DI kalangan masyarakat pecinta dunia tasawuf, nama Syekh Ahmad Ibn Muhammad ibn ‘Athaillah as-Sakandari sangat melegenda. Sosok kelahiran Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Kairo pada 1309 M tersebut mendapatkan julukan al-Iskandari atau as-Sakandari, merujuk pada kota kelahirannya.
Sedari kecil, Ibn ‘Athaillah –nama panggilannya—lebih dikenal sebagai pribadi yang gandrung belajar. Sebab ia banyak menimba ilmu dari berbagai syekh demi memenuhi kepuasan hatinya yang haus akan ilmu. Tak heran, Ibn ‘Athaillah termasuk ulama produktif, tak kurang 20 karya pernah ditulisnya. Karya itu meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh.
Di antara berbagai buku yang ditulisnya itu, yang paling popular adalah kitab Al Hikam. Buku tersebut disebut-sebut sebagai magnum opus alias mahakarya teragungnya. Mengingat kitab itu banyak memuat tulisan Ibn ‘Athaillah, yang mengajarkan seseorang untuk menggapai kehidupan sejati dan pelita hidup dengan berada dalam jalur yang diridhoi-Nya.
Sayangnya, kitab yang berusia ratusan tahun itu mengandung pesan yang luar biasa bagus, sehingga dibutuhkan pencernaan mendalam untuk mengkaji karya penuh makna itu. Alhasil, tak semua orang, khususnya awam, mampu memahami kandungan pesan bijak yang tersirat dalam ajaran Ibn ‘Athaillah itu.
Sebuah kitab klasik akan terus dibutuhkan keberadaannya selama mampu memberikan pencerahan kepada umat. Tesis itu juga berlaku pada kitab Al Hikam yang tak lekang dimakan zaman. Malahan, kitab tersebut hingga zaman sekarang masih banyak dicari sebab ulasannya tetap relevan sebagai pegangan setiap manusia, khususnya muslim dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
Karena dalam kitab karya Ibn Athaillah tersebut banyak ajarannya yang mampu memberikan solusi yang menyeru kepada manusia agar bisa keluar dari masalah yang membelenggunya dengan jalan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Tak hanya itu, Al-Hikam yang fenomenal itu sangat indah dari segi gaya bahasanya, yang sungguh membuat umat berdecak kagum. Mengingat kedalaman nasehatnya membuat seseorang akan malu melihat dirinya ditelanjangi sedemikian rupa.
Kitab Al Hikam yang aslinya ditulis dalam bentuk kumpulan metafor indah (aforisma) jelas akan menjadi bacaan berat bagi masyarakat. Karena di samping memuat seribu untaian nasihat. Hampir dapat dipastikan tak banyak orang yang dapat memungut untaian nasihat tersebut dengan cepat. Pasalnya, tingginya bahasa dan kedalaman yang dikandung dalam setiap aforisma menjadi penyebabnya.
Namun hadirnhya buku Al Hikam Ibn ‘Athaillah karya Abdurrahman El ‘Ashiy setidaknya mengurangi kekhawatiran pembaca. Karena dalam buku yang menghidangkan ungkapan dan petuah syaikh besar itu, penulis mampu mengemasnya dalam ramuan penjelasan yang ringan, sederhana, dan selalu dikaitkan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari seseorang. Karena itu, pembaca yang orang awam akan dengan mudah menangkap pesan tersembunyi tentang kebijaksanaan sang syaikh itu.
Buku ini bisa menjadi pelita dalam menuntun seseorang mengarungi kehidupan. Tak dapat dimungkiri, buku ini juga dibutuhkan sebagai panduan untuk mengenal lebih dekat kasih sayang-Nya, yang selalu hadir di tengah kehidupan makhluk-Nya. Yang itu dapat diterapkan seseorang dalam kehidupan sosial dalam merajut hablum minannas.
Menariknya, buku ini mudah dicerna sebab penulis berusaha menjelaskan hingga terang benderang segala arti tersirat yang termaktub dalam ajaran yang ditulis Ibn Athailla. Meski penulis mengakui jika dirinya merasa masih dangkal dalam memahami karya kitab syaikh yang dijadikan pegangan bagi jamaah Tarekat Syadziliyah itu, tapi Abdurrahman El ‘Ashiy setidaknya dengan kemampuan yang dipunyainya mampu menyuguhkan sebuah ulasan menarik secara sederhana, yang membuat pembaca akan cepat menyerap ajaran Al Hikam. Sehingga pembaca bisa langsung memahami ajaran dari kitab yang banyak mengajarkan kebijaksanaan hidup bagi manusia itu.
Terpenting, buku ini banyak memberi pesan mendalam kepada setiap insan agar selama hidupnya di dunia tak digunakan untuk berbagai hal yang tak bermanfaat. Karena sangat disayangkan sekali jika sampai hal itu terjadi, maka akan termasuk ke dalam golongan orang yang merugi.
Padahal seandainya manusia tahu, berada dalam jalan-Nya itu lebih menyenangkan. Sebuah kebahagiaan sejati yang tak dapat ditandingi dengan apapun. Tapi, untuk mencapai itu semua, seseorang harus membuka hatinya dan mau melaksanakan ajaran Islam, agar menjadi pribadi berhati mulia dan tak menganggap hidup di dunia sebagai tujuan akhir.
Judul : Al Hikam Ibn Athaillah untuk Semua
Penulis : Abdurrahman El Ashiy
Penerbit : Hikmah
Cetakan : September 2009
Tebal : xvii + 286 halaman
Peresensi : Erik Purnama Putra, alumni UMM, tinggal di Surabaya
0 comments:
Posting Komentar