Senin, 27 Juli 2009

Jangan Mau Jadi Sarjana Nganggur


Minggu, 26 Juli 2009 (Malang Post)

ADA sebuah kekhawatiran besar yang saat ini dihadapi sebagian besar mahasiswa menjelang wisuda, yakni ketakutan akan menyandang status pengangguran intelektual. Kondisi itu saya tangkap dari obrolan teman-teman mahasiswa semester akhir yang tinggal menunggu waktu saja untuk meraih gelar sarjana, yang merasa khawatir dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan sebab kompetisi dunia kerja semakin ketat dan keras. Memang tidak bisa digeneralisir, namun penulis yakin sebagian besar mahasiswa mengalami hal serupa terkait makin banyaknya jumlah sarjana yang nasibnya belum beruntung hingga menyandang sebutan ’pengacara’ (pengangguran banyak acara).

Kondisi itu dapat dimengerti akibat jumlah lulusan mahasiswa yang menenteng gelar sarjana maupun diploma dari tahun ke tahun semakin banyak. Sementara, lapangan kerja yang tersedia jumlahnya tak sebanyak job seekers (pencari kerja). Alih-alih mendapat pekerjaan, para sarjana masih banyak yang menganggur. Data yang dilansir Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2008 menyebutkan jumlah angka pengangguran lulusan perguruan tinggi mencapai 2 juta lebih. Angkanya cukup fantastis tersebut terdiri 1.224.520 bergelar sarjana dan pengangguran tingkat diploma mencapai 882.550. Data dari Dirjen Dikti bahkan menyebut angka pengangguran sarjana menunjukan kecenderungan terus naik. Fakta itu jelas bikin miris semua pihak mengingat pada 2007, jumlah sarjana yang tak bekerja masih 976.473 orang dan alumni diploma 727.507. Bisa dilihat terjadi peningkatan cukup signifikan jumlah pengangguran yang merupakan lulusan perguruan tinggi (PT).

TAK PUNYA SKILLl
Banyaknya pengangguran intelektual merupakan cerminan buruknya kualitas pendidikan Tanah Air. Lihat saja jumlah pengangguran diploma yang jumlahnya tak terlampau jauh dibanding sarjana. Padahal program diploma dibuat untuk menekankan pada ilmu praktik dan bukan teori, namun pada kenyataannya tetap saja banyak yang tak bisa mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya di bangku kuliah dengan terbukti tak bisa diterima di dunia kerja. Hal itu jelas sangat ironis dan menjadi bukti bahwa terjadi kesenjangan antara ilmu yang didapatkan di perkualiahan dengan permintaan dunia kerja.

Anehnya, di sisi lain terungkap fakta yang mampu membelakkan mata banyak pihak, yakni banyak pula perusahaan yang kesulitan mendapatkan pegawai di beberapa posisi tertentu. Seperti dikatakan CEO Group Mizan, Haidar Bagir, yang merasa kesulitan mendapatkan orang yang bakal ditempatkan di beberapa posisi tertentu diperusahaannya. Memang yang melamar ratusan orang, tetapi empat kandidat yang dibutuhkan amat sulit didapat. Bahkan, saking sulitnya mencari orang yang sesuai, dia sampai harus memasang iklan di tiga media nasional sekaligus. Itu pun juga belum didapatkan (Republika, 30/6/2008).

Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi (Menakertrans), Erman Suparno, juga menyebut banyaknya lulusan dunia pendidikan hingga tak terserap dunia kerja bukan karena masalah minimnya lapangan pekerjaan. Tetapi didasarkan pada minimnya kompetensi job seekers yang di bawah standar sehingga tak memenuhi kualifikasi dunia kerja. Terbukti, dari setiap penyelenggaraan bursa kerja disebutkan hanya sekitar 25 persen yang bisa terisi para pencari kerja. Selebihnya, lulusan PT tidak diterima dunia kerja dengan alasan minimnya keahlian yang dimiliki pelamar kerja.

Kondisi itu jelas bikin miris dan ironis mengingat di saat banyak pengangguran berjuang keras mencari pekerjaan, ternyata tak sedikit perusahaan kebingungan akibat sulitnya mendapatkan staf perusahaan yang sesuai dengan kualifikasi perusahaan. Akibatnya, sarjana pencari kerja tetap berstatus pengagguran, sementara jumlah jabatan tertentu yang lowong tak ada yang mengisi. Berpatokan itu, jelas terjadi ketidak sinkronan antara dunia pendidikan PT dengan kebutuhan dunia kerja. Karena idealnya antara bekal yang didapat sarjana pencari kerja terkoneksi dan terorganisasi dengan baik dengan keinginan pasar industri sehingga setelah wisuda dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapatnya di dunia kerja.

Tidak sinkronnya ilmu yang didapat dengan tuntutan lapangan kerja memang menjadi kambing hitam atas membludaknya jumlah pengangguran terdidik. Namun tidak bijak jika hanya menyalahkan kampus sebagai kawah candradimuka untuk menghasilkan lulusan terdidik berkompeten. Karena bisa jadi letak sumber permasalahan pokok ada pada sarjana itu sendiri.

Mengingat sudah menjadi rahasia umum jika sebagian besar mahasiswa tertanam konsep bahwa tujuannya kuliah adalah meraih nilai tinggi (IPK) dan menguasai beragam teori yang diajarkan di bangku kuliah, yang itu disebut sebagai penguasaan hard skill. Pada kenyataannya, dunia kerja menginginkan lulusan yang memiliki soft skill mumpuni. Misalnya, karakter periang, bertanggungjawab, pandai berkomunikasi, percaya diri, dan mampu bekerja bersama. Pengabaian penguasaan soft skill dan terlalu fokus pada hard skill membuat alumni PT tidak bisa memenuhi keinginan pasar industri.

Tak ada jalan selain mengubah mindset alam bawah sadar setiap pencari kerja untuk tak lagi pasif menunggu panggilan, melainkan lebih baik kalau mampu membuka lapangan kerja sendiri. Sementara, mahasiswa yang masih kuliah mesti menyiapkan dirinya untuk mampu mengembangkan soft skill dan tak berkutat hanya kuliah saja. Hal itu supaya ketika kompetisi memperebutkan pekerjaan semakin berat, sarjana mampu mengantisipasi lebih dini dan bisa berputar halaun menjadi wirausahawan jika dunia kerja menolak.

Untuk itu, sudah sewajarnya setiap job seekers bergelar sarjana maupun mahasiswa calon wisudawan berjuang ekstra keras meraih harapannya dengan meningkatkan kemampuan dalam dirinya jika tetap ingin mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan. Atau menjadi pribadi mandiri dengan mencoba merintis usaha sendiri dan tak menggantungkan nasib kepada orang lain. Apakah kita ingin seperti lakon utama dalam film Si Doel yang kesana-kemari menenteng tas berisi ijazah untuk mencari pekerjaan dan ditolak terus? Tentu kita tak mau seperti itu.

Erik Purnama Putra
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

0 comments: