Minggu, 7 Desember 2008 (Malang Post)
Sejarah mencatat bahwa peradaban bangsa Cina adalah salah peradaban kuno dan terbesar di dunia yang masih tetap eksis hingga kini. Kegemilangan masyarakat Cina dalam membangun bangsanya hingga bisa digdaya dan disegani bangsa lainnya dirajut dalam rentang masa yang dapat dikatakan tidak sebentar. Walaupun harus melampaui berbagai fase berbeda yang penuh gejolak, namun berkat keseragaman karakteristik dasar masyarakatnya yang dikenal gigih dan tak kenal patah arang membuat bangsa Cina menjelma menjadi negara superpower di era modern.
Tidak heran jika saat ini bangsa Cina menjadi sorotan dunia. Geliat perekonomiannya yang selalu tumbuh impresif dan sangat besar telah membawanya pada posisi di mana mereka mampu menjadi pemain utama dalam perdagangan global. Apa yang telah dicapai Cina saat ini semakin menegaskan cerita kebesaran bangsa mereka yang telah turun menurun diwariskan nenek moyang mereka yang terus terjaga hingga kini, yang tetap berada dalam posisi sebagai bangsa besar.
Buku Membaca Kepribadian Orang-Orang China ingin membedah bagaimana watak dan kepribadian orang Cina hingga berhasil mencapai tingkatan hidup sejahtera dan sukses melalui penguasaan sektor perdagangan. Adi Nugraha berusaha mengajak pembaca untuk memahami keberhasilan masyarakat Cina dalam memadukan kepribadian dan watak bawaan dengan etos kerja dan kemandirian sebagai modal untuk meraih kesuksesan agar bisa hidup makmur.
Karena selama ini, penduduk Cina identik memiliki kemampuan dalam melihat peluang, termotivasi untuk sukses sejak berada di lingkungan keluarga dengan selalu bekerja keras, dan disiplin dalam kerja guna mewujudkan impiannya, serta rela bekerja lebih di luar jam kerja demi mendapatkan nilai lebih dari apa yang dikerjakannya.
Padahal jika ditelisik penduduk Cina tidak ada bedanya dengan bangsa Asia, termasuk bangsa Melayu. Mayoritas penduduk Asia makan nasi sebagai makanan pokok, begitu pula penduduk Cina yang setiap harinya makan nasi. Hebatnya, bangsa Cina bisa jauh mengungguli bangsa Asia lainnya dalam hal ekonomi maupun penguasaan teknologi.
Kondisi itu, dapat dijabarkan secara logis dan ditelusuri penyebabnya. Karena tidak mungkin negeri Tirai Bambu tersebut bisa berkembang pesat hingga mencapai posisi yang sangat mengagumkan seperti sekarang tanpa pernah berusaha. Dan kondisi itu yang patut dijadikan pelajaran dan renungan bagi masyarakat Indonesia agar menyontoh aspek positif masyarakat Cina.
Banyak hal positif yang bisa ditiru seputar etos kerja orang Cina. Pasalnya, sebagian besar penduduk negeri Tirai Bambu itu sangat disiplin dalam masalah waktu dan dedikasinya dalam bekerja. Disiplin waktu menjadi catatan penting yang tidak pernah dilanggar orang Cina. Karena budaya yang terbentuk di sana membuat pekerja akan selalu datang on time dan tidak ada istilah jam karet atau berniat sengaja datang terlambat ke tempat kerja. Sehingga jika sampai ada seseorang tidak tepat waktu datang ke tempat kerja, hal itu menyangkut harga dirinya yang jatuh.
Sebagian besar pekerja juga menganggap kerja lembur sebagai bagian dari pengabdian kepada perusahaan. Dampaknya, perusahaan tidak perlu sampai harus mengeluarkan uang ekstra guna membayar pegawai yang kerja ekstra waktu. Karena hal itu dianggap sebagai sebuah bentuk kewajaran guna merintis karir agar bisa dijadikan batu pijakan untuk sukses dikemudian hari. Sehingga orang Cina jika disebut sebagai pekerja keras, mereka akan dengan sangat bangga dan senang hati mendengarnya.
Yang lebih mengherankan lagi, meskipun orang Cina melakukan aktivitas bersenang-senang di tempat hiburan hingga dini hari yang membuatnya sampai mabuk. Namun, mereka akan bekerja seperti biasa dan tidak akan sampai terlambat masuk kerja. Sulit diterima nalar, tapi memang itulah realitanya.
Sehingga kondisi itu membentuk masyarakat Cina menjadi pribadi yang kuat dan akan mengeluarkan segala kemampuannya asalkan bisa mengangkat image perusahaan di mana dia bekerja. Faktor itulah yang menjadi kelebihan dan keistimewaan orang Cina yang kadang sulit ditemui di negara lain. Kecenderungan selalu memberikan yang terbaik bagi perusahaan maupun concern terhadap bisnis yang ditekuninya adalah hasil gemblengan alami yang terwujud dari kultur masyarakat.
Tradisi bangsa Cina juga mengajarkan kepada setiap penduduknya agar di mana pun berada jangan sampai menyusahkan orang lain. Caranya harus menerapkan hidup sederhana dan pantang mengutang kepada orang lain, meskipun sedang dihimpit masalah finansial.
Sementara, jika mendapatkan keuntungan dari bisnis yang digelutinya, uangnya tidak digunakan untuk kepentingan yang bersifat konsumtif, melainkan ditabung atau digunakan investasi agar usahanya bisa berkembang lebih besar. Walaupun harus bersusah payah menjalani hidup, namun tetap hal itu tak menggoyahkan pendirian mereka bahwa hidup memang untuk bekerja keras. Karena jika hanya bermalas-malasan, mendingan tidak usah lahir dan menjalani kehidupan di dunia. Begitu prinsip yang selalu mereka pegang dan dijadikan pedoman sehari-hari.
Ada satu lagi kepercayaan orang Cina dalam menjalankan bisnisnya yang diyakini mampu memberikan spirit luar biasa bagi mereka untuk tetap tegar dalam menjalani kompetisi bisnis yang semakin ketat, yaitu masalah Hokkie (hoki). Konsep kepercayan Hokkie ternyata mampu membawa mereka menjadi pribadi ulet dan tidak mudah putus asa.
Pasalnya, jika seseorang sedang mendapatkan hoki, bisa dipastikan orang itu akan berada pada kondisi di mana akan mendapatkan nasib mujur dan mencapai suatu posisi puncak dalam meraih kesuksesan, meskipun saat ini usaha yang dijalani sedang diambang kebangkrutan. Sehingga dengan meyakini Hokkie, hal itu dapat menimbulkan perasaan optimistis dalam diri mereka dan menjauhkan pikiran fatalistis yang bisa menghadirkan kegagalan dalam menjalankan usaha.
Judul Buku : Membaca Kepribadian Orang-Orang China
Penulis : Adi Nugraha
Edisi : September, 2008
Tebal Buku : 180 halaman
Penerbit : Garasi (Ar-Ruzz Media)
Peresensi : Erik Purnama Putra, Anggota UKM FDI UMM dan Aktivis Pers Koran Kampus Bestari
0 comments:
Posting Komentar