Minggu, 4 Mei 2008 (Surabaya Post)
Di tengah masih terpuruknya Bangsa Indonesia, ternyata masih banyak ‘mutiara’ yang mampu bersinar dan menorehkan prestasi yang membanggakan. Para anak muda tersebut berjuang gigih di jalannya masing-masing untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya guna menggapai prestasi impiannya. Meskipun berbagai kesulitan coba menghadang perjuang para anak muda tersebut, namun kondisi itu malah dijadikan sebagai tantangan yang harus ditaklukannya.
Krisis moneter yang terjadi sejak 1997 telah membuat Bangsa Indonesia seperti bangsa yang limbung dan kehilangan arah dalam pembangunan masyarakatnya. Jeratan krisis multidimensial, seperti kemiskinan, kebodohan, praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) seolah sudah akrab mewarnai kehidupan berbangsa. Ditambah dengan masih banyaknya masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dan belum mengenyam pendidikan secara layak juga menambah daftar panjang berbagai masalah bagi bangsa ini.
Namun di samping berbagai label buruk yang disandang bangsa ini, di sisi lain masih ada generasi penerus bangsa yang bisa membuat bangsa ini tersenyum dengan prestasi yang diukirnya. Generasi emas- sebutan 20 pemuda berprestasi—ini adalah contoh nyata dari pemuda Indonesia yang mampu berkarya dan berprestasi di bidangnya masing-masing. Keberhasilan mereka dalam berjuang di jalannya guna mengembangkan potensi dirinya telah membawanya kepada sebuah pencapaian yang mampu membuat bangsa ini bangga dengan keberadaan mereka.
Peran pemuda tersebut sungguh merupakan suatu kebanggaan tersendiri dan menjadikannya sebagai teladan bagi banyak pemuda lainnya. Mereka mengukir sejarah dengan hasil kerja kerasnya. Bisa disebut generasi emas ini adalah pahlawan bangsa karena atas dedikasinya, membuat nama baik Indonesia menjadi harum ditingkat internasional.
Munculnya anak muda yang mampu mengukir tinta emas itu seolah membuktikan bahwa Bangsa Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) tak kalah jika dibandingkan dengan negara lainnya. Memang jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang sudah 200 juta lebih, prestasi generasi emas tersebut seolah tenggelam dalam kuantitas. Tetapi tak bisa ditampik bahwa kontribusi anak muda tersebut telah mampu membukakan mata jutaan penduduk Indonesia bahwa prestasi itu bisa diraih asalkan harus dibarengi dengan kerja keras.
Salah satu contoh seperti yang ditorehkan Hagi Yulia Sugeha seorang Doktor terbaik lulusan The University of Tokyo, Jepang. Wanita yang sekarang bekerja di Pusat Penelitian Oseanologi LIPI tersebut demi kecintaannya kepada bangsanya sampai harus rela mengesampingkan karir dan tawaran beasiswa post doctoral yang menggiurkan. Semua itu dilakukannya dengan tujuan untuk mengabdikan ilmu yang diperolehnya kepada tanah air tercintanya.
Seandainya dia mau menerima tawaran beasiswa tersebut, Hagi akan mendapatkan uang jajan sebesar Rp 32 juta setiap bulannya, dan bahkan mungkin gelar profesor sekarang sudah disandangnya. Namun semua tawaran menarik tersebut ditampiknya dengan kembali ke Indonesia untuk menjalani pengabdian bagi bangsanya setelah lulus exellent dari universitas di Jepang (hal, 20). Celakanya, Higa sempat menganggur karena di Indonesia tak ada yang mau menerima dia bekerja. Untungnya, kepintarannya terselamatkan dengan diterimanya dia bekerja di LIPI. Itu pun dia hanya dibayar Rp 1,2 juta per bulan.
Ada juga perjuangan Sutrisno, seorang pria lulusan SMP yang mampu mengharumkan Indonesia di mata internasional dengan merebut prestasi sebagai juara angkat berat dunia kelas 60 kg. Anak petani dari desa Natar, Lampung tersebut merebut gelar manusia terkuat diseluruh jagat dan menempatkan namanya ke posisi puncak daftar 100 atlet terbaik angkat berat dunia sepanjang sejarah. Padahal Sutrisno lahir dan di besarkan alam di desanya. Namun kondisi itulah yang membuatnya memiliki kekuatan ’super’ yang mampu membawanya mencetak rekor dunia.
Ada lagi cerita perjalanan Usman Hamid, aktivis HAM yang bergiat sebagai koordinator Kontras, yang memperjuangkan nasib korban tertindas yang mencari keadilan, sosok Hilda Djuraida Rolobessy, seorang wanita juru damai di daerah konflik Ambon, yang terus berjuang menciptakan perdamaian di wilayah konflik. Asep Sulaiman Sabanda, pria yang dengan gigihnya mampu menciptakan banyak pekerjaan bagi warga Subang dengan bisnis ternak yang dirintisnya, serta berbagai tokoh pemuda lainnya yang mampu membuat menorehkan tinta emas bagi bangsanya, yang membuat pembaca seolah disuguhi cerita yang menggugah emosional.
Ke-20 pemuda yang mampu mengharumkan bangsa Indonesia dalam buku ini setidaknya mampu menjadi pelipur lara bagi bangsa di tengah masih terpuruknya kondisi bangsa ini. Pencapaian mereka merupakan sebuah prestasi fenomenal yang mampu membangunkan kesadaran masyarakat Indonesia. Jika selama ini ada anggapan bahwa SDM Indonesia masih rendah, ternyata masih banyak bibit-bibit unggul yang mampu mencetak prestasi dan itu dibuktikan oleh ke-20 pemuda dalam cerita buku ini.
Kontribusi berbagai karya dan prestasi yang telah diukir generasi emas tersebut telah membawa sebuah perubahan yang mampu dinikmati masyarakat banyak di bidang tersebut. Jerih payah mereka dalam mendobrak kemapanan dan rintangan, terbayarkan dengan raihan prestasi yang diukirnya. Masyarakat berdecak kagum melihat sepak terjang generasi emas tersebut, yang mampu menularkan virus positif dalam memberikan kontribusi positif bagi kehidupan pembangunan masyarakat Indonesia.
Kehadiran buku Catatan Emas (Kisah 20 Pemuda Indonesia Yang Mengukir Sejarah) ini oleh pemerintah- Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia—ini dijadikan sebagai sarana untuk mendokumentasikan keberhasilan anak muda itu agar mampu menjadi inspirator bagi pemuda lainnya untuk terpacu dan mengikuti pencapaian generasi emas tersebut
Buku ini ditulis dari berbagai sudut pandang dan tak hanya menceritakan yang bagus-bagus saja tentang kesuksesan generasi emas tersebut. Ada juga cerita kegetiran perjalanan generasi emas itu dalam menapaki perjuangannya, yang membuat membuat buku ini menjadi lebih menarik, sehingga enak dinikmati pembaca.
Judul Buku : Catatan Emas (Kisah 20 Pemuda Indonesia Yang Mengukir Sejarah)
Penulis : Rahadiansyah & Bajo Winarno
Penerbit : Kayla Pustaka
Tebal Buku : 218 hlm
Tahun Terbit : Cetakan I, November 2007
Peresensi : Erik Purnama Putra, Jurnalis Bestari UMM
0 comments:
Posting Komentar