Tuesday, 02 June 2009 (Seputar Indonesia)
MULAI hari ini,ketiga pasangan capres dan cawapres bakal lebih sibuk karena masa kampanye resmi dimulai. Di saat semua politikus berebut kekuasaan untuk merebut kursi RI-1,bangsa ini sedang menghadapi tantangan berat sebab kedaulatan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) berada dalam ancaman.
Adalah manuver kapal perang Malaysia yang terus melakukan gerakan memasuki perairan Ambalat yang menjadi pokok permasalahannya. Apalagi dari data yang dilansir Mabes TNI,setidaknya 11 kali Tentara Diraja Laut Malaysia masuk perairan Indonesia secara terang-terangan.
Bahkan ketika diberi peringatan, radio komunikasinya sengaja dimatikan sehingga baru setelah ada pergerakan dari kapal perang TNI AL mereka menjauhi wilayah laut Indonesia.Baru kembali ke perairannya setelah kapal perang Indonesia menggiringnya. Serangkaian provokasi yang dilakukan Malaysia jelas merupakan sebuah ejekan bagi pemerintah karena sudah menginjak-injak kedaulatan negara.
Pasalnya, baru-baru ini ketika mengunjungi Jakarta,Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan bahwa Malaysia akan mengedepankan cara damai guna menyikapi kasus Ambalat.Nyatanya,omongan itu sekadar manis di bibir dan berbeda jauh dari tindakan Tentara Diraja Laut Malaysia yang terang-terang melanggar hukum internasional dengan memasuki wilayah perairan Indonesia.
Anehnya, para calon pemimpin bangsa terkesan tak ambil pusing dan lebih berkonsentrasi dengan kunjungan atau safari ke berbagai daerah untuk mempromosikan dirinya. Hal itu jelas naif sebab di saat Indonesia dalam keadaan genting akibat ancaman tindakan kapal perang Malaysia, mereka malah sibuk meningkatkan popularitas pencitraan demi meraih dukungan dalam ajang pilpres.
Sangat mengherankan bagaimana tenangnya para pemimpin kita yang tak sedikit pun menyinggung kasus Ambalat dalam setiap kesempatan aktivitas mereka. Sehingga dapat dikatakan pemimpin kita terkesan kurang serius berusaha menyelesaikan kasus tersebut karena baru bereaksi setelah kasus itu mencuat kembali.
Karena itu,apakah kita harus pasif menyikapi berbagai aktivitas Tentara Diraja Laut Malaysia yang kurang ajar tersebut.Tentunya patut dipertanyakan semangat nasionalisme para elite politikus yang sibuk kampanye.Jika demikian, maka selayaknya calon pemimpin bangsa harus belajar pada Soekarno yang dengan berani mengambil keputusan tegas dengan slogan ”Ganyang Malaysia”.
Setidaknya aspek keberanian pemimpin sangat dibutuhkan sehingga Indonesia tak semakin dipandang rendah bangsa lain. Memang kita mungkin tak akan mengambil langkah seekstrem itu karena akan kontraproduktif dalam konstelasi politik internasional saat ini.Namun,berangkat dari itu maka masyarakat bisa menilai kalau belum jadi presiden saja sudah tak peduli dengan persoalan bangsa dan lebih mengedepankan memenuhi kepentingannya sendiri terlebih dulu, dapat dipastikan ketika memimpin negeri ini nantinya yang bersangkutan akan lebih tak peduli lagi mengurusi bangsa ini.
Untuk itu, sudah saatnya rakyat Indonesia menyuarakan aspirasi supaya para politikus tak sibuk dengan agendanya sendiri dan memaksa mereka untuk mengambil langkah tegas.Padahal,salah satu tugas menjadi pemimpin bangsa adalah menjaga integrasi bangsa ini tetap berlangsung dan tak diremehkan bangsa lain.(*)
Erik Purnama Putra
Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
0 comments:
Posting Komentar