Senin, 16 Maret 2009 (Koran Jakarta)
Tak ada yang menyangkal Tanah Air ini dikaruniai kekayaan alam luar biasa besarnya. Tak hanya di daratan, potensi wilayah perairan Indonesia yang termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), juga menyimpan kekayaan laut tak terhitung nilainya. Sayangnya, semua itu tak dapat dimaksimalkan pemerintah sebagai modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Buktinya sebagian besar penduduk negeri ini berada di bawah garis kemiskinan dan hidupnya termarjinalkan.
Kondisi itu menjadi sebuah ironi dan sangat kontradiktif dengan paras Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara zamrud khatulistiwa. Pasalnya meskipun sudah lebih enam dasawarsa merdeka dari penjajah kemakmuran masih sulit ditemukan di negeri ini. Malahan, tingkat kesejahteraan rakyat sudah di ambang batas terendah dan kemelaratan mudah dijumpai di pelosok negeri.
Indonesia Dikhianati adalah sebuah analisis mendalam dan merupakan hasil riset lapangan Elizabeth Fuller Collin yang menghasilkan data dan fakta tentang kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, serta politik Indonesia. Hasilnya, kapitalisme global sudah diterapkan dalam setiap kebijakan di segala lini oleh penguasa tamak yang hanya memikirkan kepentingan elite dan kelompok golongan atas. Yang dampaknya rakyat jadi korban dan nomor kesekian yang jadi prioritas dan diperhatikan dalam mewujudkan pembangunan di Indonesia.
Elizabeth F. Collins yang mengajar di Departemen of Clasics and World Religions dan Southeast Asian Studies di Ohio University berusaha mengupas dinamika demokrasi dalam konteks pembangunan proyek neoliberal yang mengutamakan pembangunan perusahaan besar, yang selalu mengorbankan kepentingan rakyat. Menurut wanita yang pertama kali menginjakkan kakinya tahun 1971 di Bukit Barisan, Sumatra Selatan, Indonesia yang menggembar-gemborkan ekonomi berbasis kerakyatan hanya slogan kosong. Namun pada kenyataannya kapitalisme menjadi ’tradisi’ yang diterapkan dalam sistem ekonomi di Indonesia oleh pemimpin negeri ini.
Kondisi itu bukan tak disadari penguasa, melainkan karena tutup telinga terhadap suara rakyat dan tunduk pada kekuatan antek kapitalis membuat pemerintah Orde Baru (Orba) hingga sekarang tutup mata pada kenyataan itu dan dibiarkan begitu saja tanpa pernah ada niatan mengatasinya. Dapat dikatakan Orba telah meninggalkan luka pahit yang sangat dalam kepada masyarakat Indonesia dan hingga kini masih dapat dirasakan efek buruk itu yang ditandai terpuruknya negeri ini.
Di mulai ketika krisis ekonomi Asia melanda, di mana Indonesia tak bisa mengelak dan ikut terimbas. Tak dinyana, pemimpin negeri ini malah tunduk pada saran lembaga moneter internasional (IMF) dalam menanggulangi krisis. Sayangnya, resep ekonomi yang diberikan IMF bukannya membuat kondisi krisis ekonomi sembuh, Indonesia malah semakin terjerumus ke dalam resesi akut dan krisis multidimensi. Itu terjadi sebab Soeharto tunduk pada anjuran IMF yang malah menjerumuskan sebab hanya mengejar keuntungan pribadi lembaganya, sementara nasib bangsa ini tak karuan lagi.
Tak hanya itu, pemerintahan yang otoriter menjadi cikal bakal timbulnya proyek pembangunan yang hanya menguntungkan segelintir pejabat. Pemerintah pusat menyedot habis kekayaan yang diambil dari daerah. Good Governance yang digadang-gadang pemerintah hanya sebuah propaganda belaka jika melihat realita di lapangan. Ketimpangan kesejahteraan dan pembangunan antara pusat dan daerah sangat mencolok hingga membuat banyak daerah menyuarakan ketidakpuasannya dengan mengancam ingin disintegrasi dari NKRI.
Bukannya sadar dan tobat, kebijakan neoliberal yang diusung pemerintah terus diterapkan yang mengakibatkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) tak berjalan efektif. Skema trickle down effect tak terjadi dan kekayaan hasil menjual barang tambang dari perut bumi dinikmati perusahaan besar multinasional yang berpusat di Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Tengok saja penduduk Papua, tempat pertambangan PT Freeport berada yang disebut-sebut mengelola pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia. Kenyatannya, masyarakat sekitar Freeport tetap hidup miskin dan terbelakang, serta tak memperoleh pendidikan sekolah. Belum lagi kasus Exxon Mobile di Cepu, yang sebagian besar penduduknya tak mengenyam pendidikan dan sarana infrastruktur desa jauh dari kata layak.
Tengok saja penduduk Papua, tempat pertambangan PT Freeport berada yang disebut-sebut mengelola pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia. Kenyatannya, masyarakat sekitar Freeport tetap hidup miskin dan terbelakang, serta tak memperoleh pendidikan sekolah. Belum lagi kasus Exxon Mobile di Cepu, yang sebagian besar penduduknya tak mengenyam pendidikan dan sarana infrastruktur desa jauh dari kata layak.
Dalam skala lokal, kebijakan Orba banyak merampas hak tanah para petani karena diberikan kepada perusahaan besar yang akan mengubah area itu menjadi perkebunan sawit di Sumatra Selatan hingga penduduk kehilangan akses terhadap sumber ekonomi yang secara turun generasi sebenarnya menjadi sandaran hidup mereka. Akibat yang terjadi adalah rakyat bergerak dan melawan.
Judul Buku : Indonesia Dikhinati
Penulis : Elizabeth Fuller Collins
Tahun : Desember 2008
Tebal Buku : 350 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Peresensi : Erik Purnama Putra, Aktivis Pers Koran Kampus Bestari Universitas Muhammadiyah Malang
0 comments:
Posting Komentar