Jumat, 6 November 2009 (Harian Bhirawa)
Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sebab sekitar 88 persen atau 200 juta masyarakatnya menganut agama Islam. Janggalnya, walaupun agama Islam sudah merasuki segala sendi kehidupan masyarakat Indonesia, namun dalam catatan sejarah tertulis sangat sedikit sekali referensi tentang sepak terjang tokoh Islam maupun Kerajaan Islam dalam kontribusinya terhadap pembentukan wilayah Indonesia sebelum zaman kemerdekaan.
Tidak ingin masyarakat Indonesia semakin ‘tersesat’ dalam versi sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang menyimpang, Ahmad Mansur Suryanegara berupaya meluruskan kembali catatan sejarah yang kebanyakan mengesampingkan peran umat Islam dalam memperjuangkan berdirinya Negara Indonesia. Buku Api Sejarah berusaha mengungkap semua fakta yang selama ini tersembunyi dan disembunyikan. Sehingga setelah membaca buku ini, pandangan kita akan berubah drastis terhadap sejarah perjalanan bangsa Indonesia mulai abad ke-7 hingga era kemerdekaan dari penjajahan bangsa Barat (Portugal, Inggris, Belanda) dan Jepang.
Buku yang tampilannya berwarna hitam mencolok tersebut dibagi secara garis besar menjadi empat bab. Pada bagian pertama penulis menjabarkan tentang Pengaruh Kebangkitan Islam di Indonesia, yang menjelaskan perkembangan Islam di Jazirah Arab hingga pengaruhnya mampu mencapai ke Indonesia. Sementara bagian kedua penulis mengulas tentang Masuk dan Perkembangan Agama Islam di Nusantara, yang di dalamnya mencakup pelurusan tulisan bahwa Islam tak pernah terlibat penghancuran sebuah kerajaan bernafaskan agama lainnya yang itu bukan merupakan fakta sejarah, melainkan hanya dongeng belaka. Dalam ulasan ini juga dijelaskan perjuangan ulama dan santri dalam gerakan nasionalisme melawan imperialisme.
Bagian ketiga, dibedah bagaimana Peran Kekuasaan Politik Islam Melawan Imperialisme Barat yang ternyata banyak pejuang Muslim yang memimpin warga pribumi untuk memerangi ketidakadilan yang diciptakan penjajah Barat. Meski belum mengenal persatuan sebab berperang dalam skala lokal, namun pejuang semacam Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, hingga Cut Nyak Din dengan gigih mencoba membangkitkan semangat patriotisme masyarakat untuk berani melawan kesewenang-wenangan imperialisme Belanda.
Sedangkan bagian terakhir, mengupas Peran Ulama dalam Gerakan Kebangkitan Kesadaran Nasional (1900-1942). Pada periode tersebut, masyarakat Indonesia mulai menyadarai bahwa perjuangan tidak bias hanya dengan bermodal pasukan di sebuah wilayah, namun mesti bersatu agar dapat menghadapi Belanda yang memiliki senjata dan pasukan modern. Maka itu, muncul pembuatan organisasi sebagai wadah menyalurkan aspirasi politik dan perjuangan yang dinilai lebih efektif dalam memperjuangan kemerdekaan melawan kekuatan kolonialis. Hingga puncaknya kemerdekaan dapat diraih pada 1945 melalui perjuangan tak kenal lelah pejuang Tanah Air, khususnya figur dari kalangan Muslim yang coba dikesampingkan.
Deislamisasi Catatan Sejarah
Dalam mata pelajaran sejarah di sekolah, kita tentu masih ingat bahwa runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha di Nusantara diakibatkan oleh kebangkitan Kerajaan Islam, dengan artian munculnya Kerajaan Mataram menyebabkan runtuhnya Kerajaan Majapahit. Sehingga dikesankan Islam ikut berperan menghancurkan. Padahal kenyataannya tidak seperti itu dan itu hasil manipulasi penulisan sejarah sepotong-potong versi sejarawan penjajah.
Di luar itu, banyak sekali catatan sejarah yang menyatakan bahwa masuknya Islam ke Nusantara terjadi pada abad ke-13. Padahal kenyataan itu tidak sepenuhnya tepat, mengingat jika mengacu pada perjalanan pedagang bangsa Arab pasca tersebarnya ajaran Islam setelah wafatnya nabi Muhammad Saw. maka dapat disimpulkan abad ke-7, Islam sudah masuk ke wilayah ujung paling barat di Indonesia, tepatnya di kawasan Aceh.
Bahkan Buya Hamka berpendapat pada abad ke-7 wirausahawan Muslim dari Arab sudah berjualan di pantai barat Sumatra. Sehingga jika ada yang mengatakan Islam masuk Nusantara pada abad ke-13 dengan ditandai berdirinya Kesultanan Samudra Pasai di Malaka, itu kurang tepat. Mengingat saat itu adalah masa mulainya masa kejayaan perkembangan Islam, bukan awal masuknya Islam.
Namun mengapa selama ini kita jarang mendengar tentang peranan siginifikan figur pejuang Muslim yang membela Tanah Air? Hal itu terkait dengan dominasi penulisan sejarah yang dilakukan penjajah barat yang menguasai arus kekuatan informasi hingga penulisan sejarah pun dibuat versi mereka untuk kepentingan politis.
Karena sudah jamak diketahui sejarah ditulis berdasar versi penguasa dan cenderung mengabaikan dan menghilangkan sama sekali berbagai sumbangsih positif yang berhasil dilakukan musuhnya dalam hal ini kalangan tokoh Islam. Juga, realitas sejarah mengatakan bahwa sejarawan Belanda yang disponsori pemerintah kolonial berupaya dengan sengaja mendistorsikan penulisan sejarah Indonesia dengan mengesampingkan peran Islam dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Karena itu dengan hegemoni kekuatannya sejarawan penjajah berupaya membelokkan ajaran Islam dengan membuat cerita dari versinya sendiri untuk melemahkan umat Islam.
Keterlibatan Pejuang Muslim
Sebagaimana penjelasan Ahmad Mansur Suryanegara, masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk Islam ternyata belum dapat gambaran secara tepat tentang perjalanan pejuang muslim mewujudkan bersatunya Nusantara. Karena versi sejarah yang berkembang saat ini sangat sedikit sekali tokoh atau pahlawan Muslim yang tercatat dalam tinta sejarah. Hal itu tentu menjadi sebuah kontradiksi mengingat dalam kenyataannya peranan mereka dalam berjuang mengusir kolonialisme dari Tanah Air terbukti signifikan dan dominan, serta berkontribusi besar memerdekakan bangsa Indonesia menjadi negara berdaulat.
Jika boleh menyebut nama, Kapitan Pattimura dan Si Singamangaraja XII adalah Muslim yang berjuang atas nama jihad fi sabilillah. Juga, RA Kartini berjuang membebaskan perempuan yang direndahkan derajatnya sebab dilecehkan laki-laki dengan mengatasnamakan dirinya sebagai perempuan muslimah yang membawa spirit Al Quran. Sayangnya, masyarakat Indonesia banyak yang belum paham akan fakta sejarah itu, dan malah yang miris menyebut Kapitan Pattimura bukanlah pejuang Muslim. Sementara, RA Kartini dianggap tidak tahu diri sebab berupaya melawan penjajah, padahal dirinya mendapatkan pendidikan dari Belanda.
Di sisi lain, belum banyak yang tahu jika petinggi Boedi Oetomo kerap menghina dan melecehkan Rasulullah Saw. dalam setiap pertemuan organisasi dengan para anggotanya. Namun, malah pemerintah menetapkan Hari Kebangkitan Nasional dengan mengacu pada gerakan Boedi Oetomo yang dikomandoi Dr. Soetomo.
Kenyataannya, penguasa banyak yang abai dan melupakan jasa para pahlawan, khususnya dari kalangan ulama dan santri dengan tidak mengapresiasi dan merekam pengorbanannya. Karena itu, dapat dikatakan buku ini merupakan antitesis yang berupaya untuk meluruskan kembali bahwa sejarah terbentuknya bangsa Indonesia yang beredar sekarang berupaya meniadakan hasil proses sumbangsih sangat besar dari tokoh pejuang Islam dalam upayangnya mengusir penjajah.
Judul : Api Sejarah
Penulis : Ahmad Mansur Suryanegara
Penerbit : Salamadani
Cetakan : I, Juli 2009
Tebal : xxiv + 584 halaman
Harga : Rp 120.000
Peresensi adalah Erik Purnama Putra
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
0 comments:
Posting Komentar