Rabu, 16 Maret 2011

'Libya is One Libya'

Selasa, 22 Maret 2011 (Republika)

Oleh Erik Purnama Putra

Namanya Ahmed Yousef Sudkey (26 tahun), mahasiswa master degree Communication and Information System Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) Malang. Dia adalah salah satu dari 27 mahasiswa Libya yang tercatat kuliah di UB. Dalam menempuh perkuliahan di pascasarjana, Ahmed menargetkan dapat menyelesaikan kuliah dalam waktu 1,5 tahun untuk mendapatkan gelar master.

Sebelumnya, ia sempat mengenyam pendidikan di salah satu kampus di Malaysia selama kurang lebih tujuh bulan. Namun, karena tertarik dengan beberapa cerita seputar kehidupan di Indonesia dari temannya, maka ia memutuskan pindah melanjutkan kuliah di Indonesia.

Ahmed sendiri sudah enam bulan menginjakkan kakinya di Malang dan mulai bisa mengucapkan sepatah dua patah kata dalam Bahasa Indonesia. Saat ditemui Republika beberapa waktu lalu, Ahmed datang bersama salah satu temannya dari Libya. Perbincangan itu berlangsung sebelum kubu koalisi melakukan serangan udara mulai Sabtu lalu.

Selama perbincangan berlangsung, ia menjawab dengan nada tegas, tak banyak mengumbar tawa. Ia mengaku gelisah dengan keadaan yang terjadi di negaranya.

Menurut Ahmed, kencangnya tuntutan demonstran antipemerintah yang ingin agar Presiden Muamar Qadafi turun dari jabatannya membuat situasi negara kaya minyak tersebut menjadi sangat kacau. “Keamanan menjadi hal yang sulit ditemukan. Begitu juga dengan keluarga saya yang sementara ini masih aman, tapi tidak tahu esok, lusa, dan seterusnya,” katanya.

Dalam beberapa hal, pria lajang yang lahir dan bermukim di Benghazi ini tidak bisa terus terang membuka informasi pribadi tentang diri dan keluarganya. Tak jarang ia langsung menolak menjawab jika pertanyaan yang diajukan dinilanya bisa mengancam keamanan keluarga dan kerabatnya yang masih tinggal di Libya.

Ia tidak mau menyebutkan jumlah saudara serta nama ayah dan ibunya. “Tidak bisa. Tidak bisa saya sebutkan. Sekarang di negara saya belum aman dan saya tidak bisa menjelaskan segala informasi seputar keluarga saya,” tegas Ahmed.

Ahmed mengakui, kekerasan oleh pasukan Qadafi yang telah berkuasa lebih empat dekade di luar batas kewajaran. Berdasarkan keterangan keluarganya, militer dengan gampangnya mengeluarkan peluru dari senapan otomatis mutakhir untuk menembaki demonstran dari pihak oposisi. “Untuk kasus ini, saya tidak suka dengan kebijakan Presiden. Mengapa masyarakat biasa harus ditembaki padahal mereka tidak bersalah?” kata Ahmed.

Ia sangat miris melihat banyaknya warga sipil terbunuh dalam krisis di Libya. Ahmed mengingkan semua itu segera berakhir sebab pertumpahan darah tidak boleh dilanjutkan hanya gara-gara ingin menurunkan rezim Qadafi. “Pengorbanan yang terjadi saya rasa harus dihentikan. Cukup sudah warga yang harus kehilangan nyawa.”

Pendemo pemerintah semakin berani melawan kekuasaan Qadafi dinilainya murni akibat kebijakan pengekangan yang dilakukan pemerintah terhadap warga sipil dan pihak oposisi. Ditambah realita banyaknya warga miskin yang kesulitan mendapatkan pekerjaan maka seluruh rakyat menginginkan perubahan di Libya.

“Tuntutan rakyat yang utama itu adalah perubahan. Tidak hanya menurunkan Qadafi dari jabatannya. Rakyat sudah tidak nyaman dengan keadaan yang ada,” jelas Ahmed.

Ahmed berharap beberapa negara ikut terlibat aktif mendesak penguasa untuk menarik militer guna menghentikan perang saudara yang terjadi di Tanah Air tercintanya. Tak lupa, Ahmed juga meminta agar organisasi perlindungan hak asasi manusia (HAM) dunia untuk turun tangan melakukan investigasi terkait tragedi berdarah terkeji yang pernah dilihatnya.

“Organisasi HAM harus turun melakukan investigasi di Libya. Pihak yang melakukan kekerasan dan terbukti bersalah harus dihukum,” pintanya.

Ahmed bertekad melanjutkan kuliahnya saat ini. “Saya ingin segera kembali jika sudah dapat gelar. Saya ingin berkontribusi membangun negara saya menjadi lebik baik,” tekad Ahmed.

Sebelum berpisah, Ahmed menuliskan pesan yang menjadi harapannya dan harapan rakyat Libya. Libya is One Libya, atau hanya ada satu Libya yang bersatu dan tidak terpecah belah. ed: yeyen rostiyani

0 comments: