Selasa, 07 April 2009

Perbanyak Lahirnya Whistle Blower

Rabu, 8 Oktober 2008 (Surabaya Pagi)

Akhir-akhir ini ada fenomena menarik yang terjadi di dunia hukum Indonesia, yaitu meningkatnya pengungkapan kasus korupsi. Tentunya semua itu adalah hasil kerja keras aparat penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sangat serius ingin memberantas korupsi di Indonesia.

Namun, di samping itu semua ada sisi menarik dari fenomena terkuaknya skandal korupsi yang menyeret banyak pejabat tinggi negara, yaitu munculnya whistle blower sebagai pihak yang ’baik hati’ mengungkap kasus korupsi, yang saja melibatkan dirinya juga.

Kasus pengungkapan korupsi terakhir yang paling kentara memunculkan sosok whistle blower adalah kasus travelers cheque yang menyangkut 41 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IX periode 1999-2004. Kasus cek perjalanan itu diduga terjadi berkaitan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom. Setiap anggota yang mendukung pencalonan Miranda Goeltom untuk menduduki kuris di BI itu disinyalir mendapatkan kompensasi cek perjalanan senilai masing-masing Rp 50 juta.

Skandal kasus pemberian reward balas budi tersebut terungkap berkat ’kebaikan’ Agus Condro yang juga menjadi pelaku, yang juga menerima uang haram tersebut. Entah motif apa yang mendasari Agus Condro hingga dia harus membuka kasus yang bikin geger elite politik negeri ini, yang jelas tindakannya itu perlu diacungi jempol. Meskipun Agus Condro ikut mencairkan uang dan menikmati hasilnya, tentu itu persoalan lain, karena pengadilan yang nanti akan menentukannya.

Sayangnya, keberanian Agus Condro membongkar kasus itu berakibat fatal. Partai yang dulu menaunginya PDI-P, malah merasa berang dan harus memecatnya dari keanggotaan partai karena tindakannya dianggap merugikan citra partai. Tentu konsekuensi logis yang juga harus diterimanya adalah namanya harus tercoret dari daftar calon legislator (caleg) yang didaftarkan PDI-P untuk bisa merebut kursi Senayan.

Mengenaskan memang, namun resiko itu mutlak bakal diterimanya mengingat keberaniannya mengungkap korupsi yang melibatkan banyak anggota dewan telah membuatnya dimusuhi kawan, baik dari partai lain maupun internal PDI-P.

Harusnya yang terjadi adalah PDI-P berterima kasih kepada Agus Condro yang membuka kasus cek perjalanan itu. Pasalnya, berkat kenekatannya masyarakat jadi tahu siapa saja koruptor yang telah menghabiskan uang negara. Sehingga pembocor imformasi itu sebenarnya sangat layak diganjar Nurani Award dan mendapatkan perlindungan hukum sebagai bentuk apresiasi atas kegigihannya mengungkap kasus itu ke publik.

Jika orang yang menjadi whistle blower nasibnya kurang mendapatkan perlindungan hukum, ditakutkan akan semakin sedikit orang yang berani membongkar kasus korupsi di Indonesia. Padahal negeri ini sangat membutuhkan banyak sekali orang yang berani membocorkan informasi mengenai kasus korupsi yang jumlahnya makin banyak.

Meminjam istilah Oce Madril selaku Peneliti Pusat Kajian Anti (PuKAT) Korupsi FH UGM, yang mengatakan bahwa whistle blower di Indonesia selalu bernasib tragis karena dalam posisi tidak aman akibat ditekan kanan kiri oleh pihak yang merasa tersudut. Sehingga nasib pembocor informasi itu kurang dihargai secara layak oleh aparat penegah hukum.

Padahal menurut Oce, seharusnya untuk memberantas kejahatan korupsi diperlukan tindakan luar biasa dan radikal agar korupsi dapat dilawan dan ditekan sedemikian rupa. Sehingga dengan memperbanyak kelahiran whistle blower bisa menjadi salah satu cara alternatif untuk memberantas korupsi di Indonesia.

Hal itu sebenarnya sudah diatur dalam UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No 31 tahun 1999 Pasal 41 mengenai pengaturan pemberian perlindungan saksi dan pelapor, Pasal 15 UU KPK tentang perlindungan kepada saksi dan pelapor, Pasal 5 UU No 16 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

Jika kita berpegang pada tiga dasar hukum di atas dan masih diperkuat dengan UU Tipikor Pasal 42, keberadaan saksi maupun pelapor berhak mendapatkan penghargaan dengan mendapatkan perlakuan lebih baik daripada pelaku korupsi lainnya.

Erik Purnama Putra
Jurnalis Koran Kampus Bestari UMM
erikeyikumm@yahoo.co.id

0 comments: