Senin, 10 Agustus 2009

Catatan dan Kesedihan Hidup Yin Galema


Jumat, 7 Agustus 2009 (Harian Bhirawa)

BELUM banyak novel- jika tak boleh menyebut tidak ada—yang mengangkat tema sejarah bangsa Indonesia zaman dulu, khususnya bangsa Melayu Kepulauan di awal abad 17. Novel Yin Galema karya Ian Sancin seperti menggugah kesadaran baru tentang sebuah cerita kisah hidup orang keturunan Tionghoa yang berdatangan ke Tanah Air dan menetap di Indonesia, yang pertama menetap di pulau Bangka dan Belitung.

Kisah bermula pada 1630, armada pelayaran pencarian kayu gaharu dari Tiongkok mendarat di sebuah negeri di Pulau Belitong Bangka, tempat berdirinya Kerajaan Balok. Turun dari kapal tersebut adalah Yin Galema, seorang putri selir Kaisar Chi’ing dari Dinasti Manchu di Peking, yang melarikan diri bersama ayah kandungnya, Panglima Gu Shu, yang merupakan selingkuhan ibunya.

Ayahnya yang merupakan serdadu kepercayaan istana diutus untuk menculik perempuan, yang ternyata malah membuatnya jatuh cinta. Hubungan gelap ayah dan ibu Yin Galema itu akhirnya harus berakhir tragis dengan dihukumnya ibunya oleh Kaisar Manchu, dan ayahnya dihukum melakukan ekspedisi berlayar mencari kayu gaharu atau kepang yang harum di sebuah pulau antara Borneo dan Chinaphata yang bernama Balok. Hukuman yang sama saja mengusir agar keluar dari negeri Peking.

Dalam ekspedisi ketika sampai di Pulau Belitong, armada di sambut dengan hangat dan tak dicurigai. Hal itu sebagai cerminan masyarakat Melayu yang terkenal ramah dan hangat ketika menyambut tamu asing. Perasaan nyaman dengan orang Melayu itulah yang membuat Panglima Gu Shu menitipkan anaknya agar hidup bersama keluarga Raja Balok, khususnya pendiri Kerajaan Balok yang kini sudah tua renta, Ki Ronggo Udo, yang dengan terbuka mau menerima. Mengingat Panglima Gu Shu tak lama di Pulau Belitong, sebab dirinya mengemban misi Kaisar Chi’ing untuk membawa hasil dagang ke Tiongkok.

Ketika itu, Yin Galema masih berumur sembilan tahun. Namun kecantikannya sudah mulai tampak dan menjadi perhatian Bujang (lelaki lajang) di Kerajaan Balok. Kedatangan armada dari daratan Tiongkok tersebut disambut baik oleh penguasa Belitong bernama Raja Balok Cakraningrat I, yang mengizinkan rombongan menetap di sana. Karena aturan di kerajaan yang bercorak Islam itu terbuka dengan kehadiran orang asing dan selalu menerima kedatangan siapapun yang ingin menjalin hubungan dagang.

Di Tanah Air barunya, Yin Galema dibimbing oleh pria tua yang ternyata bernama asli Datuk Mayang Gresik. Seiiring berjalannya waktu perlahan Yin Galema tumbuh sebagai sosok wanita Melayu sejati, meski watak sebagai putri Tiongkok yang keras kepala tetap melekat dalam kesehariannya.

Banyak hal berharga yang membuat Yin Galema berubah setelah bergumul dengan kehidupan orang Melayu. Meski sebagai keturunan Tiongkok dia tak bisa melepaskan semua atribut melekat pada dirinya, namun di sisi lain dia terbiasa hidup berkasih sayang dengan orang lain, berbicara lembut dan hormat, santun dan ramah, dan penuh empati, baik dengan keluarga kerajaan maupun rakyat biasa. Hal itu akibat ajaran Ki Ronggo Udo yang memberikan pemaknaan diri secara dalam hingga membuat Yin banyak berubah. Di samping itu, juga akibat belajar mengaji Al Quran yang sedikit demi sedikit mulai coba disenanginya hingga membuat Yin menjadi muallaf.

Kondisi itu tak pernah dirasakan sebelumnya. Pasalnya keadaan semasa di Istana Kaisar Manchu, pikiran orang hanya selalu dipenuhi kecurigaan dan ketakutan sebab kultur kerajaan menerapkan tirani dan hanya ingin mengembangkan kekuasaan dengan menakhlukkan daerah lain. Namun di Negeri Balok tidak begitu, raja dan rakyatnya saling mencintai dan hidup tanpa jarak dalam kedamaian.

Menginjak dewasa, Yin merasa benih cinta tumbuh dalam dirinya akibat sering bertemu secara tak kasat mata kepada seorang laki-laki dari bangsa bunian, Kanda Badau, yang merupakan pemuda asuh Ki Ronggo Udo. Kanda Badau yang berasal dari bangsa bukan manusia tak dapat melihat siapapun selain Yin Galema.

Kehidupan antara Kanda Badau dan Yin Galema memiliki kesamaan, yakni hidupnya penuh penderitaaan. Kanda Badau dari bangsa bunian yang ibunya telah melanggar sumpah dengan menikahi bangsa manusia, sehingga harus menerima ajal kematian. Sementara bapaknya yang tak lain Raja Balok tak pernah tahu dan peduli keberadaannya. Bahkan Kanda badau tak tahu wajah ayahnya. Yin Galema pun mengalami hal serupa, di mana ibunya mati dihukum Kaisar Manchu sebab telah berselingkuh dengan ayahnya, yang sekarang juga dikabarkan tewas dalam di lautan akibat disering perompak.

Untuk mengatasi itu, Ki Ronggo memberikan gelang simpai kepada Yin Galema untuk dikenakan yang sudah diberi mantra agar membuatnya bisa berkomukinasi meski tidak dengan indra sempurna dengan Kanda Badau. Hal itu merupakan bentuk pengorbanan Ki Ronggo yang memiliki welas asih tinggi agar kedua orang kesepian itu dapat saling bersatu dan melindungi, walaupun untuk itu Ki Ronggo harus menanggung risiko nyawanya melayang. Karena jika Kanda Badau resmi berpasangan dengan Yin Galema, maka saat itu dia akan menerima takdir kematiannya.

Kedekatan Kanda Badau dan Yin Galema akhirnya membuahkan malapetaka sebab dua insan ini seperti pasangan terkutuk. Hubungan kedua insan tersebut terlarang dan rahasia, mengingat Kanda Badau adalah putra selir Raja Balok yang disembunyikan keberadaannya. Apa daya, paras dan kepribadian Yin seperti madu yang mampu menarik hati kumbang lainnya, yakni sang putra mahkota, Pangeran Mending. Kanda Badau dan Ki Agus Mending adalah saudara kandung yang tak saling mengenal satu sama lain, yang sama-sama ingin mempersunting Yin Galema.

Judul : Yin Galema
Penulis : Ian Sancin
Penerbit : Hikmah (PT Mizan Publika)
Cetakan : Juli 2009
Tebal : viii + 587 halaman
Peresensi : Erik Purnama Putra, Aktivis Pers Kampus Bestari Unmuh Malang

0 comments: