Selasa, 07 April 2009

Kisah Pasangan di Mabuk Asmara


Minggu, 1 Maret 2009 (Malang Post)

Cinta itu buta. Kalimat itu sangat pas untuk menggambarkan cerita tokoh utama dalam novel Rosid & Delia karya Ben Sohib. Isi buku ini secara keseluruhan menceritakan konflik individu yang terjadi dalam sebuah keluarga keturunan Arab yang memiliki anak bernama Rosid, yang mencintai warga pribumi (Betawi) yang berlainan agama (Kristen).

Latar belakang kehidupan masyarakat Arab-Betawi yang bertempat di Ibu Kota dengan segala aktivitasnya membuat setting ceritanya menjadi dinamis, tetapi menimbulkan dilematik bagi pembaca. Cerita yang lugas dengan mengambil kejadian yang benar terjadi di sekitar kita membuat buku ini menjadi menarik dan dapat dibilang bukan fiksi. Mengingat seluruh jalannya cerita dan content yang terkandung di dalamnya menampilkan realita kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Kisah bermula ketika Rosid berani menentang babenya, Mansur bin Salim al-Gibran, karena tidak diizinkan menjalin hubungan dengan kekasihnya yang cantik, Delia. Rosid yang menganggap ayahnya kolot dan tidak mempunyai cara pandang anak muda menuduh bahwa babenya hanya ingin menang sendiri tanpa pernah mau mendengar keluh kesah anaknya.

Mansur yang tahu Rosid sudah punya pacar semakin mendidih otaknya dan bereaksi dengan segala cara untuk memisahkan anaknya dari wanita yang tak disukainya. Rosid yang kritis, meskipun tak menempuh pendidikan tinggi terus berusaha meyakinkan kedua orangtuanya bahwa Delia adalah jodohnya dan tentu akan dinikahinya kelak. Dan di lain pihak. Mansur al-Gibran makin mempercepat memisahkan Rosid dari Delia dan berusaha menjodohkan anaknya dengan gadis pilihannya. Itu dilakukan Mansur karena dia tidak ingin anaknya lengket dengan wanita yang menurutnya tidak sesuai dengan penilaiannya.

Pasalnya, setelah Mansur mengetahui bahwa anaknya punya pacar yang beda agama, dia merasa gusar dan menolak mentah-mentah pilihan anaknya yang ingin menikahi putri yang tak seagama dengan klannya. Mansur bin Salim yang mewarisi ajaran nenek moyangnya tidak ingin anaknya tersesat dan keluar dari jalan kebenaran akibat kecantol gadis manis yang berbeda kepercayaan terhadap Sang Pencipta dengan agama yang dianutnya. Sehingga membuat dirinya merasa sudah menjadi kewajibannya untuk ‘menyelamatkan’ anaknya dari cengkeraman ‘setan perempuan’ cantik. Sebab dalam tradisi leluhur keluarganya pernikahan beda agama sangat dilarang.

Persoalan rumit itu akhirnya membuat suasana keluarga Mansur al-Gibran memanas. Kondisi itu juga membawa Rosid pada suatu pilihan dilematis. Pasalnya pernikahan beda agama pasti menimbulkan dampak serius dan itu bukannya tak disadari Rosid. Tetapi dia siap menanggung segala konsekuensi logis yang harus dihadapinya terutama dari babenya. Yang penting dirinya bisa menikahi Delia sang pujaan hatinya.

Pasangan yang sedang dimabuk cinta itu melakukan lobi khusus kepada orangtua masing-masing denga tuuan agar hubungan kasih sayang yang sudah dipertahankannya bisa terus berlanjut. Karena mereka yakin akan kebenaran tentang jodoh di tangan Tuhan. Sehingga tidak bakal ada yang bisa memisahkan ketentuan Tuhan. Yang berarti keduanya pasti tetap menikah meskipun tanpa restu orangtua.

Darah muda yang masih menyelimuti Rosid membuatnya berani menerjang badai penolakan dari keluarganya dan ‘mengultimatum’ orang tuanya agar merestui hubungan keduanya. Bahkan, Delia, si cewek manis berani beradu argumen dengan ayahnya ketika dia mengutarakan kisah cintanya kepada ayahnya yang juga menolak hubungan dua insan muda tersebut. Dan bisa ditebak kemarahan ayah Delia membuncak dan dia harus menerima kenyataan pahit, serta harus menabahkan dirinya sendiri supaya tetap tegar karena orangtuanya melarang untuk menikah.

Pada waktu bersamaan, Mansur meminta bantuan saudaranya, Rodiyah, untuk memisahkan anaknya dengan pacarnya yang berlainan agama. Rodiyah dengan segala cara akhirnya membuat tak-tik supaya Rosid bisa lepas dari Delia. Rodiyah melakukan perbuatan ekstrem hingga minta bantuan paranormal supaya Rosid, meminjam istilah sang babe, bisa ‘disembuhkan’ Rosid dari gangguan setan cantik. Karena Mansur menganggap hubungan anaknya itu sebuah kiamat yang harus dihindari demi mencegah kerusakan lebih parah dalam silsilah keluarganya jika sampai menjalin hubungan dan menikah dengan Delia yang beda agama.

Setelah Rodiyah berhasil memperoleh rahasia dari paranormal. Mansur melakukan segala upaya sesuai permintaan Rodiyah atas saran ‘orang pintar’ yang ditemuinya. Di samping menggunakan cara instans, cara nyata juga dilakukan Mansur, seperti mengenalkan Rosid pada Nabila, anak saudara jauhnya yang masih satu marga di bawah naungan al-Gibran. Semua itu dilakukannya demi memisahkan hubungan pasangan muda yang beda agama dan suku bangsa tersebut dan Rosid bisa melupakan Delia.

Setelah lelah menunggu hasil kerja kerasnya, akhirnya Mansur mendapati kabar bahwa anaknya akan putus dengan Delia. Bukan main kepalang senang hatinya. Saat itu juga dia merasa bersyukur bahwa tawakalnya tidak sia-sia.

Namun, keadaan berubah sehari setelahnya. Kegembiraan hatinya yang sudah senang melihat hubungan anaknya di ujung tanduk dengan Delia lenyap seketika saat keduanya terlihat bersama di atas perahu karet yang datang menolong keluarganya saat rumahnya terkena musibah banji yang menggenangi seluruh wilayah Jakarta.

Sejak saat itu kedua insan muda itu makin lengket dan tidak bisa dipisahkan. Hal itu makin membuat Mansur stress berat dan tidak bisa habis pikir dengan keadaan tersebut. Apalagi secara tersirat Mansur mendapati Muzna, istrinya dan Nawira, kakaknya Rosid yang sudah menikah ikut setuju dengan hubungan mereka dengan alasan Delia memiliki hati baik.

Walaupun kisah novel ini dituturkan dengan gaya bahasa sederhana, namun benturan nilai dan cara pandang antara ayah dan anak yang mempunyai karakter sama-sama ngotot dan ingin pendapatnya di kedepan kan membuat novel ini menjadi menghibur. Dan secara tak langsung membuat pembaca (remaja) menjadi tersindir jika merasa bahwa dirinya selama ini melakukan hal sama kepada orang tuanya.

Di samping itu, Ben Sohib seolah ingin mengajak kita untuk merefleksi dan bertanya pada diri sendiri, apakah kita selama ini tidak melakukan perbuatan yang sama dengan karakter utama dalam novel ketika memutuskan sesuatu tidak secara bijak? Karena kadang tanpa pembaca sadari bahwa dalam kehidupan nyata kita sering menuruti keinginan dan melakukan pembenaran untuk memperkuat argument supaya yang kita lakukan itu tampak benar.

Judul Buku : Rosid & Delia
Pengarang : Ben Sohib
Cetakan : I, November 2008
Tebal : 414 halaman
Penerbit : Ufuk Press, Jakarta
Peresensi : Erik Purnama Putra, Mahasiswa Psikologi dan Pegiat Pers Kampus Bestari Universitas Muhammadiyah Malang
Gedung SC Lantai 1 Bestari Kampus III UMM, Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang
erikeyikumm@yahoo.co.id

0 comments: