Selasa, 24 Maret 2009 (Seputar Indonesia)
Masa kampanye sudah berlangsung dan hari pemilihan legislator (pileg) tinggal menghitung hari. Dan masing-masing partai politik (parpol) menghadirkan ikon partai yang menjadi tokoh guna menarik massa lebih besar setiap mengadakan kampanye terbuka di lapangan.
Namun sayang, hampir semua jurkam partai seperti mengagung-agungkan partainya dan sibuk menyerang parpol lain yang tak sealiran dengannya. Bahkan tak jarang antara satu parpol dengan lainnya saling berusaha menjatuhkan dengan membongkar keburukan maupun kegagalan partai saingannya. Biasanya yang terlibat friksi itu merupakan partai nonpemerintahan yang membidik kelemahan partai pengusung incumbent.
Peristiwa paling mencolok adalah kampanye yang dilakukan Partai Demokrat (PD) sebagai pendukung penguasa dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyebut diri sebagai oposisi. Antara kedua partai tersebut saling menyerang dan menunjukkan identitasnya di depan pendukungnya masing-masing.
Jika kampanye PD seperti diutarakan Presiden SBY disetiap kampanye yang didatanginya selalu mengumbar berbagai prestasi pemerintah yang sudah dicapai selama masa kepemimpinannya. Seperti, hutang pemerintah terhadap IMF sudah dilunasi, alokasi APBN untuk bidang pendidikan sudah 20 persen, cadangan devisa negara tertinggi dalam sejarah, hingga program keberhasilan pemberantasan korupsi. Karena itu, PD sebagai pengusung Presiden SBY mengajak rakyat Indonesia wajib mendukungnya agar pemerintah bisa melanjutkan berbagai kebijakannya yang sudah berhasil.
Maka berkebalikan, mantan Presiden Megawati dari PDIP seperti ingin menelanjangi penguasa negeri ini dengan berbagai data yang isinya jelas menyudutkan incumbent. Contohnya, pemerintah yang berkuasa tak bisa memakmurkan rakyat mengingat harga kebutuhan pokok mahal dan masih lebih murah dibanding saat Mega berkuasa. Tak cukup, jumlah angka kemiskinan dibeber yang tujuannya menyerang pemerintah, yang dinilai ingkar janji dan banyak basa-basinya selama memimpin negeri.
Kampanye yang diselenggarakan PD maupun PDIP memang sedang menggejala. Namun jika ditelisik lebih jauh model kampanye tersebut sangat tak mendidik mengingat antara PD dan PDIP saling menyajikan data secara terpotong dan tidak komprehensif, serta sepihak menurut perhitungan internal partai. Kondisi itu tentu dikhawatirkan akan membuat masyarakat semakin dibodohi mengingat hanya dijadikan obyek supaya dapat dipelintir logiknya. Pasalnya sasaran kampanye yang dituju pasti pemilih yang berpendidikan rendah sehingga berpotensi bisa engan mudah dipengaruhi.
Saya menilai kampanye seperti itu hanya membuat nasib rakyat semakin malang sebab tujuannya diajak ke jalan kesesatan oleh parpol yang ujungnya hanya kepentingan yang berbicara. Untuk itu, sudah saatnya rakyat jangan mau diajak untuk membayangkan dan terlena dengan berbagai janji yang diutarakan jurkam parpol.
Masyarakat harus cerdas dalam memberikan hak suaranya agar tak salah memilih calon legislator (caleg) dan calon presiden (capres). Dan jika terbukti ada parpol yang selama kampanye berusaha menesatkan, maka tak ada jalan lain untuk tak memilihnya, baik itu parpol propemerintah maupun oposisi.
Erik Purnama Putra
Mahasiswa Psikologi dan Aktivis Pers Koran Kampus Bestari UMM
0 comments:
Posting Komentar