekolah. “Hari ini (Rabu) saja mereka ada jadwal ujian akhir semester. Tapi, mereka harus sidang disini. Jadi agenda belajarnya terganggu,” kata Slamet.

Sementara itu, majelis hakim yang memimpin persidangan, Unggul Ahmadi, mengatakan akan mempertimbangkan status anak-anak dan tak akan menuruti keinginan JPU yang menyatakan perbuatan Noval dan Robby sebagai tindakan kriminal murni. “Saya jelas tak bisa menghukum dua tersangka dengan pasal yang sama dengan orang dewasa tentang penganiayaan. Yang pasti kasus ini tak bisa dihentikan dengan dasar apapun,” jelasnya.

Jikapun keduanya dalam putusan dinyatakan bersalah, Unggul mengatakan hukumannya tak harus di penjara. Bisa dikembalikan kepada orang tuanya agar dididik lebih baik lagi atau diserahkan kepada negara untuk mendapatkan pembinaan agar dikemudian hari tak mengulangi kesalahannya lagi. “Saya tak bisa menceritakan putusan nanti sebab sidang belum dilakukan. Dalam membuat keputusan saya juga berpegangan aspek kemanusiaan sebab keduanya masih anak-anak dan memiliki masa depan,” tukas Unggul.

0 comments: