Jumat, 18 Februari 2011

Klakson

Jumat, 18 Februari 2011 (Unpublished)
 
Oleh Erik Purnama Putra

Klakson identik dengan kendaraan bermotor, entah sepeda motor, mobil, truk, atau kereta api. Suaranya yang khas membuat orang dengan mudah mengenali dan membedakan jenis klakson kendaraan. 

Menurut Wikipedia, klakson adalah terompet elektromekanik atau sebuah alat yang membuat pendengarnya waspada. Biasanya klakson digunakan pada kereta, mobil dan kapal untuk mengkomunikasikan sesuatu.

Maksudnya, klakson memberi tahu pendengarnya bahwa ada kendaraan yang datang dan mengingatkan akan kemungkinan bahaya yang terjadi. Dengan kata lain keberadaannya berfungsi sebagai pengingat dini agar orang disekitar kita waspada.

Sayangnya, fungsi klakson yang sebenarnya bermanfaat kadang kala beralih fungsi. Fenomena itu mudah kita temukan di jalan raya yang penuh dengan iringan kendaraan roda dua dan empat.

Biasanya, entah karena terburu-buru atau ingin menang sendiri tak jarang pengguna jalan seenaknya sendiri mengobral bunyi klakson kendaraannya. Dengan harapan agar kendaraan di depannya minggir untuk memberi jalan kepadanya, yang bersangkutan akan membunyikan klakson secara terus-menerus sampai keinginannya terpenuhi.

Jika kendaraan di depannya tak juga menepi, suara klakson yang mengangetkan dan memekakkan telinga akan terus dibunyikan dengan nada tertentu. Dari suara klakson itu, kita biasanya jadi tahu bahwa yang bersangkutan sedang marah akibat keinginannya tak terpenuhi

Yang menjengkelkan tentu jika yang suaranya sangat kencang di luar standar normal. Tak jarang hal itu membuat pengendara lain marah sebab merasa dilecehkan dengan bunyi bel kendaraan yang jelas menyalahi etika tersebut.

Di luar itu, menurut saya, klakson juga bisa menjadi tanda untuk mengetahui kepribadian seseorang. Paling mudah jika kita perhatikan pengendara di jalan raya. Mudah dijumpai pengendara yang ingin menang sendiri dengan terus membunyikan klakson sepanjang jalan dengan harapan bisa melenggang tanpa hambatan. Konsekuensinya adalah orang lain mengalah untuknya.

Yang paling parah adalah ketika semua pengendara berhenti di depan traffic light (lampu lalu lintas). Dari situ terlihat bahwa karakter masyarakat Indonesia sebenarnya sangat tidak sabaran. Pengendara yang di depan akan terus menggeber gas kendaraannya agar ketika lampu hijau menyala bisa langsung meluncur cepat.

Seperti dikejar setan, pengendara mengobral bunyi klakson kendaraannya agar pengendara di depannya lekas bergerak. Adapun pengendara yang terjebak di posisi tengah maupun belakang biasanya akan dengan mudahnya membunyikan klakson kendaraannya agar yang di depan segera bergerak.

Saya sendiri tak jarang mengalami hal itu, yang tentunya membuat jengkel. Padahal tanpa diberi kode bel pun pasti saya akan memacu kendaraan saya jika lampu sudah hijau. Tapi, kenyataan di lapangan tidak begitu.

Karena dalam traffic light juga terpampang count down (hitungan mundur) lampu merah, membuat ketika angka sudah menyentuh satu digit para pengendara seperti kesetanan. Mereka pada tidak sabaran untuk tancap gas dengan memberi kode memencet tanda klakson di kendaraannya.

Mengacu hal itu, boleh disimpulkan jika pengendara kita ingin menangnya sendiri. Mereka tidak menghiraukan kenyamanan pengendara lain, namun malah memikirkan dirinya sendiri.

Saya tentu mengharapkan pengendara lebih sabar di jalan raya. Jangan menganggap jalan raya adalah milik nenek moyangnya. Jalan raya yang merupakan fasilitas milik bersama hendaknya menjadikan pengendara hormat kepada pengendara lain. Tidak mengumbar suara klakson kendaraannya yang kadang sampai membuat orang lain naik darah.

Semoga kita mau belajar untuk bisa menahan diri ketika membawa kendaraan. Menjaga etika itu penting, tak sekedar membuat kita nyaman berkendara, namun juga tak mengganggu pengendara lain. Semoga kita patuh dan sadar akan peraturan lalu lintas.

0 comments: