Sunday, 15 November 2009 (Seputar Indonesia)
FENOMENA politik menarik tersaji di Indonesia. Adalah peristiwa para wakil rakyat yang telah membuat marah rakyat karena kurang bisa bersikap adil dengan lebih membela kejaksaan dan Polri daripada mendengarkan aspirasi publik membuat suasana politik Tanah Air memanas.
Kemarahan rakyat sebenarnya tak hanya kepada DPR, namun juga terhadap Kejaksaan Agung dan Polri yang telah melakukan kesewenang-wenangan dalam penanganan kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, sehingga mereka harus ditahan tanpa dakwaan yang jelas. Sayangnya, anggota DPR yang mestinya menuruti aspirasi rakyat dengan memperingatkan pimpinan kejaksaan dan polisi agar menghentikan kasus kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK,malah bertindak tidak amanat dengan tidak menghiraukan suara rakyat.
Peristiwa lain tersaji pula fakta mencengangkan tentang terkuaknya rekaman Anggodo Widjojo yang sedang berbicara dengan oknum elite kejaksaan dan polisi, yang membahas rekayasa hukum dan masalah kriminalisasi dua pimpinan KPK.Hal itu jelas menampar muka kejaksaan dan kepolisian yang citranya sudah kepalang hancur di mata publik. Gilanya,anggota DPR malah mendukung penuh dua institusi penegak hukum itu agar terus bekerja menyelesaikan berkas kasus kriminalisasi dua pimpinan KPK sambil berucap agar tidak perlu menuruti keinginan publik alias tidak mengacuhkannya.
Realita itu tentu saja membuat sakit hati masyarakat yang selama ini melihat ada ketidakadilan dalam kasus pemenjaraan Bibit-Chandra, karena pasal yang dituduhkan merupakan pasal karet,serta ada indikasi kuat bahwa penahanan itu tak lebih sebagai upaya untuk merontokkan kekuatan KPK. Apalagi hasil tim rekomendasi Tim Delapan menyebutkan bahwa penahanan itu tidak cukup bukti dan terkesan dipaksakan yang membuat masyarakat semakin sadar bahwa ada pihak tertentu yang bermain-main dengan hukum demi kepentingan segelintir kelompok.
DPR seolah tutup mata akan keadaan tersebut. Nyatanya saat dua institusi itu bertemu DPR,malah para wakil rakyat mendukung setiap langkah yang diambil kejaksaan dan Polri yang membuat masyarakat semakin jengkel pada DPR yang tidak merespons suara hati nurani rakyat yang melihat adanya mafia hukum yang melibatkan oknum kejaksaan dan kepolisian. Karena aspirasinya tidak tersalurkan, maka masyarakat mencoba alternatif lain dengan media jejaring sosial sebagai sarana untuk menyalurkan suaranya agar didengar eksekutif dan legislatif.
Karena itu tidak mengherankan bila situs Facebook dan Twitter ramai dijadikan saluran aspirasi rakyat yang bersatu untuk melawan ketidakadilan akibat bobroknya sistem penegakan hukum di Indonesia. Hal itu terlihat dari jumlah grup di Facebook yang bergabung dalam Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto yang mampu menembus angka 1,2 juta anggota. Pencapaian itu tentu tidak bisa diabaikan begitu saja oleh penguasa yang jika dibiarkan akan berpotensi memengaruhi kehidupan sosial politik di masyarakat.
Gambarannya sudah cukup mencengangkan,karena pengguna Facebookdi Indonesia hanya sekitar 6 juta yang berarti 20% mendukung gerakan tersebut.Apalagi yang disuarakan rakyat itu murni dari dalam hati. Untuk itu kita harapkan Presiden SBY mengambil langkah tegas dengan menyelesaikan kasus yang melibatkan institusi KPK, kejaksaan, dan Polri agar aspirasi masyarakat yang menyuarakan ketidakadilan dapat direalisasikan, serta pelaku yang terlibat permainan hukum dapat ditindak sesuai aturan yang berlaku.(*)
Erik Purnama Putra
Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
FENOMENA politik menarik tersaji di Indonesia. Adalah peristiwa para wakil rakyat yang telah membuat marah rakyat karena kurang bisa bersikap adil dengan lebih membela kejaksaan dan Polri daripada mendengarkan aspirasi publik membuat suasana politik Tanah Air memanas.
Kemarahan rakyat sebenarnya tak hanya kepada DPR, namun juga terhadap Kejaksaan Agung dan Polri yang telah melakukan kesewenang-wenangan dalam penanganan kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, sehingga mereka harus ditahan tanpa dakwaan yang jelas. Sayangnya, anggota DPR yang mestinya menuruti aspirasi rakyat dengan memperingatkan pimpinan kejaksaan dan polisi agar menghentikan kasus kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK,malah bertindak tidak amanat dengan tidak menghiraukan suara rakyat.
Peristiwa lain tersaji pula fakta mencengangkan tentang terkuaknya rekaman Anggodo Widjojo yang sedang berbicara dengan oknum elite kejaksaan dan polisi, yang membahas rekayasa hukum dan masalah kriminalisasi dua pimpinan KPK.Hal itu jelas menampar muka kejaksaan dan kepolisian yang citranya sudah kepalang hancur di mata publik. Gilanya,anggota DPR malah mendukung penuh dua institusi penegak hukum itu agar terus bekerja menyelesaikan berkas kasus kriminalisasi dua pimpinan KPK sambil berucap agar tidak perlu menuruti keinginan publik alias tidak mengacuhkannya.
Realita itu tentu saja membuat sakit hati masyarakat yang selama ini melihat ada ketidakadilan dalam kasus pemenjaraan Bibit-Chandra, karena pasal yang dituduhkan merupakan pasal karet,serta ada indikasi kuat bahwa penahanan itu tak lebih sebagai upaya untuk merontokkan kekuatan KPK. Apalagi hasil tim rekomendasi Tim Delapan menyebutkan bahwa penahanan itu tidak cukup bukti dan terkesan dipaksakan yang membuat masyarakat semakin sadar bahwa ada pihak tertentu yang bermain-main dengan hukum demi kepentingan segelintir kelompok.
DPR seolah tutup mata akan keadaan tersebut. Nyatanya saat dua institusi itu bertemu DPR,malah para wakil rakyat mendukung setiap langkah yang diambil kejaksaan dan Polri yang membuat masyarakat semakin jengkel pada DPR yang tidak merespons suara hati nurani rakyat yang melihat adanya mafia hukum yang melibatkan oknum kejaksaan dan kepolisian. Karena aspirasinya tidak tersalurkan, maka masyarakat mencoba alternatif lain dengan media jejaring sosial sebagai sarana untuk menyalurkan suaranya agar didengar eksekutif dan legislatif.
Karena itu tidak mengherankan bila situs Facebook dan Twitter ramai dijadikan saluran aspirasi rakyat yang bersatu untuk melawan ketidakadilan akibat bobroknya sistem penegakan hukum di Indonesia. Hal itu terlihat dari jumlah grup di Facebook yang bergabung dalam Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto yang mampu menembus angka 1,2 juta anggota. Pencapaian itu tentu tidak bisa diabaikan begitu saja oleh penguasa yang jika dibiarkan akan berpotensi memengaruhi kehidupan sosial politik di masyarakat.
Gambarannya sudah cukup mencengangkan,karena pengguna Facebookdi Indonesia hanya sekitar 6 juta yang berarti 20% mendukung gerakan tersebut.Apalagi yang disuarakan rakyat itu murni dari dalam hati. Untuk itu kita harapkan Presiden SBY mengambil langkah tegas dengan menyelesaikan kasus yang melibatkan institusi KPK, kejaksaan, dan Polri agar aspirasi masyarakat yang menyuarakan ketidakadilan dapat direalisasikan, serta pelaku yang terlibat permainan hukum dapat ditindak sesuai aturan yang berlaku.(*)
Erik Purnama Putra
Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
0 comments:
Posting Komentar