Selasa, 07 April 2009

Laporan Perjalanan Memilukan dari Palestina


Minggu, 28 Desember 2008 (Malang Post)

Masyarakat dunia yang menganggap jika selama ini negeri Palestina digambarkan sebagai tempat yang tandus dan gersang. Kondisi itu terjadi karena pemberitaan media massa mengenai gambaran tanah Palestina lebih banyak didominasi berita yang mengekspose sisi gelap daratan Palestina. Sehingga penduduk dunia yang belum pernah menginjakkan kakinya di negeri itu akan langsung berpikiran bahwa Palestina adalah negeri yang dikutuk dengan banyaknya wilayah yang rusak dan jauh dari keindahan alam.

Tidak dapat dimungkiri jika sekarang kondisi tanah Palestina banyak yang rusak dan tidak elok lagi dipandang. Hal itu terjadi karena tindakan pencaplokan yang dilakukan Zionis Israel di tanah milik warga bumiputera dengan berbagai cara membuat negeri yang indah itu hancur berantakan.

Buku Jalan-Jalan di Palestina adalah cerita perjalanan Raja Shehadeh dalam kurun waktu 26 tahun di perbukitan sekitar Ramallah, Jerusalem, dan Laut Mati. Setiap perjalanan punya rutenya sendiri, melintasi jarak dan waktu, berlatar belakang sejarah di negeri suci tempat tiga agama besar di dunia lahir.

Raja Shehadeh mengajak pembaca untuk melihat negeri yang sebenarnya memiliki bukit-bukit hijau ditumbuhi pepohonan zaitun dan pinus, bunga-bunga yang bergantian tumbuh di setiap musim, mata air yang mengairi pedesaan, serta Laut Mati yang begitu biru mempesona. Sayangnya, pembangunan permukiman kaum Yahudi Israel yang pesat dan tak terkendali dengan merebut secara paksa telah membelah dan merusak perbukitan, serta menghancurkan berhektar-hektar tanah yang asri tersebut.

Pencaplokan demi pencaplokan yang dilakukan Israel menjadikan wilayahnya bertambah luas, yang di sisi lain diikuti dengan semakin mengecilnya negara Palestina di dalam peta dunia. Strategi perubahan hukum administrasi tanah yang dilakukan penguasa Israel perlahan mampu menghilangkan hak pemilik asli tanah yang otomatis tanahnya berpindah tangan dan dibangun menjadi pemukiman Yahudi.

Di tengah penderitaan rakyat Palestina yang tak kunjung berhenti, Israel malah membagi-bagikan tanah tersebut kepada penduduk Yahudi agar mendirikan pemukiman dibeka tanah milik penduduk Palestina itu. Perjuangan penduduk Palestina meraih kembali tanahnya dari kependudukan harus menemui tembok tebal setelah Israel mengklaim dan membuat pembatas dari kawat berduri untuk menancapkan eksistensinya bahwa tanah itu sudah resmi masuk wilayahnya.

Rakyat Palestina pun akhirnya harus hidup seperti manusia yang terisolasi, digentayangi masalah keamanan, diburu tentara Israel, dan menjadi orang asing di tanah kelahirannya karena hidup dipengungsian dan aktivitasnya tak bisa bebas. Intimidasi dari militer Israel yang tiada henti membuat banyak warga yang menderita.

Strategi lainnya yang diterapkan Israel adalah melakukan blokade ekonomi dan pengawasan ketat yang membawa dampak terkukungnya kesejahteraan warga Palestina dalam jeratan kemiskinan. Ditambah dengan rencana besar penempatan pemukiman warga Yahudi secara besar-besaran dan pembuatan dinding pemisah (separation wall) sebagai rencana sempurna tak berperikemanusiaan membuat hidup warga Palestina sangat mengenaskan dan alam subur nan eksotik menjadi rusak.

Kondisi itu membuat daerah Palestina mengalami penyempitan wilayah yang berujung pada eksistensi negeri itu karena banyak daerahnya yang sudah di bawah kendali militer Israel. Jalur Gaza (The Gaza Strip) diblokade total dan menjadi daerah terlarang bagi warga Palestina dari kota lain yang ingin memasukinya. Sehingga bentuk perumahan penduduk asli setempat sekarang seperti sebuah ghetto alias tempat penampungan. Di sisi lain, ketika dunia Palestina serasa mengerut, dunia Israel semakin berkembang dengan makin banyak permukiman dibangun setelah mengusir bumiputera sebagai pemilik asli tanah.

Dengan cara membabi buta dan tak berperikemanusian tersebut membuat sedikit demi sedikit wilayah Palestina tercerai berai dan sulit untuk disatukan lagi. Dan Israel akhirnya dengan mudah mengambil keuntungan dengan mengembangkan wilayah pemukiman Yahudi, yang bertujuan untuk menentukan dan mengendalikan denyut nadi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Palestina.

Perjalanan Raja Shehadeh sejak 1978 hingga 2006 menyadarkannya bahwa negeri itu terancam punah jika dia dan masyarakat Internasional membiarkan sepak terjang Israel yang mencaplok tanah Palestina dan mengusir bumiputera dari rumahnya. Melihat realita yang tidak manusiawi dan penderitaan panjang warga Palestina membuat hati nurani Raja Shehadeh terpanggil untuk ikut berjuang membantu penduduk Palestina melawan ketidakadilan Israel dan dunia terhadap bangsa Palestina.

Raja Shehadeh bertekad melawan ketidakadilan Israel melalui jalur hukum internasional. Dia sampai memberikan ceramah seorang diri hingga ke Amerika Serikat untuk memperingatkan setiap orang bahwa tindakan Israel perlu dicegah agar negeri tempat lahirnya tiga negara besar di dunia itu tidak terhapus dari peta dunia. Raja juga lebih memilih bertahan ketimbang harus pergi melanjutkan perjalanannya ke kota asalnya di Ramallah ketika situasi negeri tersebut semakin tak menentu.

Ia menyadari pilihan yang ditempuhnya bisa membahayakan dirinya dan membuatnya berada dalam situasi yang tak menguntungkannya. Tetapi ia sadar jika tetap memilih pergi dan meninggalkan tanah Palestina, maka suatu saat ia bisa mendapati bahwa negeri Palestina akan lenyap beserta rakyatnya akibat tindakan main rampas Zionis Israel. Karena sekarang kondisi Palestina sudah sangat mengkhawatirkan dan kondisi alamnya banyak yang berubah total.

Judul Buku : Jalan-Jalan di Palestina
Penulis : Raja Shehadeh
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 2008
Tebal Buku : 237 halaman
Peresensi : Erik Purnama Putra, Mahasiswa Psikologi dan Aktivis Pers Koran Kampus Bestari Universitas Muhammadiyah Malang

0 comments: