Minggu, 16 November 2008 (Malang Post)
BANYAK kalangan berpendapat bahwa ambruknya menara kembar World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001, karena lemahnya agen rahasia Central Intelligence Agency (CIA) dalam mengantisipasi serangan teroris. Hal itu terjadi akibat budaya dangkal yang banyak berkembang di lingkungan kantor, di mana banyak agen CIA sering salah dalam melihat dan membaca dunia luar. Dan kondisi itu yang membuat Dinas –sebutan CIA—sering kecolongan ketika menghadapi manuver intelijen lawan.
BANYAK kalangan berpendapat bahwa ambruknya menara kembar World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001, karena lemahnya agen rahasia Central Intelligence Agency (CIA) dalam mengantisipasi serangan teroris. Hal itu terjadi akibat budaya dangkal yang banyak berkembang di lingkungan kantor, di mana banyak agen CIA sering salah dalam melihat dan membaca dunia luar. Dan kondisi itu yang membuat Dinas –sebutan CIA—sering kecolongan ketika menghadapi manuver intelijen lawan.
Buku Membongkar Kegagalan CIA mencoba menguak kinerja CIA yang dinilai tidak becus dalam mengumpulkan analisis data sebagai pegangan strategi menghadapi setiap lawannya. Padahal faktor kebenaran data akurat itu adalah yang paling utama dan penting dalam dunia intelijen. Akibat seringnya agen CIA beroperasi serampangan dan tidak jeli dalam menganalisis kasus membuat lembaga spionase adidaya tersebut tidak diperhitungkan lagi kinerjanya.
Menggunakan langgam reportase jurnalistik yang memikat, Tim Weiner, wartawan peraih Hadiah Pulitzer, menunjukkan bukti-bukti meyakinkan tentang betapa konyolnya kerja Dinas. Agen CIA mengetahui runtuhnya Tembok Berlin, simbol totalitarianisme rezim Komunis Eropa Timur yang runtuh pada 1989, bukan dari pasokan analisis mata-mata yang bekerja di bawah tanah, melainkan dari siaran televisi.
Peristiwa memalukan terulang lagi pada 1991, ketika serangan bom tentara NATO yang dikomandani AS menyerang Serbia guna memaksa Presiden Slobodan Milosevic menarik pasukannya dari Kosovo. Pada saat itu, para analisis CIA memilih tempat Direktorat Suplai dan Pengadaan Federal Yugoslavia di Belgrade sebagai target yang harus diledakkan pesawat dari Pentagon.
Dalam sekejap target sasaran dapat dihancurkan berkeping-keping. Sayangnya, ternyata CIA salah dalam membaca peta, karena yang digunakan adalah peta wisatawan. Bangunan yang hancur bukanlah gedung militer Milosevic, melainkan gedung kedutaan besar Cina. Akibat kesalahan fatal tersebut membuat Direktur Dinas Intelijen Pertahanan, Thomas R. Wilson, seperti sedang menjalani pengalaman yang sangat buruk dan memalukan bagi dirinya. Karena dia merasa turut serta dalam proses instruksi penghancuran gedung kedutaan besar Cina itu.
Menurut Tim Weiner, selama ini Dinas memang menjadi penopang penting kebijakan luar negeri dan keamanan nasional Amerika Serikat (AS). Dan fakta itu akan selalu tercatat dalam sejarah bangsa Amerika. Namun, kegagalan demi kegagalannya dalam mengmban tugas membuat citra CIA sebagai lembaga intelijen tangguh mulai runtuh.
Sejak 1991, Dinas sudah kehilangan lebih 3.000 agen terbaiknya—sekitar representasi 20 persen total mata-mata senior, analis, ilmuwan, dan ahli teknologi. Dan sekitar tujuh persen staf dinas rahasia keluar setiap tahunnya. Kondisi itu membuat kekuatan pasukan CIA menjadi begitu lemah, meskipun tidak banyak diketahui bangsa lain.
Perisitiwa serangan 9/11 yang ditandai runtuhnya gedung kembar WTC dan ditabraknya Pentagon oleh pesawat pembajak membuat Presiden AS, George W. Bush berang dan mengeluarkan kebijakan yang menyerukan kepada CIA untuk melakukan apa saja demi menghancurkan organisasi teroris Al Qaeda. Tindakan itu berbuntut menjadikan CIA sebagai polisi dunia dengan banyak menjebloskan orang yang dicurigainya ke dalam penjara rahasia di Afganistan, Polandia, dan penjara rahasia di Guantanamo Kuba.
Semua usaha dilakukan CIA untuk memburu pimpinan Al Qaeda, Usamah Bin Laden. Sayangnya, setiap upaya yang dilakukan selalu gagal dan tidak menghasilkan kegembiraan bagi pemerintahan Bush (Jr). Karena itu, entah sudah menyerah atau putus harapan, tiba-tiba dari Dinas mengalihkan konsentrasinya ke Irak dengan restu penguasa Gedung Putih.
Setelah mendapatkan masukan dari Dinas bahwa pemerintahan Saddam mengembangkan jenis Weapons of Mass Destruction (senjata pemusnah masal). Pada Oktober 2002, CIA melaporkan lagi bahwa penguasa Baghdad mempunyai senjata kimia dan biologis, serta meningkatkan teknologi rudalnya dan kembali mengembangkan program nuklirnya.
Pada kesempatan tersebut, lembaga intelijen terbesar di dunia itu melakukan blunder paling parah dalam sejarah panjang dunia spionase modern ketika berbohong kepada publik tentang eksistensi senjata nuklir di Irak. Yang nantinya menjadi dasar pengambilan keputusan politik paling penting dalam sejarah kepresidenan AS. Di mana saat itu berkat informasi yang tidak akurat dari lapangan Presiden George Walker Bush (Jr) mengumumkan invasi ke Irak sekaligus menumbangkan pemerintahan diktator Presiden Saddam Hussein demi menyemai kedamaian di Timur Tengah.
Setelah penggulingan Saddam Hussein berhasil dan tentara negeri Paman Sam bertahan cukup lama di negeri Seribu Mimpi itu tidak juga menemukan senjata pemusnah masal, hal itu seolah menegaskan kembali jika agen CIA hanya berbuat seenaknya sendiri tanpa pernah mendapatkan data lapangan dan fakta kebenaran. Sehingga banyak keputusannya yang akhirnya melenceng.
Hal itu murni karena kesalahan faktor intelijen, yang kalah kuat dengan pikirannya dalam memahami fakta dan terkesan ingin menyenangkan pemimpinnya. Akibatnya, dibutuhkan waktu cukup lama sampai White House dan Pentagon mempercayai lagi keberadaan Dinas.
Belum lagi masalah penyiksaan tawanan yang dituduh sebagai teroris tanpa pernah disidangkan, pemenjaraan tawanan dari berbagai mancanegara secara sembunyi-sembunyi dan rahasia, hingga pengungkapan identitas agen rahasia Valerie Plame, membuktikan kinerja buruk CIA. Sehingga sejarah operasi intelijen CIA yang telah berusia 60 tahun justru merongrong kekuatan bangsa AS sendiri.
Diramu berdasarkan 50.000 arsip CIA, wawancara mendalam dengan ratusan veteran CIA, dan pengakuan sepuluh pejabatnya, buku ini mampu menghadirkan sisi kebobrokan CIA yang selama ini belum terungkap ke masyarakat dunia. Buku ini memuat sejarah perjalan panjang CIA di mulai era Presiden Truman (1945-1953) hingga George Walker Bush (2007). Semuanya terangkum apik dalam penjabaran yang membuat kita jadi melihat fakta sebenarnya bahwa CIA tidak seperti yang kita duga selama ini.
Judul Buku : Membongkar Kegagalan CIA
Penulis : Tim Weiner
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama 2008
Tebal Buku : xxiv, 832 halaman
Peresensi : Erik Purnama Putra*
*Erik Purnama Putra
Mahasiswa Psikologi UMM dan Aktivis Pers Koran Kampus Bestari
Gedung Student Center Lt.1 Bestari UMM, Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang 65144
0 comments:
Posting Komentar