Kamis, 23 Juli 2009

Buktikan Siap Menang Siap Kalah


Senin, 13 Juli 2009 (Surabaya Pagi)

HASIL pemilihan presiden (pilpres) secara resmi dari penghitungan manual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang belum selesai dilakukan. Namun dari berbagai lansiran polling lembaga survei nasional, seperti duo LSI (Lingkaran Survei Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia), LP3ES, Cirus, maupun survei mandiri stasiun televisi menayangkan bahwa hasil quick count (penghitungan cepat) menyebutkan pasangan nomor 2 Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang.

Bahkan meraih suara mutlak sekitar 60 persen, jauh mengungguli pasangan nomor urut 1 Megawati Prabowo yang meraih sekitar 28 persen dan pasangan nomor urut 3 Jusuf Kalla-Wiranto sekitar 12 persen. Sehingga berpegangan hasil survei tersebut dapat dinyatakan pilpres berlangsung satu putaran.

Memang terlalu dini menyebut pasangan SBY-Boediono menjadi pemenang pemilu dan melenggang ke Istana Negara. Namun, setidaknya rakyat Indonesia sudah punya patokan akurat siapa calon pemimpin negara Indonesia yang bakal memerintah periode 2009-2014 dengan berpegang pada beberapa lembaga survei yang memang kredibilitasnya sudah teruji dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga hasil rilisan quick count bisa dipercaya tak jauh berbeda nantinya jika dikomparasikan dengan hasil hitungan manual KPU.

Sayangnya, meskipun sudah jelas bahwa pasangan capres nomor urut 2 mampu mengungguli rivalnya, yakni pasangan Megawati-Prabowo Subianto dan JK-Wiranto, namun sepertinya lawan pihak incumbent belum bisa menerima kenyataan bahwa dirinya berada pada posisi sebagai pihak yang kalah. Hal itu dapat dilihat dari munculnya pernyataan yang dilakukan pihak oposisi saat konferensi pers bahwa disebutkan pesta demokrasi terdapat konspirasi dari pendukung maupun tim sukses SBY-Boediono, dan terjadi pelanggaran sistematis yang membuat hasil pemilu cacat mengindikasikan yang bersangkutan belum mampu menerima kenyataan dengan sikap lapang dada.

Apalagi dikatakan pasangan Mega-Prabowo bakal menggugat hasil pilpres mengingat banyak sekali pelanggaran dan banyak pula pemilih yang tak bisa menyalurkan hak politiknya untuk memilih yang sebagian besar merupakan konstituen partai pendukungnya menandakan pasangan tersebut belum legowo dan berusaha mengingkari hasil pilpres yang dilangsungkan secara demokratis.

Memang harus diakui pilpres 2009, pelaksanannya banyak diriringi berbagai permasalahan di lapangan, terutama kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga membuat banyak penduduk tak bisa menyontreng. Tetapi dengan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan penduduk menyalurkan hak suaranya dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sebenarnya masalah DPT sedikit terselesaikan. Sehingga sangat tidak tepat jika pasangan yang kalah masih meributkan hasil pilpres yang merupakan cerminan keinginan mayoritas masyarakat.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan langkah yang bakal ditempuh pasangan Mega-Prabowo asalkan disalurkan sesuai prosedur hukum dan disertai bukti. Namun, sebelum melontarkan tudingan kepada lawannya seyogyanya pihak yang merasa dirugikan mawas diri terlebih dahulu daripada langsung menyalahkan orang lain. Karena bukannya mendapat simpati, bisa jadi malah rakyat menilai yang bersangkutan tak punya harga diri dengan terus mencari kesalahan orang lain. Maka itu, mending lebih baik jika kubu Mega-Prabowo untuk mengevaluasi tim suksesnya maupun program kampanye yang ternyata tak diminati rakyat daripada mencari kambing hitam atas kekalahannya.

Karena jika tetap ngotot untuk menyalahkan orang lain dan melakukan gugatan hasil pemilu –meskipun penyelenggaraan pilpres belum sempurna—keadaan tersebut semakin membuat rakyat antipati dengan sikap mereka yang terkesan tak bisa menerima hasil pemilu dengan lapang dada. Di samping itu, jelas sebuah kontradiksi dengan janji yang diucapkan semua pasangan capres-cawapres dalam deklarasi damai sebelum pilpres bahwa akan siap menang dan siap kalah.

Sehingga kalau benar nantinya bakal ada pihak yang masih menyangsikan hasil pemilu yang merupakan pilihan rakyat maka yang bersangkutan jelas mengkhianati janjinya yang belum lama diikrarkan. Maka itu, langkah baiknya bagi pihak peserta pilpres yang belum beruntung menjadi pemenang adalah bisa menerima dengan lapang dada dan tak ngoyo untuk tetap menggugat hasil pemilu dengan alasan menyalurkan aspirasi suara rakyat.

Berkaca pada hasil pilpres yang menenangkan incumbent dengan suara mayoritas, sepatutnya kubu oposisi bisa menahan diri dan tak terus menyebarkan tudingan yang tak ada untungnya bagi perjalanan bangsa. Lebih bijaksana jika pihak yang kalah tak saling menggugat supaya sikap ksatria dengan mengakui kemenangan lawannya dapat ditunjukkan dan rakyat dapat meniladi bahwa para capres dapat dijadikan teladan.

Hal itu agar situasi perpolitikan Tanah Air tak memanas dan rakyat tak lagi melihat politikus saling gontok-gontokan berebut kekuasaan. Kalau benar nantinya tim Mega-Prabowo dan JK-Wiranto memang berniat melakukan gugatan, rakyat bakal lebih buruk menilai bahwa mereka ambisius mengejar kekuasaan.

Erik Purnama Putra
Mahasiswa Psikologi UMM

0 comments: