Selasa, 07 April 2009

Waspadai Gerakan Kontra Pemberantasan Korupsi

Senin, 20 Oktober 2008 (Surabaya Pagi)

Gencarnya pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat banyak pihak menjadi keder dan takut. Karena itu, ada beberapa golongan yang terindikasi mencoba melakukan berbagai cara agar bisa membendung laju KPK dalam upaya menyikat habis pelaku korupsi.

Banyaknya tokoh politik yang terancam dengan keberadaan KPK sepertinya membuat sebuah gerakan yang ingin menghancurkan KPK secara diam-diam dengan menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan balik kepada KPK.

Hal itu dilakukan beberapa pihak yang merasa bakal ikut menjadi pesakitan dan menjadi korban atas upaya KPK yang ingin melakukan pembersihan praktik korupsi di Indonesia. Bahkan indikasi itu sudah terlihat dengan adanya beberapa kalangan yang sampai melakukan perlawanan balik (corruptor fight back) guna menghindari diri maupun kelompoknya agar terhindar dari kejaran KPK.

Kondisi itu tentu patut kita sayangkan karena berkat KPK banyak kasus korupsi kelas kakap yang terkuak dan terungkap ke publik. Karena itu, sebaiknya institusi hokum, terutama KPK harus ekstra waspada menyikapi gerakan perlawanan anti korupsi dari beberapa pihak yang tidak senang dengan sepak terjang KPK.

Indikasi paling terang yang dapat ditangkap publik adalah kompaknya penghuni Senayan yang secara terang-terangan menentang kebijakan KPK yang ingin menggeledah ruang kerja Al Amin Nasution. Hal itu jelas mengesankan adanya sebuah bentuk perlawanan meskipun tidak secara frontal.

Memang dapat dimaklumi jika banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menentang penggeledahan tersebut. Karena bisa jadi nantinya KPK bisa menemukan bukti baru yang dapat menyeret anggota dewan lainnya mengikuti jejak nasib seperti Al Amin Nasution. Padahal jika dipikir secara logis sudah menjadi kewajiban anggota dewan untuk tidak menghalang-halangi proses hukum demi kelancaran penegakan hukum.

Sayangnya, entah didasari perasaan solidaritas buta atau melindungi kepentingan kelompok, sehingga penghuni Senayan ramai-ramai menentang tindakan KPK menggeledah dan mencari bukti berkaitan kasus suap dan pemerasan yang melibatkan Al Amin Nasution.

Buktinya setelah penggeledahan dan kasus Al Amin diselesaikan di pengadilan, KPK menemukan lagi banyak kasus korupsi di Senayan dan menangkap beberapa anggota dewan lainnya dalam kasus korupsi.

Masih ada peristiwa janggal berkaitan dengan masalah pembahasan draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) yang terkesannya diulur-ulur beberapa oknum pejabat di tataran pemerintahan. Sehingga molor dari jadwal pengesahan yang sudah ditetapkan. Yang tentu saja hal itu berdampak pada terhambatnya gerak KPK dalam memberantas korupsi.

Belum lagi masalah revisi Undang-Undang tentang penyadapan oleh KPK, yang diinginkan anggota dewan agar direvisi. Hal itu jelas merupakan sebuah bentuk upaya pengebirian dan membatasi kinerja KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi yang melibatkan elite pejabat.

Namun, itulah wajah bopeng dan bentuk kebobrokan moral pejabat tinggi di Indonesia. Pasalnya jika kepentingannya terancam, mereka tidak segan-segan menggunakan kekuasaannya untuk melakukan berbagai tindakan yang sekiranya bisa melindungi dirinya, walaupun kebijakan yang dikeluarkan sangat kontradiksi.

Karena itu, saya sarankan agar KPK maupun aparat penegak hukum lainnya waspada dengan berbagai manuver pejabat tinggi yang ingin melakukan corruptor fight back. Sehingga dengan tetap konsisten membongkar berbagai kasus korupsi besar di Indonesia, KPK bisa mendapatkan dukungan moral dari pemimpin pemerintah dan masyarakat sebagai modal untuk terus memberantas korupsi di Indonesia.

Erik Purnama Putra
Jurnalis Koran Kampus Bestari Universitas Muhammadiyah Malang

0 comments: