tag:blogger.com,1999:blog-56807889506080494862024-03-04T23:19:30.048-08:00Mein KampfU Always in My HeartErik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.comBlogger223125tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-69687719550841692012011-08-13T06:42:00.000-07:002011-09-13T04:55:05.473-07:00Menelusuri Jejak Islam di Eropa<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2FR5AtfRY-2DkQPpWedIudp3zVqoCyvsAX3bunMYE25_Cpq9uxHMUryCR2Fr5qkQAODGT07k1y8k6S7qH5IIHnJHlo7cwPKSEOLYsP-_0JL0Ty4bWeHup0-ZYWEF2sCqe6f1DYarmKJw/s1600/99+Cahaya+Islam.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2FR5AtfRY-2DkQPpWedIudp3zVqoCyvsAX3bunMYE25_Cpq9uxHMUryCR2Fr5qkQAODGT07k1y8k6S7qH5IIHnJHlo7cwPKSEOLYsP-_0JL0Ty4bWeHup0-ZYWEF2sCqe6f1DYarmKJw/s320/99+Cahaya+Islam.jpg" width="212" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sabtu, 13 Agustus 2011 (Unpublished) </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">99 Cahaya di Langit Eropa (Menapak Jejak Islam di Eropa)</i>, mampu membuat pembaca geleng-geleng kepala. Hal itu karena penulis menyajikan perjalanan spiritualnya keliling Eropa dengan unik. Serta mengajak pembaca secara tidak langsung berimajinasi menyelami kehidupan masyarakat Eropa saat memasuki masa kegelapan. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Buku ini adalah pengalaman spiritual Hanum Salsabiela Rais bersama suaminya Rangga Almahendra selama hidup tiga tahun di Wina, Austria. Selain suaminya, Hanum mendedahkan dua tokoh perempuan Eropa yang menjadi sumber inspirasinya dalam buku ini. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Keduanya adalah Fatma Pasha, perempuan Turki yang menjadi teman kursusnya di Austria. Serta mualaf Marion Latimer yang bekerja sebagai ilmuwan di Arab World Institute Paris.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dua orang itu disebut penulis memiliki pengetahun luar biasa luas tentang Islam. Hingga diakui jika dirinya terinspirasi dari keduanya yang mampu membuka borgol cara pandangnya bagaimana memahami Islam secara benar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Menurut penulis, menjadi pemeluk Islam yang menjadi minoritas di Eropa, mampu membuka cakrawala dan khazanahnya dalam menilai Benua Biru tersebut. Hingga pada akhirnya Hanum mengakui keindahan utama Eropa bukan terletak pada keelokan Menara Eiffel, Colloseum Roma, Tembok Berlin, Stadion Sepakbola San Siro, maupun Konser Mozart. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Melainkan tempat ziarah Islam, yakni kota di Eropa yang menyimpan jejak peradaban Islam yang mengandung sejuta misteri. Perjalanan penulis menjelajah Eropa adalah titik awal sebuah pencarian 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan oleh Islam di benua itu. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hanum bersama Fatma pernah berjanji mengunjungi jejak-jejak Islam dari barat hingga ke timur Eropa. Dari Andalusia Spanyol hingga ke Istanbul Turki. Yang pada akhirnya perjalanan ritus penulis lalui sendiri tanpa kawannya itu dengan dimulai dari Paris, pusat ibu kota peradaban Eropa. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di Paris, Hanum berkenalan dengan Marion Latimer yang menunjukkannya bahwa Eropa adalah kawasan pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropa menyimpan harta karun sejarah Islam yang luar biasa berharganya. Marion mampu membuat penulis jatuh cinta pada taraf lebih dengan Islam. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Itu setelah dia berkunjung ke Museum Louvre, Pantheon, Gereja Notre Dame hingga Les Invalides. Belum lagi kunjungan ke Katedral Mezquita Cordoba, Istana Al Hambra Granada, hingga Hagia Sophia dan Masjid Biru Istanbul, membuatnya bersimpuh betapa bangganya dia terhadap Islam. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Yang membuat penulis terperangah adalah lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus di Museum Louvre. Berkat bantuan Marion, penulis mendapat bukti hijab yang dipakai Bunda Maria bertahtakan kaligrafi arab kuno bertuliskan, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Laa Ilaa ha Illallah</i>”. <span lang="IN">Berbagai peninggalan maha karya peradaban Islam itu membuatnya semakin mantap dengan agama yang dianutnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Meski begitu, akhir dari perjalanan penulis di Eropa justru mengantarkanku pada titik awal dan akhir pencarian makna dan tujuan hidup. Yakni menunaikan ibadah haji ke Mekkah yang dianggap mendekatkannya pada sumber kebenaran abadi yang Maha Sempurna.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Melalui buku yang ditulis dalam 52 kisah ini, kita diajak secara tidak langsung menarik benang merah bahwa Eropa dan Islam pernah menjadi satu pasangan serasi. Kondisi yang bertolakbelakang dengan sekarang dengan munculnya gejala Islamophobia di masyarakat Eropa. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pasalnya Eropa sebelum masa Renaissance jauh terbelakang dan tertolong keberadaan Cordoba sebagai pusat Islam. Berdirinya kota berjuluk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">the true city of light</i> tersebut mampu menjadi inspirasi Eropa untuk meraih kemajuan hingga seperti sekarang. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dengan membaca buku ini, kita mendapat wawasan baru seputar dunia Islam di Eropa pada masanya. Jangan kaget pula jika tokoh besar Napoelon Bonaparte itu adalah mualaf. Kopi cappucino yang identik dengan Italia atau bunga tulip dari Belanda itu aslinya berasal dari Turki. </span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b><span style="font-weight: normal;">Judul : 99 Cahaya di Langit Eropa</span></b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b><span style="font-weight: normal;">Penulis : Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra</span></b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b><span style="font-weight: normal;">Penerbit : Gramedia</span></b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b><span style="font-weight: normal;">Edisi : Agustus 2011</span></b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b><span style="font-weight: normal;">Tebal : 412 halaman</span></b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b><span style="font-weight: normal;">Harga : Rp 69 ribu</span></b></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b><span style="font-weight: normal;">Peresensi adalah Erik Purnama Putra, alumnus mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang</span></b></span><span style="font-size: 11pt;"></span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-28466831204527950292011-08-02T23:22:00.000-07:002011-08-02T23:22:44.706-07:00Perkembangan Pers Indonesia<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYgm6RMUzczVgmYiwPimbZPfCiqD27ZQIx2uW0sjhj4_AbRLYf3AZWbKav2bcooYqKPy1l1K6asceuwswt4H9OTRaZuOj_tyNjW0UQ-oy3hV81QPRmqCnS01biG2UoXLZqeihBqLfPjFE/s1600/Pers+Indonesia+di+Mata+Saya.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYgm6RMUzczVgmYiwPimbZPfCiqD27ZQIx2uW0sjhj4_AbRLYf3AZWbKav2bcooYqKPy1l1K6asceuwswt4H9OTRaZuOj_tyNjW0UQ-oy3hV81QPRmqCnS01biG2UoXLZqeihBqLfPjFE/s320/Pers+Indonesia+di+Mata+Saya.jpg" width="215" /></a></div><div class="fullpost">Rabu, 3 Agustus 2011 (Unpublished) </div><div class="fullpost"> </div><div class="fullpost"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Banyak buku yang mengulas tentang dunia media atau pers. Namun, buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pers Indonesia di Mata Saya</i> agak lain. Sebab penulis yang seorang pebisnis di bidang media mengajak pembaca untuk memahami seluk-beluk pers dari sisi bisnis. Itulah gambaran kenyataan yang disajikan penulis lewat pengalamannya sehari-hari bergelut dengan media.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Menurutnya, media adalah sebuah bidang yang justru dalam mata banyak orang kerap dijadikan alat bisnis atau daya tawar untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkannya. Sehingga tersirat dalam konteks tersebut, profesionalisme dan idealisme seolah tidak bisa sejalan dengan bisnis. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Padahal, sejatinya, profesionalisme dan idealisme dibutuhkan dalam bisnis apa pun, termasuk media. Dan sebagaimana bisnis lain pada umumnya, media juga bisa hidup apabila produknya disukai secara terus-menerus oleh masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Bisnis media, sejatinya bisa dijalankan lewat pendekatan tertentu agar medianya hidup, tumbuh-kembang sebagai entitas mandiri, dan tidak tergantung pada kepentingan lain di luar dunianya sendiri. Sehingga idealisme di dalam media tersebut tetap terjaga.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Berbeda bila pemberitaan dirancang sedemikian rupa guna menyokong kepentingan pemilik modal. Di titik tersebut, pers beralih wujud menjadi komoditas komersial. Bagaimana mempertahankan idealisme dan independensi pers jikalau telah menjadi bisnis dengan segala perangkat permintaan dan penawaran pemiliknya? </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Penulis menilai kondisi itu sebagai sekelumit fragmen-fragmen dunia pers Indonesia generasi kini. Namun, seiring laju modernisme, pers menjadi lahan bisnis. Peminat dan pelakunya beragam dan terus bertambah. Tak dapat dihindarkan, sering kali kepentingan pemegang modal bercampur dalam kebijakan redaksi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Penulis yakin bisnis media masih terus menjanjikan. Iklan media setiap tahunnya berpotensi tumbuh secara signifikan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena itu, prediksi sebelumnya yang menyatakan media cetak mati seiring bertumbuhnya media online tidak akan terjadi. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Yang terjadi media cetak, elektronik, dan online saling melengkapi dan memiliki cakupan berbeda. Di sinilah diperlukannya sebuah ide dan kreativitas dari jajaran redaksi agar media cetak bisa terus eksis di tengah kompetisi ketat merebut ceruk pasar iklan. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Karena ke depannya lahan baru media cetak memberi layanan informasi yang tak dapat dilayani secara baik televisi, radio, situs berita, blog, hingga situs jejaring sosial. Erick Thohir menilai, media yang sehat apabila pemiliknya memberikan keleluasaan bagi jajaran redaksi untuk menentukan pemuatan berita. Dengan tidak ikut mencapuri dapur redaksi hal itu bisa menjaga independensi dan tidak membuat media menjadi partisan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Penulis menyoroti kompetensi wartawan sebagai ujung tombak media yang perlu distandardisasi. Karena itu, ia meminta perlu adanya regulasi untuk membedakan wartawan dan orang yang mengaku wartawan. Karena wartawan sebagai profesi hendaknya tidak bisa sembarang orang seenaknya menjadi atau mengaku wartawan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Buku ini mencoba mengetengahkan informasi dari unsur-unsur yang menopang laju dunia media pers dan bisnis yang melingkupinya. Dari setiap unsur, seperti wartawan, kebijakan pemberitaan, kepentingan bisnis komersial, perebutan audiens, naik-turunnya pengaruh pemberitaan, hingga perkembangan bentuk dan penyajian berita. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Judul<span> </span>: Pers Indonesia di Mata Saya</span></span></div><span style="font-size: x-small;"> </span><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penulis<span> </span>: Erick Thohir</span></span></div><span style="font-size: x-small;"> </span><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penerbit<span> </span>: Republika</span></span></div><span style="font-size: x-small;"> </span><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Edisi<span> </span>: Februari, 2011</span></span></div><span style="font-size: x-small;"> </span><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Tebal<span> </span>: xix + 240 halaman</span></span></div><span style="font-size: x-small;"> </span><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Peresensi adalah Erik Purnama Putra, alumnus Universitas Muhammadiyah Malang</span></span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-59015760264205862542011-07-30T05:57:00.000-07:002011-07-30T05:58:27.672-07:00Wirausahawan Sosial Solusi Kemiskinan<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJTazD1nM69UUPylIfvZuyMJ7jbJ9iWYqKLmL8st7n3jjYqEOqbR3hteKTt4hTFGp8XKQyKvhG6C9avDmiyN8Y6AyMZ9X4aKGdKYhTLse4XcbzYfHwWt88OOHcbDh4diGQl6VwL-UISPY/s1600/Social+Enterprise.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJTazD1nM69UUPylIfvZuyMJ7jbJ9iWYqKLmL8st7n3jjYqEOqbR3hteKTt4hTFGp8XKQyKvhG6C9avDmiyN8Y6AyMZ9X4aKGdKYhTLse4XcbzYfHwWt88OOHcbDh4diGQl6VwL-UISPY/s320/Social+Enterprise.jpg" width="215" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sabtu, 30 Juli 2011 (Unpublished) </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mengentaskan kemiskinan bukan persoalan gampang, tapi bukan hal mustahil untuk dilakukan. Mau bukti? Buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Social Enterprise</i> bisa dijadikan pegangan bahwa mengentaskan kemiskinan bukan hal sulit. Permasalahannya lebih pada pendekatan dan strategi ditataran aplikasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ahmad Juwaini mencoba mengurai benang kusut bagaimana cara mengentaskan kemiskinan di masyarakat. Penulis yang merupakan praktisi organisasi sosial Dompet Dhuafa (DD) memberi solusi melalui perwujudkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">social entrepreneurship</i> atau populer disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">social enterprise</i> (wirausahawan sosial).</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Menurut penulis, pemerintah layak menciptakan iklam kewirausahaan sosial di masyarakat sebagai upaya alternatif mengurangi angka kemiskinan. Kewirausahaan bukan hanya sebagai instrumen perubahan angka-angka ekonomi. Namun lebih dari itu, sebagai instrumen perubahan nilai, pandangan, dan jalan baru dalam kehidupan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Wirausahawan sosial adalah orang yang mengetahui atau memahami adanya masalah sosial di masyarakat. Selanjutnya, dengan menggunakan prinsip-prinsip kewirausahawan—mengorganisasi, mengkreasi, dan mengelola sebuah entitas—untuk membuat perubahan sosial. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ahmad Juwaini mengingatkan, bila wirausahawan bisnis mengukur kinerjanya dengan keuntungan dan pendapatan untuk tujuan pengembalian modal. Maka wirausahawan sosial diukur tingkat kesuksesannya dari dampak aktivitasnya terhadap masyarakat. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Gampangnya, pada orientasi bisnis cenderung membawa pesan meraih keuntungan dan memupuk kekayaan. Adapun sosial mengajarkan setiap orang harus peduli dan memberi kontribusi kepada masyarakat. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Penulis merujuk pada pendiri Grameen Bank, Muhammad Yunus, sebagai sosok yang memenuhi kriteria itu. Peraih nobel perdamaian 2006 tersebut dianggap sebagai pencipta dan pemberdaya ekonomi masyarakat kelas bawah. Sehingga layak disebut sebagai wirausahawan sosial, sebab keberadaannya membawa dampak perubahan bagi kelompok marjinal.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Melalui program terobosan revolusioner, Muhammad Yunus sukses secara perlahan mengurangi kemiskinan di Bangladesh. Karena dia yakin bahwa solusi, “Ketidakadilan sosial yang marak di dunia, wirausahawan sosial adalah jawabannya.” Berpatokan itu, Ahmad Juwaini ingin pemerintah menciptakan banyak wirausahawan sosial baru.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Penulis sebagai salah satu saksi sejarah sekaligus pelaku pencapaian keberhasilan DD membuktikannya. DD yang dulunya termasuk organisasi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nothing</i> berubah menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">something</i> dalam jagat organisasi nirlaba, pengelolaan dana publik, dunia lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga <i style="mso-bidi-font-style: normal;">social enterprise</i>. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Melalui buku ini dapat diketahui jika penulis memimpikan terciptanya Republik Dhuafa di Indonesia. Dimana pemerintah memiliki komitmen nyata untuk mengentaskan kaum dhuafa. Caranya dengan menciptakan kebijakan dan sistem yang menunjukkan pembelaan terhadap kelas bawah. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebagai bukti konkret pemerintah wajib tidak menyia-nyiakan keberadaan kaum dhuafa di masyarakat. Negara harus bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka agar ukuran minimal kesejahteraan dapat mereka rasakan. Karena bersama DD, penulis merasakan sendiri bagaimana upaya bergulat memberdayakan masyarakat. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">DD mampu memberi sumbangsih ikut mengentaskan kemiskinan melalui upaya penciptaan budaya kewirausahawan sosial di masyarakat. Selama 15 tahun Ahmad Juwaini turut berjuang mengantarkan DD tetap konsisten menjaga amanah. “DD tetap konsisten pada habitatnya sebagai lembaga amil zakat (LAZ) terbesar di Indonesia ditinjau dari sudut penghimpunan dana,” ujar Presiden Direktur DD Ismail A Said. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Perkembangan DD</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Secara mudahnya mengukur perkembangan DD terletak pada bisnis sosial yang dijalankannya, yakni program tebar hewan kurban (THK). Program yang dimulai 1994 ini, pada saat itu hanya mampu menebar hewan ke pedesaan di Nusantara sebanyak 833 ekor kambing.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Selanjutnya pada 2009, THK mampu menebar hewan kurban berupa kambing/domba sebanyak 15.959 ekor, dan 589 ekor sapi. Jika seekor sapi diasumsikan sama dengan tujuh ekor kambing, total hewan kurban menjadi 20.082 ekor. Itu angka yang sulit dipercaya dapat diwujudkan DD.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Merasa perannya masih kurang besar, DD membentuk unit bisnis sosial. Antara lain, DD Travel yang menyelenggarakan haji dan umrah, Kampung Ternak yang membina peternak kecil. Kemudian, memproduksi air mineral di bawah unit DD Water, dan Lembaga Pertanian Sehat (LPS) yang membina petani agar meninggalkan pestisida. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Beberapa unit sosial lain didirikan DD dengan tekad membantu 38 juta golongan miskin yang masih betebaran di Indonesia. Penulis menyarankan, perlindungan dan pertolongan terhadap kaum marjinal semestinya ditata dengan cara membangun sistem kokoh. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dengan pencapaian itu DD bisa berkontribusi membantu pemerintah ikut memperbaiki kehidupan masyarakat yang belum berdaya. Namun DD menyadari itu semua tidak akan berhasil tanpa dukungan berbagai pihak, khususnya donatur.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di kancah internasional, DD tercatat rutin mengirim bantuan ke negara yang mengalami tragedi kemanusiaan. Seperti, Bosnia, Irak, Afganistan, Kamboja, Myanmar, Palestina, Filipina, dan Vietnam.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Untuk memuluskan jangkauan perluasan pengiriman misi kemanusian di kemudian hari, DD mendirikan kantor cabang di Australia dan Hongkong. Target lima tahun ke depan, DD mampu membuka perwakilan di Eropa dan Amerika Serikat. Rencana itu sangat realistis sebab pada 2009, DD mampu menghimpun Rp 100 miliar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Meski begitu, penulis sadar untuk mengentaskan kemiskinan dengan cakupan lebih besar hanya bisa dilakukan negara. Saat peluncuran bukunya beberapa waktu lalu, penulis ingin pemerintah meniru cara kerja DD dalam memberdayakan masyarakat. Pasalnya ia menilai pemerintah masih mengandalkan cara-cara sporadis atau karikatif belaka dalam mengatasi kemiskinan. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena itu, menciptakan masyarakat berdaya harus dimulai dengan mengeksplorasi tiap individu memaksimalkan kemampuannya. Yang tugas itu menjadi tanggung jawab wirausahawan sosial. Dengan kata lain, ia mengibaratkan lebih baik memberi kail daripada ikan kepada warga kelas bawah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Judul : Social Enterprise</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penulis : Ahmad Juwaini</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penerbit : Expose</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Edisi : Juni, 2011</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Tebal : x + 260 halaman</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Peresensi adalah Erik Purnama Putra, alumnus Universitas Muhammad Malang </span></span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-59458333771523578212011-07-15T06:27:00.000-07:002011-07-16T01:11:53.976-07:00Hidup Bahagia tanpa Uang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEik7gUQ_PSg55PKFZ1a6JKE_WRc8rcZ1Ah0DVFveq7FGns8K9zCCg73yOEG3N9g5Cp9pmj2Bwc64LqSeK0pseMor07LPbpZLsqok8sI0aqTJvQNtKE2wbmbAEURmEV0YQQOVUwH64593Z0/s1600/The+Moneyless+Man.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEik7gUQ_PSg55PKFZ1a6JKE_WRc8rcZ1Ah0DVFveq7FGns8K9zCCg73yOEG3N9g5Cp9pmj2Bwc64LqSeK0pseMor07LPbpZLsqok8sI0aqTJvQNtKE2wbmbAEURmEV0YQQOVUwH64593Z0/s320/The+Moneyless+Man.jpg" width="223" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jumat, 15 Juli 2011 (Unpublished) </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Uang bukan segala-galanya. Tanpa uang, seseorang bisa tetap hidup secara normal laiknya masyarakat pada umumnya. Mark Boyle (30 tahun) membuktikannya. Ia memutuskan setahun penuh menjalani eksperimen hidup tanpa uang mulai 29 November 2008.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ia memilih jalan ekstrem akibat terpengaruh buku yang memuat pemikiran pemimpin spiritual India, Mahatma Gandhi. “Jadilah perubahan yang ingin kau lihat di dunia, tidak peduli apakah kau kelompok minoritas yang hanya terdiri satu orang atau mayoritas jutaan orang.” </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Perkataan Gandhi itu terus bergaung di kepala Mark yang membuatnya memutuskan menjalani eksperimen yang disebutnya malam tanpa belanja selama setahun. Untuk memuluskan rencananya itu ia sebelumnya memutuskan berhenti bekerja di sebuah perusahaan makanan organik. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Meski keputusannya itu dianggap gila oleh rekan-rekannya. Ia tak patah arang membuktikan pilihannya itu bukan hal mustahil yang bisa diwujudkan. Ada yang tak percaya Mark sanggup melakukannya. Tapi tak sedikit yang mengharapkannya sarjana ekonomi kelahiran Irlandia itu sukses. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sorotan malah datang dari media. Menurut Mark, media terus mengawasi gerak-geriknya, dan berharap ia berbuat curang dengan menggunakan uang di sela kegiatannya. Dengan begitu, eksperimennya nanti disebarluaskan ke publik dan mendapat penilaian gagal. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Meski bakal mengarungi hutan rimba di malam hari tanpa penerangan untuk mengilustrasikan aksinya. Mark tetap pada keyakinan untuk menjalani hidup tanpa uang. Meski begitu, bukan berarti ia mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Mark tetap hidup seperti masyarakat pada umumnya. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Hanya saja ia memilih gaya hidup mandiri dengan menempatkan karavan yang ditinggalinya di tanah kosong di Bristol, Inggris. Tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, dia membuat kertas dan tinta dari jamur, merakit kompor ramah lingkungan, dan mendapatkan makanan dari toko tanpa harus membeli, mengemis, apalagi mencuri.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mark dalam kesehariannya membuat energi sendiri dan memikirkan lingkungan. Karena itu, ketika bepergian ia memilih mengayuh sepeda agar tidak menghasilkan polusi. Tak ketinggalan, Mark memanfaatkan lahan kosong dengan menanam bahan sayuran untuk diolahnya sendiri. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Untuk bertahan hidup ia tidak ubahnya seperti kaum <i style="mso-bidi-font-style: normal;">freegan</i>—orang yang gemar mengorek tong sampah untuk mencari makanan layak konsumsi. Meski menyadari merasa hidup di zaman purba, namun ia merasa paling benar-benar menjalani hidup ketika berada di alam terbuka. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Semua aktivitas dijalankan dengan penuh kesungguhan. Mark menerapkan aturan main yang tidak boleh dilanggarnya. Antara lain, berketetapan tidak menggunakan uang, mendeklarasikan aturan ‘normalitas’, menebar budi, hukum menghormati, tanpa bahan bakar fosil, hukum tagihan tanpa uang muka.<br />
<br />
Namun, ia masih menggunakan laptop dan telepon seluler (untuk menerima panggilan). Khusus untuk menghidupkan laptop, dia menggunakan energi bertenaga matahari dan fasilitas jaringan internet (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">wifi</i>) gratis di sebuah perternakan lokal.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ia menerangkan filosofi di balik kegiatannya itu. Yakni penilaiannya terhadap perilaku kehidupan masyarakat modern yang tidak ramah lingkungan. Mark juga miris melihat perilaku masyarakat—yang mengaku—modern yang memuja dan memuliakan uang. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Akibatnya masyarakat bekerja semata untuk mendapatkan sejumlah uang. Jadinya, komoditas yang disebutnya tidak memiliki nilai instrinsik itu mengembangkan prinsip ketidaksetaraan, kerusakan lingkungan, dan sikap tidak menghormati kemanusiaan di masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aktivis pendiri Freeconomy—komunitas yang anggotanya dapat memberi dan menerima keterampilan, peralatan, dan tempat secara gratis tersebut mengaku eksperimennya itu datang dari dua orang. Yakni Heidamarie Schwermer, seorang perempuan Jerman (67), yang memutuskan hampir tanpa uang sama sekali selama belasan tahun. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Serta Daniel Suelo (48), warga Utah, Amerika Serikat, yang sejak 2000 hidup murni tanpa uang. Bahkan sebutan ‘manusia gua’ melekat kepadanya akibat memilih menyendiri hidup di gua.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Lalu, apakah Mark mengajak kita membenci uang lewat buku ini? Sama sekali tidak. Dalam buku luar biasa ini, Mark mengungkapkan bagaimana dia tidak hanya bertahan hidup, tapi juga melakukannya dengan gembira.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Mark bersama dua inspiratornya itu memilih langkah ekstrem dengan tujuan mulia. Yaitu, ingin berkontribusi melestarikan alam dan mengajak masyarakat hidup kembali normal tanpa sekat materi. Dari buku ini, Mark merasa mendapat kesehatan tubuh dibanding sebelumnya.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Itu karena ia mengoptimalkan segala potensi yang didapatkannya untuk terus bergerak selama menjalani eksperimennya. Selain banyak mengonsumsi makanan mentah tentunya yang turut membuatnya sehat. Pada akhirnya Mark sukses menjalankan hidup tanpa uang.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Namun, sindiran tetap datang dari sebagian orang yang menganggapnya hanya cari popularitas. Pasca eksperimen itu, Mark mengaku jadi lebih bahagia, dan berikrar untuk melanjutkan cara hidup tanpa uang itu dengan aturan lain.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Inti dari pelajaran yang bisa dipetik adalah kita selayaknya mensyukuri hidup ini. Jangan terlena dengan teknologi. Meski membuat kehidupan lebih mudah, namun energi yang dihasilkan dari aktivitas kehidupan modern memperparah efek gas rumah kaca. Selain menciptakan polusi, juga membuat orang rentan terhadap kekuatan fisiknya.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Kita bisa belajar dari Mark bahwa dalam kehidupan ini ada hal-hal tertentu yang tak bisa dibeli dengan uang. Sehingga kita wajib bijaksana dalam memperlakukan dan menggunakan uang. <strong><span style="font-size: 10.0pt;">n c13</span></strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Judul : The Moneyless Man</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Penulis : Mark Boyle</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Penerbit : PT Serambi</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Cetak : Mei 2011</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Tebal : 349 halaman</span></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-1875486155963138682011-07-13T06:13:00.000-07:002011-07-13T06:13:50.369-07:00Kisah ‘Presiden’ 207 Hari<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjc5gAjhzMLOMk6j6yjBcsM4MY9bjHXH-8j-87SbuNI38uO77DEGzG8deMyLzPSQidfzFsImunAcIwdLKAccGYKLovUK3bl9_EyGQBZYHLAKJ1TjC12ZvdoMOXUqTho_dw2RX8aAHC_rCg/s1600/Presiden+Prawiranegara.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjc5gAjhzMLOMk6j6yjBcsM4MY9bjHXH-8j-87SbuNI38uO77DEGzG8deMyLzPSQidfzFsImunAcIwdLKAccGYKLovUK3bl9_EyGQBZYHLAKJ1TjC12ZvdoMOXUqTho_dw2RX8aAHC_rCg/s320/Presiden+Prawiranegara.jpg" width="211" /></a></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Ahad, 10 Juli 2011 (Republika) </div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><u>Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></u><br />
<br />
“Zus Lily, saya pinjam suamimu sebentar,” ujar Hatta sopan. “Ada tugas yang harus beliau lakukan sebagai menteri kemakmuran. Saya janji hanya beberapa hari saja.” Itulah awal kisah perjalanan bersejarah Syafruddin Prawiranegara.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Saat itu, ketika kondisi negara sedang genting Wakil Presiden Indo nesia, Muhammad Hatta, mengajak Kuding—panggilan akrab Syafruddin Prawiranegara—ke Bukittinggi untuk menyelesaikan persoalan pemerintahan di bumi Andalas.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Dipilihnya Kuding lantaran ia memiliki darah Sumatra. Dengan kemampuan lobinya, diharapkan ia mampu mendamaikan pihak-pihak nasional yang berseteru agar bersatu kembali melawan penjajah. Setelah beberapa hari menginjak tanah Sumatra, terjadi peristiwa penting di Jawa.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Tanggal 19 Desember 1948, dimulailah agresi Militer II Belanda terhadap ibu kota Yogyakarta. Tindakan ngawur pasukan kompeni itu akibat mereka mengkhianati perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan Belanda. Wakil Presiden Muhammad Hatta yang cemas menghadapi kenyataan itu segera mengirim telegram kepada Syafruddin Prawiranegara. </div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Sayangnya, telegram itu tak sampai kepada Kuding dan AA Maramis yang ber ada di India. Isi telegram itu memerintahkan kabinet yang tak ikut tertawan Belanda membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Tak lama setelah serangan militer itu dwitunggal Soekarno-Hatta, dan jajaran kabinetnya tertangkap. Mereka semua terkena hukuman huisarrest(tahanan rumah). Setelahnya, petinggi negara itu diasingkan ke Pulau Bangka. Pemerintahan resmi lumpuh.<br />
<br />
Namun, pejuang Indonesia tak berhenti sampai di situ. Di sebuah gubuk bernama Dangau Yaya di tengah perkebunan teh Halaban yang hening, Kuding mengumumkan berdirinya PDRI, pada pukul 03.40, Rabu, 22 Desember 1948. </div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Dalam proklamasi itu ditunjuk Teuku Mohammad Hasan sebagai wakil ketua PDRI. Seluruh jabatan kabinet pemerintahan Soekarno-Hatta diisi orang yang ditunjuk Kuding. Resmilah PDRI menjalankan Pemerintahan Indonesia yang sempat lowong.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Perjalanan hidup dan karakter Kuding terekam dari sudut pandang Kamil Koto, tokoh fiktif yang digambarkan sebagai pejuang muda yang ikut rombongan PDRI. Dari penuturan pria yang jadi pemijat itu mengalirlah kisah Presiden Syafruddin Prawiranegara.<br />
<br />
Menurut Kamil Koto, Kuding layak ditetapkan sebagai presiden RI kedua. Sebab, selama 207 hari (19 Desember 1948–13 Juli 1949) melanjutkan pemerintahan berdaulat Indonesia. Sebuah perjuangan yang dilupakan sejarah, Tapi, sangat krusial dalam memastikan keberlangsungan negeri ini.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Dari buku ini, kita bisa melihat ketulusan pengabdian Syafruddin Prawiranegara. Demi negara, ia rela meninggalkan keluarga yang dicintainya. Ia terus bergerak dari pelosok kampung menuju pedalaman hutan rimba memimpin pemerintahan darurat.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Namun, bangsa ini seolah tak menghargai jasa besarnya. Lihat saja, bukannya mendapat gelar pahlawan. Kuding malah mendapat cap sebagai tokoh pemberontak. Padahal, “Pak Syaf pantas jadi pahlawan nasional karena beliau pejuang yang sesungguhnya,” ujar pengamat militer, Salim Said.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">Sayangnya, alur novel ini tak melulu menceritakan Kuding. Malah, kisah hidup Kamil Kotto mendapat porsi besar. Akibatnya, gambaran sosok Kuding kurang tergali secara utuh. Adapun, pengorbanannya dalam berjuang membela Merah Putih kurang tergali secara mendalam. <span style="font-size: 10pt;">c13, ed: subroto</span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Judul : Presiden Prawiranegara</span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Penulis : Akmal Nasery Basral</span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Penerbit : Mizan</span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Edisi : Maret 2011</span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Tebal : xxii + 370</span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-90572982032481612102011-07-13T06:05:00.000-07:002011-07-13T06:06:32.447-07:00Memahami Sisi Lain Soeharto<div class="fullpost"><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinhfVv7N0_InkOpZ4q4EinnvKWgEaEgaSW9eY0GXG7Ao51wtqzrF-S9cqi3KneGTNVsiZO_p-AugNim5LBir5wEkAVpnJM5WMTN9YITMaSOiD6BiIX-P-YjM2swJCYaOHG6FRe0D90g-0/s1600/Pak-Harto-The-Untold-Stories.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><br />
</a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkJy4_lzYZmTAR8J7n5fC3WRVv3g-2_-4EXIosV0Wg6oMm8pAWNncARMVm1oI6rtYkSMhqag8XxW3ST2Akv3ffJW8fswwlsO97XmTKFlIlC_CyjnLcLctFj8hhi9WpPVnDLCpXjjBLJNU/s1600/Pak-Harto-The-Untold-Stories.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkJy4_lzYZmTAR8J7n5fC3WRVv3g-2_-4EXIosV0Wg6oMm8pAWNncARMVm1oI6rtYkSMhqag8XxW3ST2Akv3ffJW8fswwlsO97XmTKFlIlC_CyjnLcLctFj8hhi9WpPVnDLCpXjjBLJNU/s320/Pak-Harto-The-Untold-Stories.jpg" width="280" /></a><span lang="IN">Kamis, 7 Juli 2011 (Koran Jakarta) <br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Beberapa waktu lalu lembaga survei Indo Barometer merilis survei tentang presiden Republik Indonesia (RI). Hasilnya cukup mencengangkan, yakni masyarakat menempatkan Soeharto sebagai presiden yang paling disuka. Gaya kepemimpinannya disukai dan kepuasan publik kepada Soeharto lebih tinggi di atas Presiden SBY.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di luar subyektivitas survei itu, masyarakat terbukti mengelu-elukan presiden RI yang melahirkan era Orde Baru tersebut. Kira-kira mengapa masyarakat menganggap kepemimpinan Soeharto berhasil dalam mengelola negara ini? Meski belum tentu 100 persen benar, kita bisa memukan jawabannya pada buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pak Harto, The Untold Stories</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Buku yang diluncurkan pada 8 Juni 2011 lalu, bertepatan dengan milad ke-90 Soeharto, ini memuat beragam kisah perjalanan presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu. Hampir semuanya kisah kepribadian dan gaya kepemimpinan Soeharto yang belum pernah terungkap ke publik tertuang dalam buku ini. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Yang menarik ditampilkan pula beragam foto aktivitas Soeharto selama menjabat. Mulai foto di Istana Negara, kunjungan kenegaraan ke luar negeri, hingga perjalananan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">incognito</i> (diam-diam dan rahasia) Soeharto ke pelosok desa terpencil di Jawa. Semua foto itu belum terpublikasikan sebelumnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak percaya? Lihat saja foto cover buku ini yang menunjukkan Soeharto saat istirahat dengan santainya bersandar di pagar yang terbuat dari pepohonan di desa. Hal itu dilakukannya saat ia kelelahan di sela kunjungannya ke desa. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di luar foto yang bersifat jenaka dan mengharukan, kita bisa melihat kedekatan Soeharto dengan rakyat dalam setiap kunjungan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">incognito</i>. Melalui foto itu, kita bisa menyimpulkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Smiling General</i>—julukan Soeharto—adalah sosok bersahaja dan tidak ada jarak dengan rakyat. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Interaksi dengan rakyat berjalan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">gayeng</i>, tak terduga, dan penuh keakraban. Itu karena protokoler pengamanan tak seketat sekarang. Sehingga Soeharto bisa menyerap aspirasi dan keluhan rakyat ketika berdialog dengan presidennya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Buku ini ditulis 113 narasumber dari beragam latar belakang yang menceritakan pengalamannya selama berinteraksi dengan Soeharto. Mulai dari rekan pimpinan negara ASEAN seperti, mantan perdana menteri (PM) Malaysia Mahathir Muhammad, mantan presiden Filipina Fidel Ramos. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak ketinggalan Raja Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah dan mantan PM Singapura Lee Kuan Yew, yang datang menjenguk Soeharto menjelang kematiannya pada 2008 lalu itu ikut menuliskan sendiri pengalamannya. Nama mantan wakil presiden Jusuf Kalla dan mantan panglima ABRI Wiranto juga ikut nimbrung berbagi kisahnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebagian besar penulis buku yang ditulis lima orang ini adalah pejabat negara Orde Baru yang jelas pernah berutang budi pada Soeharto. Sehingga penilaiannya terhadap Soeharto pasti positif semua. Namun ternyata, tak hanya kawan saja yang mengapresiasi kepribadian presiden yang mundur akibat gerakan reformasi mahasiswa pada 21 Mei 1998 itu. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">AM Fatwa, mantan lawan politik dan tahanan Orde Baru pun ikut menyumbang tulisan. Meski pernah berada dalam fase berhadapan dengan Soeharto, mantan wakil ketua MPR itu dengan tegas memberi penilaian <i style="mso-bidi-font-style: normal;">fair</i> kepada presiden RI ke-2 tersebut. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bahkan menjelang ketika Soeharto di rawat di rumah sakit, AM Fatwa adalah tokoh yang sering menjenguknya. Ia juga menjadi pejabat negara pertama yang melakukan takziah ketika Soeharto meninggal.</span></div><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Judul Buku : Pak Harto, The Untold Stories</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penulis : Mahpudi dkk</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penerbit : Gramedia Pustaka Utama</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Terbit : Juni 2011</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Harga : Rp 300.000</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Peresensi : Erik Purnama Putra, alumnus Universitas Muhammadiyah Malang</span></span><span lang="IN"></span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-14031671094860016662011-05-15T03:34:00.000-07:002011-05-15T03:34:43.650-07:00Godaan Korupsi<div class="fullpost"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQcBv06B8w5BE5urM02b9mnr1DBD70gB91GlmG-wuW2ravoc28yDzdlIaPx_CMramjG9EsHogWxS-54B1Snv6QDFJKPYsslk-YJuqxSmOcmXb7KdBs9JvgagYdvMJrq8lfKvlDaG68Lz0/s1600/Korupsi.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQcBv06B8w5BE5urM02b9mnr1DBD70gB91GlmG-wuW2ravoc28yDzdlIaPx_CMramjG9EsHogWxS-54B1Snv6QDFJKPYsslk-YJuqxSmOcmXb7KdBs9JvgagYdvMJrq8lfKvlDaG68Lz0/s320/Korupsi.jpg" width="204" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Ahad, 15 Mei 2011 (Unpublished) </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Korupsi terjadi karena ada niatan dan kesempatan. Hukum itu berlaku bagi Murad, tokoh utama dalam novel <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Korupsi</i>. Meski memiliki integritas tinggi dan dikenal jujur, akhirnya ia mau tak mau harus bersentuhan dengan hal tersebut. Ini tak lain karena lingkungan kerja memaksanya untuk berbuat itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Memegang jabatan Wakil Direktur Perencanaan dan Pembinaan Kementerian Pekerjaan Umum di Casablanca, Maroko. Murad memiliki peluang untuk mengambil uang tips dari setiap proposal yang masuk ke mejanya. Apalagi budaya itu lumrah di tempat kerjanya. Ia tidak menutup mata akan hal itu. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Hingga periode waktu tertentu ia tak jua tergerak hati untuk mengikuti atasan maupun bawahannya yang berpenampilan necis dan bergaya hidup parlente. Murad memilih jalan hidup sederhana dan berprinsip tak mau mengambil barang yang bukan haknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Meski maksud komisi proyek di sini berupa pemberian pemenang tender dan tanpa ada paksaan tetap ditolaknya. Karena itu, ia dikenal sebagai pegawai yang mampu memegang teguh prinsip dan amanah dalam bekerja. Yang nilai-nilai itu semua didapat dari ajaran orang tuanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Novel karya Tahar Ben Jelloun ini berkisah tentang seorang pegawai negeri jujur. Segala tindakannya berupaya melawan arus dan budaya di tempat kerjanya agar tidak terperangkap jaringan korupsi. Pengarangnya, sastrawan terkemuka Prancis kelahiran Maroko yang pernah memenangkan penghargaan Sastra Prix Gouncourt.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Novel ini lahir diilhami karya pengarang besar bangsa ini, Pramoedya Ananta Toer, yang membuat novel <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Korupsi</i> pada 1954. Dari kunjungan Tahar Ben Jelloun ke Indonesia pada awal 1990-an, ia tertarik membuat novel bertema korupsi dengan mengambil latar belakang negaranya. Sehingga lahirlah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">L’Homme rompu</i> (1994) yang artinya korupsi. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Murad seorang insinyur lulusan universitas ternama di Perancis. Dalam kehidupannya, meski menyandang jabatan mentereng, ia bukan pejabat kaya atau setidaknya hidup berkecukupan. Sebaliknya, ia terus bersentuhan dengan nestapa. Sebab, setiap hari selalu bertengkar dengan istrinya, Hilma yang terobsesi dengan uang dan kenyamanan materi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Omelan istri yang mengaku muak hidup dengan suami miskin menjadi santapan sehari-hari yang coba diredamnya. Keadaan diperumit setelah mertuanya ikut menyudutkannya yang membuat batinnya terus gelisah. Pasalnya, ia dinilai sebagai suami yang tak pandai mencari materi dan membahagiakan istri. Sehingga, dianggap menelantarkan istri dan tak bisa menyejahterakan keluarga.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Di sisi lain, Murad juga bermasalah dengan rekan sekantornya yang tak suka dengan kepribadiannya. Ia mendapat julukan sebagai pribadi yang tak luwes. Sebagai pejabat di instansi strategis, ia bisa saja mengenakan komisi beberapa persen dari nilai proyek seperti budaya umum di negaranya. Namun, ia mengabaikan jalan menyenangkan itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Padahal jika mau berpikir rakus cukup mudah baginya mengeruk keuntungan dalam waktu singkat. Mengingat, tanpa tanda tangan persetujuannya, tak akan ada izin pembangunan proyek.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Namun, lagi-lagi Murad bekerja penuh teliti dan tak sembarangan dalam membubuhkan tanda tangan guna menyetujui pembangunan proyek. Alhasil sikapnya dianggap pasir pengganjal bagi orang di sekelilingnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Tak jarang para kontraktor meminta bantuan agar rekan Murad membujuk yang bersangkutan mau memberikan tanda tangan persetujuan. Ia merasa jadi batu kerikil yang menghalang-halangi rekan-rekan kerjanya di kantor mendapat rejeki. Padahal niatnya baik. Tak ingin mendapat uang dengan cara tak sesuai dengan hati nuraninya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Ternyata hukum alam menimpa Murad. Meski memiliki keteguhan prinsip dan iman. Karena mendapat kesempatan dan peluang, ia tergoda juga untuk menikmati uang tips dalam jumlah cukup besar. Ia mendapat dari salah seorang yang ingin ikut tender. Agar bersifat formalitas dan ingin menang, maka ditaruhlah dokumen persyaratan untuk diteliti Murad. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Tak disangka, ia tergerak untuk mengambil beberapa lembar uang dolar Amerika untuk digunakan senang-senang. Dari situlah kehidupannya mulai rada berubah. Ia menikmati hidup laiknya orang kaya. Dengan memiliki uang dalam jumlah besar itu sepintas hidupnya berubah drastis.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Ia menikmati kehidupan mewah dengan membelanjakan cukup uang untuk membeli kesenangan pribadi. Dari pria sederhana dan bersahaja, ia menjadi pribadi rapuh yang terbuai dengan nikmatnya memegang uang banyak. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Namun, hal itu dilakukannya seorang diri tanpa diketahui rekannya. Dengan uang itu pula ia bisa mengajak anaknya liburan menikmati keindahan alam. Sebuah hal yang sulit dilakukan sebelumnya akibat terbatas kemampuan finansialnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Di sisi lain, orang-orang kantor yang jengah dengan sikap tak kompromi Murad melakukan segala cara untuk menjatuhkan kredibilitasnya. Akhirnya, ia dijerat dengan tuduhan mencuri mesin tik kuno yang sudah tak terpakai di kantor. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Mesin tik berumur puluhan tahun yang tak terpakai di kantor itu dibawanya pulang dan jadi bahan rongsokan tak terpakai. Namun, karena konspirasi cantik orang kantor, ia tak berkutik membantah tuduhan mencuri barang kantor alias milik negara. Dengan kata lain, ketika inspektorat memeriksanya, ia didikenakan tuduhan tindak pidana pencurian alias korupsi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Bagaimana nasib Murad selanjutnya dengan keadaan yang membelitnya dan sanggupkah ia bertahan? Selain berkisah seputar korupsi. Novel ini juga menceritakan romantika kisah cinta Murad dengan sepupu jauhnya, Nadia, seorang janda cantik yang kagum dengan integritasnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Selain sebagai bacaan mengasyikkan, novel ini layak dibaca sebagai cermin atas situasi birokrasi di Indonesia yang tidak kunjung reda dilanda badai kasus korupsi. Belajar dari tokoh utama buku ini tampak sekali orang yang berusaha jujur akan menghadapi tantangan berat. </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-size: 10.0pt; mso-ansi-language: IN;">n c13 (erik purnama putra)</span></b><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Judul<span> </span>: Korupsi</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penulis<span> </span>: Tahar Ben Jelloun</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Penerbit<span> </span>: Serambi</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Tahun<span> </span>: 2010</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="IN">Tebal<span> </span>: 233 halaman</span></span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"></span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-65327095448205732482011-05-06T23:44:00.000-07:002011-05-06T23:45:53.725-07:00Melawan Aktivis Islam Liberalisme<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbWF4VOLvb4nAGPfOcie9M2JN8yLmvlENsPmDudWkIbT8qrbJFsFaaUIC-mN0-sLXZ2ezKfHCtIDp_IP1dd0krWy0OsqK1VI-Ch45FGumHMQ5seL9qUHvQD-1ERBoXcGzTSdl_TSlR-9k/s1600/kemi.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbWF4VOLvb4nAGPfOcie9M2JN8yLmvlENsPmDudWkIbT8qrbJFsFaaUIC-mN0-sLXZ2ezKfHCtIDp_IP1dd0krWy0OsqK1VI-Ch45FGumHMQ5seL9qUHvQD-1ERBoXcGzTSdl_TSlR-9k/s320/kemi.jpg" width="217" /></a></div><div style="text-align: left;"><span lang="IN">Sabtu, 7 Mei 2011 (Unpublished) </span></div><div style="text-align: left;"><span lang="IN"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh <b>Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Dunia pesantren masih diidentikkan sebagai sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertinggal. Para santrinya hanya menguasai kitab kuning dan penguasaan ilmu umumnya lemah. Akibatnya </span>persepsi kurang tepat tersebut model pendidikan di pondok pesantren dianggap kuno.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Namun, pandangan buruk terhadap dunia pesantren yang sempat merebak di masyarakat setidaknya bisa terkikis dengan hadirnya novel berjudul <i>Kemi: Cinta Kebebasan yang Tersesat</i>. Novel ini bercerita seputar pesantren yang menjadi tempat ideal bagi seseorang untuk menimba ilmu sebagai bekal menjalani hidup. </span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Karena dari pesantren pula banyak lahir santri yang cerdas dengan menguasai berbagai ilmu agama, yang memiliki kepercayaan diri tinggi dalam bergaul dengan masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Secara khusus, novel unik karya Adian Husaini ini mengungkap lika-liku pemikiran dan kondisi kejiwaan sejumlah aktivis Islam liberalis di negeri ini yang belum pernah terungkap ke publik. Melalui buku karya mantan wartawan <i>Republika</i> ini, pembaca disuguhi kepribadian para aktivis liberalis yang sangat rentan terhadap gangguan psikologis.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Novel ini wajib dibaca para santri dan keluarga Muslim yang mencintai keimanan dan berkeinginan selamat dari jeratan angan-angan dan gurita liberalisme, yang setiap saat menyerbu pikiran umat Islam. “Setelah wajah pesantren dicoreng-moreng dalam film Perempuan Berkalung Sorban, novel Adian Husaini ini berhasil menampilkan wajah pesantren sebagai lembaga pendidikan yang ideal,” ujar sastrawan Taufiq Ismail.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kisah bermula saat Kemi yang merupakan santri cerdas dari Pesantren Minhajul Abidin, Madiun, di bawah bimbingan Kyai Aminuddin Rois, tiba-tiba ingin berhenti <i>mondok</i> untuk melanjutkan kuliah di ibu kota. Di pesantren, bersama Rahmat—teman satu angkatan—Kemi terkenal mempunyai kemampuan menguasai berbagai ajaran kitab kuning.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kemi memilih kuliah dan pergi meninggalkan pesantren dengan melanggar amanah sang kyai setelah termakan bujuk rayuan dari Farsan, seniornya di pondok yang berubah menjadi ikon pengusung ajaran liberal. Kemi melupakan ajaran yang didalaminya di pesantren dengan menjadi aktivis pendukung gerakan liberal dan pluralisme dengan memilih kuliah di Institut Damai Sentosa, di Jakarta.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Singkat cerita, dengan pemikiran liberalnya Kemi dan kelompoknya menjadi populer. Angan-angan mereguk kebebasan dan menganggap wawasan ajaran di pesantren sempit membuatnya berubah. Dari dulunya yang sangat mencintai Islam, berbalik menjadi aktivis penggugat Islam.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mendapati sepak terjang Kemi yang semakin meresahkan sebab membawa identitas pesantren, Kyai Rois mengizinkan Rahmat untuk berangkat ke ibu kota dengan mengemban misi menyadarkan temannya tersebut. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kedatangan Rahmat sebenarnya juga untuk memenuhi tantangan Kemi agar bergabung menjadi mahasiswa di tempatnya kuliah. Dalam pergaulan kampus, bukannya berubah menjadi aktivis liberal, Rahmat malah sukses membantah setiap logika yang diutarakan kelompok Kemi, yang dipimpin Roman.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bahkan, dalam sebuah diskusi saat perkuliahan tentang keberanan agama bersifat relatif yang dibawakan rektor Institut Damai Sentosa, Profesor Malikan, Rahmat mampu mematahkan segala argumen yang dibangun dosennya hingga yang bersangkutan tak berkutik.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Popularitas Rahmat semakin mencuat setelah dalam sebuah seminar berhasil menjungkalkan argumen Kyai Dulpikir, hingga kyai pengusung liberalisme tersebut yang memiliki riwayat penyakit jantung meninggal seketika usai seminar. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tentu saja Rahmat menjadi gunjingan di kampus sebab keberadaannya sangat meresahkan dan dianggap mengancam kelangsungan gerakan liberal yang disponsori Shecooler Foundation.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bergelut dengan kelompok itu, Rahmat bisa menilai inti ajaran liberali adalah mengganggap semua agama sama dan menyembah satu Tuhan, dengan nama dan praktik berbeda. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Rahmat melihat Kemi keblinger dengan percaya dan menerapkan <i>rahmatan lil alamin</i> adalah ajaran jika umat Islam tak bersifat eksklusif dan mau berbaur dengan agama lain untuk tak menonjolkan diri sebagai agama yang paling benar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mereka dinilai Rahmat tak segan menggadaikan ayat-ayat Allah demi memuluskan tindakannya yang menyimpang. Hampir semua aktivis liberalis memilih jalan menganut paham kebebasan karena mempunyai pengalaman abnormal terkait masa lalunya. Sehingga saat menyebarkan ajaran liberalisme tujuannya hanya demi kenikmatan materi dan popularitas semata.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tak jarang dibuat kerangka berpikir yang disusun dengan kalimat indah hingga membuat orang lain terpukau agar tertarik mengikuti ideologi liberalis, yang sebenarnya tak mempunya dasar pijakan yang kuat. Lucunya, pengusung liberalisme seolah menawarkan jalan baru beragama dengan menyalahkan agama wahyu sebagai ajaran yang membuat kedamaian jauh dari bumi. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena keberadaan Rahmat dianggap mengacaukan suasana Institut Damai Sentosa. Roman memimpin kelompoknya menyusun rencananya matang untuk melenyapkan nyawanya. Dari situ terbongkar, Roman ternyata seorang mafia yang memanfaatkan keberadaan santri cerdas yang mudah ditipu dengan popularitas sehingga terpedaya menjadi aktivis liberalis.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tiba-tiba cerita berpindah alur menjadi menegangkan. Karena tahu Kemi sudah tak berguna lagi, Roman dan tiga anak buahnya ingin membunuh Kemi dulu sebelum Rahmat. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kemi sempat dihajar habis-habisan anak buah Roman. Meski sempat diselamatkan warga, karena mengalami gangguan syaraf dia harus dirawat ke rumah sakit. Setelah beberapa bulan, nasib Kemi berakhir tragis sebab dia menjadi hilang kesadaran dan dirawat di rumah sakit jiwa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mendapati itu, Rahmat dan warga dibantu pihak kepolisian berupaya menangkap Roman dan kelompoknya. Akhirnya riwayat aktivis liberalis tersebut tamat seiring dengan ditangkapnya mereka oleh polisi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sayangnya, ada sesi cerita novel yang tak fokus. Misal, percakapan Kyai Rois yang menyuruh Rahmat belajar membuat resensi buku sebelum berangkat ke Jakarta agar mengimbangi kemampuan para aktivis liberalis yang jago menulis, yang tidak ada kelanjutannya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Malahan, di puncak cerita yang diwarnai perdebatan Rahmat dengan Kyai Dulpikir, hingga membuat kyai liberal tersebut meninggal, eksploitasi cerita menunjukkan Rahmat jago berdebat mematahkan logika yang diusung para kaum liberal. Namun, <i>ending</i> cerita malah menggantung.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="IN">Judul : Kemi (Cinta Kebebasan yang Tersesat)</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="IN">Penulis : Adian Husaini</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="IN">Penerbit : Gema Insani Press</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="IN">Cetakan : Oktober 2010</span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-50387593201000389732011-04-15T03:22:00.000-07:002011-04-15T03:28:42.997-07:00Ketika Foke Ulang Tahun<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGPV8-qw9RRl9Cv_-mHKtDdxy54UJzz4lQkBLWzUWnxyZ6w2mxpZBXwyGcU3MQZMLWSFrToSZpa-cxGuSqMGTTnDrLjJjab73ZwJyClfV9qwl8-eqMdrPs5uLfhV8hcHMW7DOPBBaCbgk/s1600/Foke.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGPV8-qw9RRl9Cv_-mHKtDdxy54UJzz4lQkBLWzUWnxyZ6w2mxpZBXwyGcU3MQZMLWSFrToSZpa-cxGuSqMGTTnDrLjJjab73ZwJyClfV9qwl8-eqMdrPs5uLfhV8hcHMW7DOPBBaCbgk/s320/Foke.jpg" width="228" /></a></div>Jumat, 15 April 2011 (Unpublished) <br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><u><span lang="IN">Oleh <b>Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak seperti biasanya belasan wartawan yang ngepos di Balai Kota, Senin (11/4), pukul 13.00, semuanya mendatangi Balai Agung, tempat Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, ngantor. Para wartawan tampak sabar menunggu orang nomor satu di DKI Jakarta itu keluar dari ruangannya. Saat itu, Fauzi Bowo, yang akrab dipanggil Foke, sedang menerima kunjungan Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi).</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ketika Foke melangkah keluar melalui pintu utama Balai Agung, para wartawan langsung menyambutnya dengan bernyanyi bersama. “Selamat ulang tahun kami ucapkan. Selamat panjang umur kita kan doakan.” Lagu ulang tahun itu meluncur kompak yang membuat Foke tampak kaget.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Momen itu terjadi sebab wartawan mengetahui saat itu adalah hari ulang tahun Foke. Karena itu, wartawan memberikan hadiah kejutan berupa sambutan hangat. Setelahnya perwakilan salah satu wartawan membuka kue tart yang diatasnya bertuliskan 63. Angka itu menunjukkan umur Foke yang lahir di </span>Jakarta, 10 April 1948 lalu. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sejurus kemudian, dinyalakan api pada sumbu yang berada di atas angka 63. Kemudian, Foke meniup lilin tersebut dan bergemuruh tepuk tangan dari puluhan orang yang menghadiri acara dadakan itu. Dilanjutkan dengan pembacaan doa agar Foke selalu mendapat berkah dan mendapatkan kemudahan dalam bekerja. Foke memotong kue tart sebagai tanda penghormatan atas perayaan hari ulang tahunnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dihadapan wartawan, staf PNS Pemprov DKI Jakarta, dan perwakilan Parfi, seperti Paramita Rusyadi dan Gatot Brajamukti, Foke masih saja belum bisa menyembunyikan keterkejutannya dengan sambutan yang dirancang wartawan itu. “Saya kira tadi mau nanya apa,” kata Foke yang menunjukkan mimik <i>surprise</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dikatakan Foke, </span>perayaan ulang tahun kali ini adalah sebuah kejutan. Karena sebelumnya, ia tidak pernah merayakannya. Termasuk juga di dalam keluarganya tidak ada tradisi tersebut. “<i>Gak</i> ada perayaan di keluarga, tidak ada tradisi itu. Saya orang yang cenderung paket hemat,” terangnya sambil tersenyum. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Suasana saat itu sangat cair. Tidak ada kekakuan seperti biasanya jika wartawan melakukan wawancara dengan lulusan doktor bidang arsitektur dari Raum Und Umweltplanung-Baungenieurwesen Universitat Kaiserlautern, Jerman tersebut Foke mengucap terima kasih dengan kejutan yang diterimanya.<br />
<br />
Di tengah kompleksitas kerjaan yang dihadapinya, Foke berharap bisa lebih amanah lagi menjalankan tugas sebagai Gubernur. “Saya berharap, bisa mengisi (pekerjaan) dengan baik terutama untuk warga kota Jakarta,” katanya. Foke melanjutkan, sebagai umat, dirinya akan mengisi sisa hidupnya dengan amal ibadah. “Saya bersyukur. Saat inini usia ke-63, ini usia Rasulullah,” imbuh Foke.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Paramita Rusyadi menyatakan, tidak mengetahui jika Foke saat itu ulang tahun. “Kami terima kasih diterima. Saya juga ucapkan selamat ulang tahun buat Pak Fauzi Bowo yang dapat kejutan dari wartawan,” ucapnya.<b><span style="font-size: 10pt;"></span></b></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-3970257664868980292011-04-04T04:13:00.000-07:002011-04-04T04:14:10.380-07:00Jakarta<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMKU1PIuTIJuCIxgnJHDQBjAJxrkfN2IAOiqGOF1fm8B8uyNL_x-aAwYYW7_AciiZPBTdBYVpewWfR4KD0WmeoaRKa46ZNFNNbSuGopDzoogp9QarZa7KdC2LlTCrIBbiE7QvgpdK86z4/s1600/Wartawan+Koboi.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMKU1PIuTIJuCIxgnJHDQBjAJxrkfN2IAOiqGOF1fm8B8uyNL_x-aAwYYW7_AciiZPBTdBYVpewWfR4KD0WmeoaRKa46ZNFNNbSuGopDzoogp9QarZa7KdC2LlTCrIBbiE7QvgpdK86z4/s1600/Wartawan+Koboi.jpg" /></a></div><div class="fullpost" style="text-align: justify;">Senin, 4 April 2011 (Unpublished) </div><div class="fullpost"></div><div class="fullpost"><div class="MsoNormal"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ketika mendengar kabar bahwa saya termasuk reporter yang bakal kena <i>rolling</i> untuk dipindah tugas ke Jakarta—dari sebelumnya di Surabaya—saya tidak merasakan sebuah kekhawatiran sama sekali harus merasakan kerasnya kehidupan di ibu kota. Malahan saya menyambutnya dengan penuh semangat. “Mumpung masih muda,” pikir saya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tibalah saat kepindahan. Saya berangkat menggunakan kereta Gajayana melalui Stasiun Kota Baru, Malang, tepat pukul 16.30, Rabu (30/3). Dalam perjalanan saya banyak menyimpan mimpi yang terus saya jaga dan ingin terwujud selama harus menjadi kuli di Jakarta.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ketika kereta yang saya tumpangi sudah memasuki wilayah ibu kota, saya tidak memilih turun di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Namun, meneruskan perjalanan ke Stasiun Kota atau yang dulu populer disebut Stasiun Beos, Jakarta Barat, sekitar pukul 08.20. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika melihat jarak dengan kantor <i>Republika</i>, Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan—tempat saya bekerja, harusnya saya memilih turun di Stasiun Gambir. Sebab, jaraknya lebih dekat dengan kantor. Tapi, saya putuskan untuk menikmati perjalanan sebab hari itu saya tidak langsung bekerja, meski siangnya tetap mengirim berita untuk menyuplai halaman <i>Republika</i> edisi Jawa Timur, yang saya tinggalkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Butuh waktu hampir sejam perjalanan menuju kantor menggunakan busway. Dari Stasiun Kota saya turun di halte Monas. Setelah menunggu sekitar 20 menit, busway datang dan seketika meluncur ke Warung Buncit, tempat di mana saya akan berkantor dalam jangka waktu yang saya sendiri tidak mengetahuinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena malam hari kantor mengadakan penganugerahan Tokoh Perubahan 2010, saya bersama rekan kantor yang baru saya kenal, usai Maghrib langsung meluncur ke Djakarta Theatre, Jalan MH Thamrin, dan datang sekitar pukul 19.00. Di hari pertama itu, saya bisa merasakan bahwa saya bekerja di sebuah koran besar yang memiliki pengaruh luar biasa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Betapa tidak, hadir belasan menteri sebagai undangan dalam acara itu. Termasuki tiga menteri koordinator menyempatkan diri hadir. Belum lagi pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta tokoh pendidikan, ekonomi, hingga duta besar berbagai negara sahabat lainnya ikut datang. Hal itu menandakan bahwa posisi <i>Republika</i> di mata mereka memiliki tempat berarti.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ketika rekan saya bertanya ke salah satu jajaran pimpinan redaksi mengapa tidak mengundang Presiden atau Wakil Presiden agar acaranya terlihat wah seperti yang dilakukan media cetak lain sebelumnya? Jawaban yang keluar sungguh mencengangkan. “Untuk mengundang dua orang itu minimal harus keluar Rp 200 juta untuk alokasi biaya pengamanan oleh Paspamres. Belum biaya lainnya. Belum lagi repotnya,” kata dia. “|Jadi <i>mending</i> seperti ini saya sudah meriah, banyak tokoh yang hadir,” imbuhnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebuah hal yang tidak saya dapatkan selama saya menjadi kuli di Surabaya. Jangankan mendapat keistimewaan. Yang menyedihkan banyak narasumber di Surabaya secara khusus, dan Jawa Timur secara umum, banyak yang tidak tahu apa itu <i>Republika</i>. Namun, ketika pindah ke Jakarta kondisinya berbalik 180 derajat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hari Jumat, 31 Desember 2011, dari kantor saya menumpang busway menuju Stasiun Kota dengan tujuan mengambil paketan sepeda motor yang sudah datang. Berangkatnya tidak ada masalah sebab tinggal menumpang <i>doang</i>. Baru setelah balik menggunakan sepeda motor dari Jakarta Pusat menuju Jakarta Selatan, saya harus tersesat cukup jauh akibat salah prediksi harus melalui jalan yang mana. Padahal sejak awal saya sudah menandai harus melewati jalan tertentu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tapi, lagi-lagi karena sistem jalan di ibu kota sangat rumit dan banyak persimpangan, maka saya mendapat pengalaman pertama dan berharga, tersesat di Jakarta! Setelah tanya-tanya kepada masyarakat di sepanjang jalan, akhirnya saya bisa menemukan jalan pulang menuju kantor. <i>Alhamdulillah</i>, kata saya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hari Sabtu dan Ahad, saya sudah beraktivitas secara normal. Saya harus ke Pejompongan dan Menteng, Jakarta Pusat. Untuk Sabtu, saya mendapat pertolongan dari rekan reporter seangkatan yang sedang libur. Sehingga dia menjadi semacam kompas, petunjuk jalan. Unyuk Ahad, karena saya sudah tahu daerah Menteng, jadi saya tidak terlalu kesulitan, meski sempat tersesat juga.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mulai Senin, saya akan bertemu rekan-rekan baru di ibu kota. Karena tugas saya adalah harus <i>ngepos</i> di Balkot atau Balaikota, tempat Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta ngantor, maka setiap harinya saya harus mengkover Balkot, DPRD Jakarta, dan area Jakarta Pusat. Sebuha tugas menarik dan tidak saya sebut berat sama sekali. Hal ini merupakan tantangan tersendiri yang harus saya lakukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Memang secara pilihan lebih nyaman berada di Surabaya. Di samping sudah hafal jalan luar dalam sampai gang-gang tertentu, termasuk gang Dolly. Saya juga tahu agenda setiap yang bisa dijadikan berita sehingga tidak kerepotan dalam membuat berita, bahkan sampai menyimpan stok berita. Tapi, jelas dipindah ke Jakarta merupakan sebuah tantangan yang tidak boleh dilewatkan. “Mumpung masih mudah, ambil saja kesempatan itu,” saran teman-teman.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hmmm, saya mengistilahkan diri saya sekarang sedang babad alas. Saya tidak kenal narasumber di sini dan untuk mencari berita masih harus <i>ngekor</i> wartawan senior yang sudah lama menetap di Balkot. Namun, yang saya rasakan saat <i>ngepos</i> di Balkot adalah kenyamanan. Karena sambutan hangat wartawan yang terlebih dulu berada di sini sangat asyik dan tidak pandang orang.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena itu, saya tetap optimis bahwa keadaan yang saya rasakan sekarang hanya berat di awal-awal. Jika sudah tahu ‘jalannya’ dengan sendirinya nanti semuanya akan mudah. Sebuah situasi sama yang saya rasakan di Surabaya saat akhir 2009 lalu, saat saya awal-awal menjadi kuli di sana. Yang seiring berjalannya waktu, ternyata saya bisa <i>enjoy</i> alias menikmati <i>nguli</i> di ibu kota Jawa Timur tersebut. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><span lang="IN">Last but not least</span></i><span lang="IN">, saya yakin dengan jalan ini akan dapat banyak pengalaman seru yang tidak saya dapatkan sebelumnya jika tetap menetap di Surabaya. Saya akan dapat teman baru dan bertemu teman lama yang terlebih dulu tinggal di ibu kota. Yang pasti, saya harus bisa menakhlukkan tantangan yang berada di depan. <i>We can conquer the challange if optimistic</i>. <i>Dont be often complaint if we want to success in this life</i>!</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sekian dulu cerita dari saya, kisah selanjutnya akan saya tulis di kesempatan yang akan datang. <i>I will back to continue this story sooner or later</i>.</span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-23403289752286887632011-04-03T04:37:00.000-07:002011-04-04T04:11:08.191-07:00Kebangkitan Tiga Peradaban Besar<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKrIng-YeIHLS7HMsNp3NP6VxnD8p8HXT52PcAg1AfQT8c1xnpx5KslHpWMlxSosnset8cvhCgfrFCbipkSrzVhsbI8iPB6Pv3Ta5K3vy5u68makzhNmt9cEkqm7pTn8Vc3mjTV8PhkgA/s1600/Imperium+III.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKrIng-YeIHLS7HMsNp3NP6VxnD8p8HXT52PcAg1AfQT8c1xnpx5KslHpWMlxSosnset8cvhCgfrFCbipkSrzVhsbI8iPB6Pv3Ta5K3vy5u68makzhNmt9cEkqm7pTn8Vc3mjTV8PhkgA/s320/Imperium+III.jpg" width="207" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ahad, 3 April 2011 (Unpublished)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><u>Oleh<b> Erik Purnama Putra </b></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sejarah pernah mencatat jatuhnya beberapa peradaban besar di masa lalu. Namun, sejarah juga mencatat terdapat tiga peradaban besar yang mampu bangkit lagi setelah mengalami keterpurukan. Lainnya, tak meninggalkan jejak warisan, kecuali puing-puing bangunan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tiga kebangkitan besar itu adalah peradaban Islam pada zaman <i>khalifah</i> Harun Al Rasyid yang berpusat di Baghdad, Irak, kebangkitan Barat yang ditandai berlalunya masa kegelapan atau <i>Renaissance</i>, dan capaian luar biasa bangsa Jepang dari negara tradisional agraris mampu sejajar dengan negara Barat setelah momen Restorasi Meiji.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Buku <i>Imperium III</i> mengulas bukti bahwa manusia mampu belajar dengan kehebatan yang luar biasa. Mulai dari kemegahan dan hancurnya peradaban Romawi kuno pada tahun 476, gemilangnya peradaban Islam klasik Abbasiyah dan Andalusia abad ke-7 sampai 13, munculnya Renaissance Eropa, hingga keajaiban bangsa Jepang pasca Restorasi Meiji tahun 1868.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bukan hanya itu, pembaca juga akan mendapatkan informasi seputar kebangkitan besar negara <i>superpower</i> Amerika Serikat (AS), lahirnya Inggris Raya menjadi negara berkekuatan militer terbesar di dunia sebelum digantikan AS, hingga potensi Cina dan India yang berpeluang menjadi negara adidaya pada dewasa ini. Yang semua kesuksesan luar biasa itu bisa dijadikan pelajaran berharga bagi bangsa ini jika ingin menjadi negara besar.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dari buku ini kita bisa menyimpulkan lahirnya peradaban besar bukan ditandai dengan kuatnya militer dan banyaknya orang kaya dalam suatu negara. Melainkan tersedianya buku yang dapat diakses seluruh masyarakat hingga melahirkan ilmuwan besar yang mampu menghasilkan berbagai mahakarya dan temuan-temuan baru. Yang itu berkolerasi dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat dengan ditandai munculnya peradaban besar.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Kegemilangan Islam</b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Peradaban Islam yang lahir di era Raja Harun Al Rasyid (763-809), misalnya. Peradaban yang bermula dari ajaran Nabi Muhammad SWA tersebut lahir karena kebijakan raja yang sangat <i>concern</i> dengan pendidikan membuat masyarakat menjadi kaum intelektual. Kondisi itu melahirkan banyak ilmuwan Muslim yang mampu menciptakan berbagai karya di bidang kedokteran, matematika, filsafat, hukum, hingga astronomi dengan cara menelaah dan mengembangkan literatur tokoh Yunani kuno.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan menggabungkan ajaran tokoh-tokoh filsuf Yunani, macam Plato dan Aristoteles, dengan ajaran Islam, lahirlah peradaban super maju di Baghdad hingga dijuluki Negeri 1001 Malam. Belum lagi pencapaian peradaban Islam di Andalusia, Spanyol, yang jejaknya masih dapat dilihat hingga sekarang.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kegemilangan kemajuan Islam secara perlahan surut pada abad ke-12 pasca penyerangan tentara Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan gedung, khususnya perpustakaan yang menyimpan jutaan judul buku di Baghdad. Sejak saat itu—meski pusat kerajaan Islam pindah ke Turki—peradaban Islam mulai mengalami kemunduran signifikan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Kebangkitan Eropa</b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Memasuki abad ke-14 di belahan Eropa terjadi <i>Renaissance</i> yang bermula dari Italia. Setelah Baghdad hancur berbondong-bondong ilmuwan, termasuk dari Eropa mencari tempat baru untuk bisa mengaktualisasikan dirinya. Saat itu, Kota Florence, Italia menjadi tempat yang cocok sebab penguasa setempat sangat mencintai buku dan menghargai para ilmuwan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mulailah beberapa penguasa kota di Italia mendorong agar dilakukan terjemahkan berbagai karya filsuf Yunan dan Islam ke dalam bahasa setempat. Tak butuh waktu lama Eropa mulai lepas dari zaman kegelapan yang membelenggunya selama satu milenium sejak runtuhnya Romawi di Roma.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasca penemuan mesin cetak, terjadi revolusi buku dan kemajuan menjalar ke seluruh penjuru Eropa. Buku menjadi barang yang mudah didapatkan dan pada tahun 1500-an jumlah buku yang beredar mencapai 9 juta di seluruh Eropa. Tentu saja masyarakat sana menjadi kritis dan cerdas sehingga berbagai temuan teknologi baru segera bermunculan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Setelah keadaan di Eropa mulai tidak kondusif dengan banyaknya perang yang berkecamuk banyak ilmuwan lari mencari wilayah baru ke AS. Tak perlu waktu lama, AS menikmati keuntungan itu dan menjadi negara terkuat di dunia setelah mengalahkan penjajahan Inggris. Sejak saat itu berbagai temuan baru yang lahir dari kreasi ilmuwan AS mendorong negara itu menjadi negara paling maju dan sejahtera dengan kekuatan militer terbesar di dunia, menggeser Inggris.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Keajaiban Jepang</b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di sela waktu itu, Jepang yang sebelumnya melakukan isolasi diri dengan dunia luar juga menunjukkan pencapaian gemilang. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak lahirnya Restorasi Meiji tahun 1868, Jepang yang penduduknya sangat tradisional dan tidak mengenal teknologi mampu mengubah negaranya menjadi negara maju yang sejajar dengan kekuatan barat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kunci kemajuan Jepang terletak pada kebijakan pemimpinnya yang mengharuskan rakyatnya untuk belajar ilmu pengetahuan terkini sembari mengadopsi kemampuan negara Barat dalam menciptakan teknologi handal. Masyarakat banyak melahap buku buku inspiratif karya ilmuwan besar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berbarengan dengan itu nasionalisme rakyat yang terus meningkat dengan diiringi kekuatan militer yang canggih membuat Belanda, Inggris, Prancis, dan Rusia, yang sebelumnya ingin menguasai Jepang dibuat bergidik. Jepang dalam tempo singkat malah bisa dikatakan melampaui kekuatan militer negara Barat tersebut.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Rahasia kemajuan cepat Jepang itu adalah prinsip belajar dari siapapun, terutama dari musuh. Seketika keajaiban itu datang, hampir semua teknologi Barat mampu diciptakan orang Jepang. Bahkan, Jepang percaya diri dan mampu mengalahkan tentara Rusia, yang saat itu menjadi salah satu negara terkuat di dunia.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Khusus untuk Jepang perlu mendapat acungan dua jempol. Setelah porak-poranda akibat di bom atom oleh AS saat Perang Dunia ke-2 pada 1945, Jepang bukannya terpuruk. Mereka kembali bangkit menata negerinya hingga sekarang menjadi negara industri maju. Jika pada 1945 kondisi Jepang berantakan dan lebih parah dari Indonesia, saat ini Jepang jauh meninggalkan Indonesia dan banyak negara Barat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Buku ini menyuntikkan motivasi bagi generasi muda, pelajar, pengusaha, negarawan, untuk meninggalkan keterbelakangan mdan mengejar keterpurukan agar bangsa Indonesia bisa bangkit dan menjadi negara besar dengan peradaban besar pula. Sayangnya, entah mungkin keterbatasan referensi atau alasan lain penulis mengulas sepintas dan tidak mendalam tentang sejarah peradaban bangsa-bangsa besar masa lalu. Dan baru setelah abad ke-20, berbagai kemajuan itu ditulis cukup lengkap.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Judul : Imperium III (Zaman Kebangkitan Besar)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Penulis : Eko Laksono</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Penerbit : Hikmah</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Edisi : 2010</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tebal : xxii + 523 halaman</div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-37272965686651350302011-03-28T04:33:00.000-07:002011-03-28T04:38:17.898-07:00Tanaman Liar Bisa Bikin Indonesia Kaya<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyrl1QNtaXXHmimtNabJof0nTMOjxQf55RznXITW5AyH6L_iAh3U4Ji5Uf9hldFb0WkMccG1wrx4u7KR2oQjBAru4DEpXnBGPPUdRDqfpBOw-PcsACOz6tL0RnOu9VNHOi90lGsJl5g7Y/s1600/Fashicul+Lisan+%25283%2529.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyrl1QNtaXXHmimtNabJof0nTMOjxQf55RznXITW5AyH6L_iAh3U4Ji5Uf9hldFb0WkMccG1wrx4u7KR2oQjBAru4DEpXnBGPPUdRDqfpBOw-PcsACOz6tL0RnOu9VNHOi90lGsJl5g7Y/s320/Fashicul+Lisan+%25283%2529.JPG" width="239" /></a></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Senin, 28 Maret 2011 </div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Peran obat tradisional di dunia medis masih kalah dibanding obat modern. Padahal Indonesia kaya akan tanaman tradisional yang bermanfaat sebagai bahan obat tradisional. Universitas Airlangga (Unair) menjadi kampus yang menggali potensi bat tradisional di Indonesia. Berikut petikan wawancara Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, <b>Prof Dr Fasichul Lisan, Apt</b>, dengan wartawan <i>Republika</i>, <b>Erik Purnama Putra</b>.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Bagaimana perkembangan obat tradisional sekarang ini?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Harus diakui, meski Indonesia memiliki sejarah pengobatan tradisional yang hebat. Namun saat ini perannya masih kurang dibandingkan obat modern. Ini lebih terkait masalah ketersediaan dan praktik layanan medis saja. Sebenarnya obat tradisional juga banyak digunakan dalam penyembuhan di dunia medis. Tapi harus diakui apoteker, bidan, hingga dokter dalam memberikan resep obat pasti menyarankan pasien mengonsumsi obat modern untuk menyembuhkan penyakitnya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Masalahnya yang terjadi adalah pasokan obat modern di setiap apotek selalu tersedia lengkap. Hal yang berkebalikan dengan ketersediaan obat tradisional yang masih sedikit di apotek. Untuk bisa meningkatkan peran obat tradisional diperlukan <i>political will</i> dari pemerintah, meski persoalan sebenarnya bukan pada kebijakan. Jika pemerintah ingin agar obat tradisional bisa lebih berperan dalam dunia medis, perlu dilakukan sosialisasi model persuasi kepada <i>stakeholder</i> dengan gencar. Tapi, kembali lagi itu butuh waktu cukup lama.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Sebenarnya, posisi obat tradisional dan modern itu seperti apa?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Obat modern dan tradisional posisinya jelas berbeda. Obat modern memiliki keunggulan adanya kandungan dosisi, struktur, dan ukuran tepat dari setiap zat dalam obat yang didasarkan hasil penelitian. Karena sudah melalui penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan maka ilmu kedokteran lebih memilih obat modern sebagai resep bagi masyarakat yang datang berobat kepada petugas medis. Boleh dibilang keunggulannya adalah lebih rasional dan pemberian resep obat modern takaran kandungannya itu terukur.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i>Nah</i>, disinilah tantangan yang harus ditanggap penggiat obat tradisional agar mampu lebih berperan sebagai alternatif obat modern. Selain masih belum populer dan digarap dengan maskimal oleh berbagai peneliti. Ketersediaan obat tradisional di <i>front liner</i> alias pelayanan kesehatan banyak yang belum tersedia.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Sebenarnya resep obat tradisional di Indonesia itu sangat banyak dan dipastikan memiliki khasiat unggul jika sudah. Tinggal masalahnya apakah dapat dibuktikan kadar keilmiahannya? Karena itu, harus banyak-banyak dilakukan penelitian untuk mengungkap setiap kandungan tanaman melalui penelitian ilmiah agar bisa dijadikan rujukan resep obat. Jika standardisasi obat tradisional sudah bisa dilakukan maka pelaku dunia medis tak akan ragu mempromosikannya ke masyarakat sebagai obat rujukan.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Mengapa petugas medis selalu memberi resep obat modern?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Begini, sebenarnya obat tradisional dan modern itu berbeda, tak bisa diperbandingkan. Semua petugas medis yang berhak mengeluarkan resep memang kecenderungannya akan menyarankan pasiennya ke apotek membeli resep obat modern, bukannya tradisional. Tapi itu semua bukan dipengaruhi faktor ekonomi alias mencari penghasilan tambahan seperti isu yang berkembang selama ini. Jelas tak ada tujuannya yang bermotif ekonomi sebab itu berbahaya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Masalah ini muncul lebih pada karena masalah pendekatan keilmuan dokter yang bersentuhan dengan obat modern. Karena petugas medis—dokter, bidan, dan apoteker—selalu memberi obat modern disebabkan paham tentang dosis, indikasi, dan struktur tentang resep yang dibuatnya. Dengan memberi resep tersebut mereka bisa mempertanggung jawabkan kerjanya kepada pasien dengan tolok ukur jelas.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Karena sifat kejelasan itulah yang diperlukan untuk memberikan obat yang terukur bagi pasiennya. Jika memberi resep obat tradisional mereka tidak menguasai ilmunya. Atas dasar itulah petugas medis rumah sakit tidak mungkin memberikan resep obat tradisional sebab ilmu yang didapatnya berkaitan dengan obat-obatan modern.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Bagaimana pandangan masyarakat terhadap obat tradisional?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Masalah ini tak usah dipertanyakan lagi sebab tidak diragukan lagi masyarakat kita sangat mempercayai obat-obatan tradisional. Yang paling mudah ditemukan adalah gemarnya masyarakat meminum jamu yang diyakini dapat meningkatkan vitalitasnya. Posisi jamu itu saya umpamakan sebagai pelengkap bagi beberapa macam obat modern yang belum tersedia di apotek. Biasanya, masyarakat akan tetap mengonsumsi jamu berbarengan dengan meminum obat modern yang didapatnya dari hasil rujukan petugas medis.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Masyarakat memilih jamu dengan keyakinan bisa sembuh jika sedang sakit. Jika potensi itu bisa diidentifikasi dan dikembangkan oleh pemeritah maka sangat jelas posisi obat tradisional akan mendapat kepercayaan lebih tinggi di masyarakat dan perannya di dunia medis rumah sakit bisa lebih luas.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Potensi obat tradisional di Indonesia itu seperti apa?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Indonesia memiliki kekayaan alam tropis yang itu jumlahnya puluhan ribu. Dari jumlah itu sebenarnya sudah banyak tanaman yang diteliti dan diketahui manfaatnya bagi dunia medis. Namun, secara persentase jumlahnya memang sedikit sebab pekerjaan rumah dunia medis di Indonesia itu sangat banyak.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Karena pekerjaan yang banyak itulah potensi yang besar di daratan, apalagi di lautan belum tergarap. Sebenarnya tak ada kendala untuk mengungkap segala jenis obat tradisional dari tanaman yang tumbuh di bumi Indonesia. Yang ada hanyalah tantangan untuk mengungkap berbagai tanaman untuk mengetahui kandungan khasiatnya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Keunggulan obat tradisional secara alamiah adalah kandungan herbal penyeimbang yang terdapat dalam setiap tanaman berkhasiat yang itu fungsinya sebagai penghilang zat efek samping. Sehingga dengan begitu siapapun yang mengonsumsi obat tradisional tak perlu takut dengan dampak buruknya. Itulah keunggulan obat tradisional yang mengandung tak adanya efek samping yang tidak dimiliki obat modern.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Apakah kendalanyadari sisi pemerintah sehingga obat tradisional kurang berkembang?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Tidak semata masalah regulasi sebab pemerintah sebenarnya sudah mengatur masalah obat tradisional. Namun, perkembangannya harus diakui kalah jika dibandingkan dengan obat modern. Kendalanya lebih pada banyaknya penelitian obat tradisional yang aplikatif namun kurang memasyarakat dan berhenti pada <i>paper</i> semata, meski banyak juga yang sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Dana juga tidak menjadi kendala sebab pemerintah, perusahaan obat, dan bantuan asing melimpah jumlahnya. Namun, memang membutuhkan tenaga dan waktu besar untuk dapat menyelesaikan penelitian sebanyak itu.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Di sisi lain, harus diakui penelitian obat tradisional sudah banyak dilakukan berbagai instansi, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta Badan Pengkajian, Penerapan Teknologi (BPPT), dan beberapa kampus. Sayangnya, hasil penemuan potensi yang harusnya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat menjadi kurang bergaung.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Karena tidak bisa saling terintegrasi dalam melakukan penelitian maka penelitiannya hanya berhenti pada instansi bersangkutan dan tak bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Indonesia. Karena itu, saya nilai koordinasi di antara mereka kurang menggigit. Itulah kendala dan tantangan yang harus dihadapi bersama.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Apakah masalahnya hanya itu?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Masalah prioritas penyakit yang banyak diderita masyarakat Indonesia juga kurang menjadi pertimbangan pemerintah. Banyak penelitian obat tradisional yang dilakukan kurang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Ada beberapa penyakit tertentu yang hidup di wilayah tropis yang sering diidap masyarakat, seperti demam berdarah, malaria, tuberkolis, dan penyakit khusus lainnya yang tidak menjadi fokus perhatian penelitian. Mereka meneliti khasiat tanaman sebagai obat yang ternyata penyakit jenis tersebut jarang ditemukan di Indonesia.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Belajar dari masalah itu hendaknya pemerintah melalui program nasional untuk secepatnya mendorong setiap peneliti di berbagai instansi untuk lebih mengedepankan penelitian obat tradisional yang berhubungan dengan penyakit tropis. Di saat pemerintah belum melakukannya, Unair sudah lebih dulu berkonsentrasi meneliti berbagai penyakit tropis beserta obatnya dari tanaman yang banyak tumbuh di daerah Indonesia.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Bagaimana prospek obat tradisional ke depan?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Masa depan obat tradisional sangat menjanjikan sebab dibutuhkan masyarakat. Apalagi melihat potensi tanaman tradisional di Indonesia yang belum tergarap secara maksimal. Sebenarnya Indonesia bisa jaya dan menjadi negara kaya dengan hanya memaksimalkan tanaman liar yang banyak tumbuh di daratan yang disinyalir bisa diolah menjadi obat tradisional.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Banyak yang tidak tahu bahwa tumbuhan liar semusim berupa semak atau perdu kecil bernama ciplukan (<i>physalis minina</i>) itu sangat berkhasiat menyembuhkan penyakit tertentu. Di luar negeri tanaman jenis itu merupakan obat yang dijual dengan harga sekitar Rp 1 juta per resep. Padahal di Indonesia tanaman itu tumbuh dimana-mana dan tak terurus. Masalah seperti itulah yang harus segera dibenahi sebab sangat disayangkan jika kandungan kekayaan alam Indonesia dibiarkan terus.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Peran Unair dalam mempromosikan pengobatan tradisional?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Kami sedang proses membangun <i>science park</i> yang fokus pada penelitian dan pemberdayaan tanaman sebagai obat alternatif. Untuk mewujudkan itu, kami membangun Rumah Sakit Pendidikan, Rumah Sakit Penyakit Tropik dan Infeksi, Bio Safety Level 3 (BSL3), dan Tropical Disease Centre (TDC). Itu dalam bentuk infrastruktur.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Di sisi lain, kurikulum pendidikan yang diajarkan di Fakultas Farmasi Unair sudah mengikuti perkembangan terbaru. Disini malah terdapat departemen khusus Farmakognisi Fitokimia untuk meneliti sistematika tumbuhan obat-obatan tradisional mulai dari segi anatomi, morfologi, senyawa metabolit (kimia, protein), dan genetik, kultur jaringan tanaman/hewan, ekstraksi, isolasi, struktur elusidasi senyawa metabolit beserta aktivitasnya, standarisasi bahan dan formulasi obat tradisional.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Banyak juga penelitian yang berhasil dilakukan dan diterapkan untuk pelayanan medis di Rumah Sakit dr Soetomo, Surabaya yang menjadi mitra strategis Unair. Misal, obat KB (keluarga berencana) yang sekarang diterapkan di Indonesia merupakan sumbangsih Unair setelah berkolaborasi dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Indofarma, selaku perusahaan farmasi.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Belum lagi temuan obat hepatitis hasil penelitian kami yang tersedia di pelayanan kesehatan Poli OTI (Obat Tradisional Indonesia) juga di rumah sakit tersebut, serta masih banyak yang lainnya. Karena Unair sangat <i>concern</i> pada pengembangan akademik kedokteran dan kesehatan, khususnya pengobatan herbal. Untuk itulah kami membuka Prodi D3 Pengobatan Tradisional (Battra)—satu-satunya di Indonesia—sebagai program pendidikan memfokuskan pada empat bidang pendidikan antara lain akupuntur, pijat, terapi diet, dan herbal. <span style="font-size: x-small;"><b>ed:</b></span><span style="font-size: x-small;"> joko sadewo</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Biodata</b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Nama : Prof Dr Fasichul Lisan, Apt</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Lahir : Jember, 31 Desember 1946</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Pendidikan</b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Fakultas Farmasi Unair Surabaya</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Doktor MIPA Institut Teknologi Bandung</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Pengalaman Organisasi</b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Kadiv SDM ICMI Jawa Timur (1990-1995)</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur (2000-2005)</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Ketua PP Muhammadiyah (2005-2010)</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Jabatan</b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Rektor Universitas Bangkalan (1990-1994)</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Dekan Fakultas Farmasi Unair (1998-2002)</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Pembantu Rektor Bidang Akademik Unair (2002-2006)</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Rektor Universitas Airlangga (2006-sekarang)</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><i><span style="font-style: normal;">tulisan ini dimuat, Rabu 9 Maret 2011 (Republika)</span></i></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-89989043347524649202011-03-27T08:32:00.000-07:002011-03-28T04:36:23.871-07:00Kami Ingin Jadi Pemain Terkuat di Regional<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjapx4TCNsIYC-b30UpisSC_JvfIFNPSW8gsJciP-VVxJN22oBQAGqf09bLT6NdmlbIA2Vw3tBTTvaWGdheWob_dReOqtV_Kew3Cdc8WZaUgEjLx1n6vu5WEm1hJcFJiEQPEkHQerfvpnw/s1600/Dirut+Semen+Gresik+%25282%2529.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjapx4TCNsIYC-b30UpisSC_JvfIFNPSW8gsJciP-VVxJN22oBQAGqf09bLT6NdmlbIA2Vw3tBTTvaWGdheWob_dReOqtV_Kew3Cdc8WZaUgEjLx1n6vu5WEm1hJcFJiEQPEkHQerfvpnw/s320/Dirut+Semen+Gresik+%25282%2529.JPG" width="234" /></a></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ahad, 27 Maret 2011 </div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Moncernya kinerja PT Semen Gresik (Persero) Tbk yang merupakan induk dari Semen Gresik Group (SGG) yang membawahi PT Semen Padang (Persero) dan PT Semen Tonasa (Persero), tak lepas dari kinerja Direktur Utama (Dirut) PT Semen Gresik (Persero) Tbk, <b>Dr Dwi Soetjipto, MM</b>. Berkat sentuhan tangan dinginnya dalam mengelola produsen semen terbesar di Indonesia ini, pertumbuhan laba perusahaan selama lima tahun terakhir di atas seratus persen.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ditemui di Gresik, akhir Desember lalu, alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini kepada wartawan <i>Republika</i>, <b>Erik Purnama Putra</b> dan <b>Indra Wisnu Wardhana </b>mengungkapkan strategi bisnisnya dalam mengarungi industri persemenan. Berikut petikannya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Bagaimana capaian Anda dalam menahkodai PT Semen Gresik (Persero) Tbk? </b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Saya akui dalam kepemimpinan saya masih ada kekurangan. Namun capaian perseroan selama lima tahun ini pertumbuhan labanya sangat konsisten. Jika tahun 2004 lalu keuntungan perusahaan masih sekitar Rp 500 miliar, tahun lalu sudah mencapai Rp 3,3 triliun.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Selain itu, saham Semen Gresik berkode SMGR yang tercatat di bursa efek juga terus mengalami peningkatan akibat dipercaya investor. Akibat membaiknya perolehan <i>reveneu</i> finansial dan saham tersebut maka perusahaan dipercaya memiliki kinerja cemerlang dan sehat. Karena itu, baru-baru ini PT Semen Gresik diganjar penghargaan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Terbaik 2010.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Apa kunci suksesnya?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i>Key of the succes</i> untuk meraih itu adalah penerapan konsolidasi dan sinergi perusahaan. Setelah masalah internal tersebut dibereskan, perusahaan menata manajemen agar mampu menghasilkan produk berdaya saing tinggi dengan biaya yang dapat ditekan. Rencana lainnya adalah per 1 Januari, perusahaan akan menuntaskan penyatuan holding SGG melalui pendekatan sistem yang selama ini infrastrukturnya masih terpisah. Dampaknya, integrasi sumber daya manusia (SDM) juga harus dilakukan untuk semakin memperkuat SGG di kalangan kompetitor.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Melihat keberhasilan itu, rencana Anda ke depan?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Perusahaan punya rencana untuk meningkatkan produksi semen holding SGG, dari kapasitas saat ini 20,5 juta ton per tahun, pada 2011 menjadi 21,5 ton per tahun. Selanjutnya, tahun 2012 mencapai 25 juta ton per tahun, pada 2013 ditargetkan 26-27 juta ton, dan 2014 setidaknya terpenuhi kapasitas produksi semen 30 juta ton per tahun.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Dengan peningkatan produksi tersebut, perusahaan tentu saja akan membuka pabrik baru, yang salah satunya baru beroperasi di Tuban, yang diresmikan pertengahan Desember lalu. Meski begitu, kami tak boleh cepat puas dominan di pasar domestik. Perusahaan ingin menjadi penguasa di kawasan Asia Tenggara dengan mengusung moto <i>to be strong in regional</i>.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Karena itu, kami sudah menyiapkan rencana untuk mengakuisisi pabrik semen di Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Jika misi itu berhasil, SGG akan menjadi pemain terkuat di pasar regional ASEAN.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Untuk melakukan akuisisi modalnya dari mana?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Laba perusahaan cukup tinggi. Taruhlah setelah dibagi deviden kepada pemegang saham perusahaan setidaknya setiap tahun bisa menabung Rp 1 triliun lebih, yang itu bisa dibuat belanja. Dengan begitu, dalam jangka lima tahun ke depan perusahaan punya tabungan katakanlah minimal Rp 6 triliun.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Saat ini, utang perusahaan dikisaran Rp 3 triliun, dan karena kami tak ingin terus menambah utang perusahaan. Padahal, jika mengacu standar lembaga rating dunia tentang kinerja perusahaan yang mempertimbangkan perolehan laba dengan utang, maka kami masih bisa melakukan pinjaman sampai Rp 13 triliun lagi. Yang itu bisa digunakan untuk belanja modal dan ekspansi bisnis. Meski begitu, kami lebih suka menggunakan dana sendiri sebab tak ingin tergantung utang.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Bagaimana kondisi industri persemenan di Indonesia?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Pasar semen di negeri ini masih sangat menarik karena daya tarik pasar dalam negeri sangat besar. Selain itu, pembangunan infrastruktur Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain. Pun dengan konsumsi per kapita semen masyarakat Indonesia yang hanya 160 kilogram. Padahal di Thailand sudah mencapai 400 kilogram per kapita, dan Malaysia sebesar 600 kilogram per kapita.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Melihat kecenderungan itu dan proyeksi pertumbuhan ekonomi ke depan maka kebutuhan semen akan terus bertambah dan menjadi sangat potensial jika perusahaan terus berinvestasi. Namun, tahun 2011 ancaman kenaikan harga bahan bakar dan energi menjadi penghambat dalam melakukan ekspansi.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Hal itu tentu akan menimbulkan inflasi cukup tinggi yang konsekuensinya memukul sektor investasi. Sehingga ekspansi yang perusahaan rencanakan bisa direvisi melihat tantangan yang tampak tersebut.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Hambatan terbesar dalam menjalankan bisnis ini?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Kendala utama yang dihadapi pemain industri persemenan adalah terkait regulasi pemerintah pusat yang belum mengatur tentang perlindungan pendirian pabrik semen baru. Kami punya pengalaman pahit beberapa waktu lalu di Pati, Jawa Tengah, yang itu diakibatkan ketentuan hukum yang belum diataati dengan baik. Padahal semua aturan sudah dijalankan perusahaan. Namun, mendapat penolakan keras dari warga.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Seharusnya, pemerintah pusat dan daerah harus tegas. Jika memang ada sebuah kawasan diperuntukkan untuk industri, maka jika ingin mendirikan pabrik disitu harus dilindungi dan pemerintah konsekuen dengan aturan yang ada. Selain itu, aturan pembebasan lahan dan peruntukan tata ruang daerah masih banyak yang belum dimiliki pemerintah daerah. Akibat itu semua muncul <i>dispute</i> harga tanah yang membuat pendirian pabrik tertunda lama akibat ulah segelintir orang.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Kami membutuhkan pemerintah untuk mengatasi masalah itu. Karena Cina maju disebabkan tak ada ceritanya jika ingin mendirikan pabrik di sebuah kawasan yang sudah ditetapkan, malah ditentang warga. Jika begitu terus, berat bagi kami untuk melakukan ekspansi bisnis.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Adakah kemungkinan harga semen akan naik?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Bagi SSG, kami kira permintaan semen akan terus meningkat 6 sampai 7 persen seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan mencapai 6,2 persen. Meski begitu, harga semen tak otomatis ikut terkerek naik sebab ada empat faktor penyebab. Yakni, persaingan usaha antarperusahaan semen dalam negeri dan kuota impor, serta biaya jarak dekat dan jauh terkait transportasi yang membuat harga semen cukup sulit naik. Pasalnya, sangat risiko bagi perusahaan semen yang menaikkan harga secara tiba-tiba jika para kompetitornya malah menahan harga. Konsekuensinya akan ditinggal pelanggan. Jadi, empat aspek itu yang menentukan industri semen di Tanah Air. Tak berarti setiap tahun semen harus naik.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Mengapa investor asing jarang berminat masuk dalam industri ini?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Bagi investor asing yang akan mendirikan pabrik baru akan menemui beberapa kendala, seperti pemenuhan bahan baku dan <i>brand image</i>. Itu sudah jelas sebab kita sendiri saja kesulitan apalagi dari perusahaan luar negeri. Hukum pasar berlaku <i>customer depend on images</i> dan kecocokan merek yang membuat mereka tak mudah bergesar untuk mencoba membeli semen merek lain.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Memang saya akui banyak perusahaan asing yang ingin masuk, tapi ya harus siap babak belur dulu dan perlu dana besar untuk berpromosi dalam dalam jangka panjang ingin <i>survive</i>. Mengingat industri persemenan ini termasuk <i>long term investment</i>, bukan <i>short term investment</i>. Jika tidak sabar dan ingin meraup untung cepat, jangan coba-coba masuk industri ini. Pilih saja bisnis yang cepat menghasilkan uang, misal bermain di bursa saham.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><b>Perusahaan semen identik dengan ketidakpedulian dengan lingkungan?</b></i></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">SGG sangat <i>concern</i> dengan pelestarian lingkungan. Karena industri semen yang kami jalankan dibangun dari tiga pilar yang harus berjalan beriringan. Satu sama lain saling bersinergi dan melengkapi. Tiga pilar itu adalah people (<i>social</i>), profit (<i>economic</i>), dan planet (<i>environment</i>). Dari tiga pilar itu akan menghasilkan <i>value</i> dan <i>culture</i> bagi perusahaan. Nah, dari dua pondasi itu lahirlah SSG seperti sekarang ini.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Jelas kami sangat peduli kepada lingkungan. Kami tergabung dalam perusahaan yang termasuk dalam Gerakan Penamanan Pohon 1 miliar yang digagas Kementerian Kehutanan. Banyak pohon di tengah jalan merupakan hasil sumbangan kami, yang dirawat dengan baik sampai tumbuh. Sehingga, pembangunan lingkungan akan selalu menjadi perhatian utama bagi kami, tak hanya mengejar <i>benefit</i>.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b>Bagaimana dengan </b><i><b>corporate social responsibility</b></i><b> SGG?</b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Berdasar <i><span style="font-style: normal;">Undang-Undang (UU) Perseroan Terbatas (PT) </span></i><i>Pasal 74 Tahun </i><i><span style="font-style: normal;">2007, dan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang mengatur program CSR kami harus menaatinya. Karena itu, setiap empat persen dari total laba perusahaan selalu kami sisihkan untuk program CSR ini. Bentuknya dalam berbagai kegiatan kemitraan masyarakat yang selalu dievaluasi mana yang efisien untuk diterukan di tahun depan. CSR sangat kami taati dan setiap tahunnya dana yang kami sumbangkan terus meningkat seiring naiknya perolehan laba. </span></i><span style="font-size: x-small;"><i><b><span style="font-style: normal;">ed:</span></b></i><i><span style="font-style: normal;"> firkah fansuri</span></i></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Biodata</b></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Nama : Dr Dwi Soetjipto, MM</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 10 November 1955</span><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Pendidikan</b> </span><br />
<span style="font-size: x-small;">Teknik Kimia ITS Surabaya, 1980</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Coorporate Finance Universitas Andalas, 2002</span><br />
<span style="font-size: x-small;">Strategic Management Universitas Indonesia, 2009</span><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Pekerjaan</b> </span><br />
<span style="font-size: x-small;">Karyawan PT Semen Padang, 1981</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Direktur Litbang PT Semen Padang, 1995</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Direktur Utama PT Semen Padang, 2003</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Direktur Utama PT Semen Gresik, 2005 sampai sekarang</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Organisasi</b></span><br />
<span style="font-size: x-small;">Ketua Umum Ikatan Alumni ITS</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Ketua Pengprov Pelti Jatim</span><br />
<span style="font-size: x-small;">Ketua Pengda Perisai Diri Jatim</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Ketua Yayasan Pengembangan Kepemimpinan BUMN</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Pengurus KONI Jatim</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-style: normal;">tulisan ini dimuat, Senin 3 Januari 2011 (Republika)</span></i></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-21185474038802881402011-03-27T08:13:00.000-07:002011-03-27T08:16:33.483-07:00Terobosan Pendidikan dan Pengentasan Kemiskinan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwFy9Ek-PDecmum7tW4O1y5jDMgT_DA42yk4b95rl87xwMWrjfrXZMd_5-SOhKSD5WdDprb0KFJvxbzQjcV5Zilk0yFMC8yOnLniuYVpiYsFZHYBiwVQrZP4brvtzvy2Ndyel5xOytAFc/s1600/Soekarwo.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwFy9Ek-PDecmum7tW4O1y5jDMgT_DA42yk4b95rl87xwMWrjfrXZMd_5-SOhKSD5WdDprb0KFJvxbzQjcV5Zilk0yFMC8yOnLniuYVpiYsFZHYBiwVQrZP4brvtzvy2Ndyel5xOytAFc/s320/Soekarwo.jpg" width="227" /></a></div><div class="fullpost">Ahad, 27 Maret 2011 </div><div class="fullpost"><h1 align="center" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;"><span style="font-size: 16pt;"></span></h1><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
Menjelang pemerintahannya menginjak satu tahun, Februari nanti, Gubernur Jawa Timur (Jatim), <b>Soekarwo</b>, menjelaskan berbagai kebijakan yang diambilnya terkait program kerakyatan. Sektor pendidikan, khususnya pengentasan buta huruf, menjadi prioritas utama yang harus segera diselesaikan. Termasuk, menggarap kalangan santri yang melek huruf Arab, tapi buta huruf latin.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Lebih detail, apa saja kebijakan yang telah dikeluarkan pria yang akrab dipanggil Pakde Karwo itu? Kepada wartawan <i>Republika</i>, <b>Erik Purnama Putra</b>, pria kelahiran Madiun, 60 tahun lalu, ini menjelaskan kebijakan pemerintahannya dalam keharmonisan hubungan dengan Wakil Gubernur Saifullah Yusuf (Gus Ipul).</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Kebijakan apa yang Anda anggap paling penting dalam membangun Jatim?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Sebagai kepala daerah, tugas saya adalah membangun Jatim. Pembangunan daerah tak bisa dilepaskan dari faktor pendidikan. Mengingat, potensi kekayaan Jatim itu tergambar dari wajah pendidikannya sebagai modal pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Karena itu, akan mudah membangun Jatim jika masyarakatnya berpendidikan tinggi.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Sayangnya, saat ini secara umum tingkat pendidikan masyarakat Jatim masih rendah. Masalah utamanya adalah banyaknya masyarakat dalam kelompok wajib pendidikan (anak usia sekolah), malah termasuk ke dalam golongan buta huruf. Masalah itu yang menjadi prioritas untuk segera ditangani.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Apa definisi buta huruf yang Anda maksud?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Secara umum, mereka itu sebenarnya tak termasuk buta huruf dalam artian tak bisa membaca. Tapi, mereka hanya bisa bahasa dan menulis, bahkan dalam huruf Arab gundul sekalipun. Masalahnya, dalam aturan Unesco, salah satu badan PBB yang menaungi masalah pendidikan, menetapkan aturan bahwa yang dinamakan melek huruf itu jika seseorang dapat berbahasa latin dan bahasa nasional alias mampu menulis huruf latin dan berbahasa Indonesia. Sehingga, berdasar kategori itu, mereka termasuk kelompok buta huruf.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Langkah apa yang Anda ambil untuk menanganinya?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Memasukkan kelompok anak buta huruf ke dalam Madrasah Diniyah Salafiyah, lembaga pendidikan berbasis keagamaan. Mengapa harus begitu? Karena jumlah kelompok buta huruf yang termasuk dalam tingkat SD hingga SMP berjumlah 968 ribu, sangat tak mungkin dimasukkan ke dalam sekolah umum. Karena mereka <i>background</i>-nya agama, jalan satu-satunya adalah mengentaskan status mereka dengan memasukkannya ke Madrasah Diniyah Salafiyah.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Bagaimana agar mereka yang termasuk buta huruf itu dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah formal?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan formal diwajibkan ikut paket A, B, atau C bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi (PT). Harus diakui, mereka tak bisa melanjutkan pendidikan ke kampus keagamaan (IAIN) di seluruh Indonesia. Tapi, karena bisa berbahasa Arab, mereka dapat melanjutkan pendidikan ke Maroko, Mesir, Syiria, dan berbagai negara Timur Tengah lainnya. Itulah lucunya pendidikan kita.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Saat ini, apa hambatan yang membuat Madrasah Diniyah Salafiyah belum dapat sejajar dengan sekolah formal?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Masalahnya cukup rumit. Ranah pendidikan Madrasah Diniyah Salafiyah itu termasuk dalam wilayah kerja Kementerian Agama (Kemenag), sementara Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tak bisa mengurusi masalah itu sebab bukan wewenangnya. Oleh karena itu, di tingkat nasional, kami mengkritik kebijakan itu, yang seharusnya pendidikan itu modelnya satu atap atau di bawah satu departemen saja.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Bagaimana agar Madrasah Diniyah Salafiyah kedudukannya dapat sejajar dengan sekolah umum?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Kami akan membuat kebijakan yang harus diterapkan Madrasah Salafiyah Diniyah dengan memasukkan empat mata pelajaran di madrasah yang sebelumnya tak pernah diajarkan kepada siswa. Yakni, Bahasa Indonesia, Matematika, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dengan begitu, lulusan Madrasah Diniyah Salafiyah Ula (setingkat SD), Diniyah Salaiyah Wustho (setingkat SMP), dan Diniyah Salafiyah Wustho (setingkat SMA) nantinya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan formal sebab ijazahnya diakui pemerintah (Kemdiknas). Patokan kami adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Kebijakan apa selanjutnya?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Jika masalah empat mata pelajaran itu beres, langkah selanjutnya memberikan pendidikan kepada guru hingga mereka berkualifikasi sarjana. Karena, Pemerintah Provinsi Jatim sangat gusar melihat realita bahwa ustaz banyak yang tak memperoleh pendidikan formal. Sehingga, kami akhirnya berinisiatif mengambil alih masalah di lapangan tanpa menunggu Kemenag. Salah satu kebijakannya adalah menyekolahkan para ustaz (guru) di madrasah yang berjumlah 4 ribu hingga memperolah gelar sarjana, sesuai kurikulum pendidikan nasional. Kebijakan yang sudah berjalan tiga tahun itu dikerjakan Pemprov Jatim, tapi di bawah koordinasi IAIN Sunan Ampel Surabaya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Mengapa Anda berani mengambil kebijakan itu?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Karena kami prihatin, ustaz yang menjadi ujung tombak pendidikan agar kualitas Madrasah Diniyah Salafiyah meningkat, malah mayoritas belum mendapat gelar sarjana melalui jenjang pendidikan formal, seperti aturan yang diterapkan Kemdiknas. Maka itu, akhirnya sejak tiga tahun lalu, sebelum pemerintah pusat melaksanakan kebijakan itu sekarang, kami mulai mengirim para ustaz agar menempuh jenjang PT hingga meraih gelar Sl. Jika Madrasah Diniyah Salafiyah telah menerapkan kurikulum baru yang mencakup penambahan empat mata pelajaran baru, dan gurunya sudah bergelar sarjana, nantinya lulusan madrasah itu akan sejajar dengan sekolah formal. Bahkan, alumni memiliki keunggulan sebab dapat berbahasa Arab.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Berapa anggaran Pemprov Jatim untuk membiayai program itu?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Tahun 2010, anggaran untuk membiayai program ustaz bergelar sarjana itu sebesar Rp 499 miliar. Nantinya, anggaran itu digunakan untuk membiayai pengajar sebesar Rp 300 ribu per bulan dengan total beban santri yang diajar sebanyak 30 orang. Sehingga, jika ada tiga guru yang mengajar masing-masing 10 santri, gajinya dibagi menjadi Rp 100 ribu per ustaz.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Sedangkan, murid setingkat SD diberi uang biaya operasional sekolah (BOS) Rp 12 ribu per bulan dan Rp 22 ribu untuk tingkat SMP. Kepedulian itu akan kami tingkatkan secara berkelanjutan agar tenaga pengajar di madrasah Diniyah Salafiyah tak hanya dibayar dengan pahala atau bahkan kambing semata. Sehingga, dengan merestrukturisasi program pendidikan di sektor madrasah, ke depannya diharapkan kelompok buta aksara di Jatim dapat turun dengan cepat.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Terobosan apalagi yang Anda lakukan di bidang pendidikan?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Di Jatim bagian timur (Tapal Kuda) dibangun lima SMK rintisan berstandar internasional berbasis <i>local wisdom</i> (kearifan lokal). Kami juga memperbaiki 152 sekolah kejuruan yang saat ini statusnya kurang berkualitas. Pasalnya, banyak sekolah kejuruan yang alat peraga untu praktik siswa kondisinya sangat mengenaskan, sebab mesin motor atau jahitnya itu keluaran tahun 80-an. Begitu pula, dengan komputer praktik, yang merupakan generasi pertama, sehingga siswa yang praktik akhirnya ketinggalan zaman.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Maka itu, setelah melakukan <i>rebuilding</i> fisik, langkah Pemprov Jatim selanjutnya adalah membeli berbagai alat agar siswa dapat praktik di sekolah secara memadai. Hal itu agar siswa lulus sekolah nantinya bisa menerapkan ilmunya di dunia kerja.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Selain itu, apalagi?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Di bawah pemerintahan saya, tak ada proyek mercusuar. Tapi, lebih pada fokus mengatasi masalah kemiskinan,pengurangan pengangguran, dan yang utama adalah peningkatan kualitas pendidikan.Untuk program yang mendesak dilakukan adalah merombak struktur jumlah sekolah kejuruan dengan umum yang pada 2004 persentasenya 70 persen SMA dan 30 persen SMK. Maka, untuk membuat formasi ideal, nantinya perbandingan jumlah SMK dan SMA adalah 70 persen berbanding 30 persen.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Namun, kondisi itu perlu juga melibatkan rektor di setiap perguruan tinggi (PT). Itu agar lulusan SMK nantinya ekuivalen dan dapat diterima jika berkeinginan melanjutkan ke PT. Karena paradigma umum yang berkembang sekarang menyebutkan bahwa lulusan SMA bisa langsung melanjutkan ke PT, sementara SMK sangat sulit. Nah, pola pikir kultural seperti itu yang perlu digunting agar bisa dikanalisasi.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Apa target yang diharapkan dari model pendidikan seperti itu?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Saya ingin pada 2013, kami berhasil merealisasikan kampanye penghentian pengiriman TKI ke luar negeri. Sebagai gantinya, nanti TKI yang dikirim adalah tenaga terampil. Sehingga, ke depannya dalam setiap jenjang pendidikan harus ada standardisasi, misalnya tenaga perawat. Mengingat jika berhasil, tenaga perawat standar yang nantinya dikirim kualifikasnya sesuai standar internasional agar mampu menggantikan posisi Filipina.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Apa yang Anda harapkan dari kebijakan pemerintah pusat terkait pendidikan?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Kami hanya ingin satu permintaan. Sebaiknya manajemen pendidikan itu satu saja yang menangani, jangan dua seperti sekarang, Kemdiknas ngurus masalah pendidikan sendiri, begitu pula Kemenag. Harapan saya, Kemenag tak lagi mengurusi pendidikan, dan serahkan semuanya kepada Kemdiknas agar dikelola satu departemen saja. Karena jika terjadi masalah di sekolah di bawah naungan Kemenag, akan sulit sekali menanganinya karena tak termasuk bagian wewenang pemerintah daerah.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Apa hubungan pendidikan dengan pengentasan kemiskinan?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Pembangunan itu tak akan berjalan jika masyarakatnya tak memperoleh pendidzikan tinggi. Pendidikan itu merupakan sarana investasi jangka panjang guna meningkatkan pendapatan per kapita rendah di wilayah Jatim bagian Timur dan Madura. Karena berdasar pengalaman, masyarakat yang pendidikannya rendah sulit sekali diberi inovasi, yang sebenarnya tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Kebijakan terbaru apa yang Anda luncurkan terkait pengentasan kemiskinan?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Sekarang, kami membuat program baru, Rumah Tangga Miskin (RTM) <i>by name</i> and <i>by addres</i> hingga menjangkau tiap desa. Itu adalah bentuk program pembangunan wilayah berdasar identifikasi masalah yang terjadi di masyarakat, seperti buta aksara, peternakan, atau pertanian. Metodenya, jika di daerah mengalami masalah peternakan atau pertanian, akan ada bantuan dari Pemprov Jatim untuk mengatasai masalah itu.Dengan konsep itu, nanti program pengentasan kemiskinan bisa jalan tepat sasaran, sebab pemerintah tak lagi kesulitan dalam memberi bantuan warga miskin. Sehingga, diharapkan dalam jangka empat tahun jumlah warga miskin berkurang dengan menyelesaikan dulu masalah yang sudah diidentifikasi sebelumnya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Bagaimana sebenarnya keadaan ekonomi Jatim tahun lalu?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Jatim mencatat pertumbuhan sekitar 4,9 persen, dan inflasinya antara 3 hingga 4. Kondisi itu merupakan keadaan ekonomi paling ideal sesuai rumus ekonomi makro. Memang inflasi di Jatim lebih tinggi dibanding nasional yang hanya sekitar 2,8 persen. Tapi, dengan inflasi rendah, itu menandakan daya beli masyarakat itu rendah. Mengingat inflasi di Jatim cukup tinggi, hal itu menandakan ekonomi Jatim bergairah.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Apa rahasia keharmonisan Pakde dengan Gus Ipul, sehingga bulan madunya langgeng hingga sekarang?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Yang pertama, saya sadar penuh dipilih langsung oleh rakyat karena berpasangan dengan Gus Ipul. Sebab, jika saya sendirian, pasti sekarang saya tak bisa jadi gubernur.Dalam bekerja, kita .berdua punya market sendiri-sendiri, saya senang bekerja-di bidang ekonomi terkait kalkulasi statistik dan menghitung angka-angka. Sementara, dia (Gus Ipul) bekerja di bagian lain yang sesuai proporsinya. Jadi, kami merupakan pasangan cocok sebab semua berjalan pada koridor masing-masing dan saling melengkapi.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Yang kedua, saya harus membangun kesadaran terus-menerus bahwa sendiri itu tak baik. Karena itu, saya menganggap Gus Ipul itu sebagai istri saya. Sehingga, kebersamaan yang tercipta di antara kami berdua membuat kami terbuka saling memahami agar tak terjadi konflik di belakang.Yang ketiga, saya senang dengan Gus Ipul, sebab orangnya sangat egaliter, enteng (<i>easy going</i>), <i>solidarity maker</i>, dan wawasannya sangat baik sekali dalam pemerintahan maupun hubungan kami berdua.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><b><i>Maksudnya...?</i></b></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Gus Ipul tak pernah memiliki pandangan bahwa ia memosisikan diri sebagai gubernur, dan saya juga mencoba memahaminya. Karena idealnya memang sebagai wakil gubernur, tak boleh berpikiran sebagai gubernur. Di luar itu, kami harus bersikap realistis sebab terikat kontrak selama lima tahun. Kalau ada di antara kami yang ingin pisah, harus berpatokan pada kesepakatan awal. Sehingga, jika ada yang berkeinginan maju sebagai gubernur pada pemilihan periode 2014, wajib menaati kontrak (kebersamaan) hingga setahun sebelum masa pemerintahan berakhir. Dan, hingga sekarang kami bisa memegang teguh aturan itu. Jadi, saya bersyukur kepada Allah diberi pasangan yang sangat saya suka dan cocok untuk diajak bekerja sama. Sehingga, satu tahun pemerintahan berjalan, perasaan saya kepada Gus Ipul meningkat daripada dulu saat awal dilantik. <b><span style="font-size: 10pt;">ed</span></b><span style="font-size: 10pt;"> subroto</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div>tulisan ini dimuat Republika, Rabu, 27 Januari 2010 (Republika)</div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-18637280502490299242011-03-24T09:11:00.000-07:002011-03-28T05:24:31.612-07:00Pemuda Kreatif Pencetus Persewaan Delman Mini<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUK8KKRU2k5-T_lpJqsBTI3W6Pt0NwrzEz3qdtCg8ufgh6Lmd_nL5mJPNxlvfECDg_iCKAzrUr46-Y4ivia5Xe234OkvKE7cg2F3F1IpjHW7Y2cH2lx6E5r98bdwBuli5tcHWIgHBfeac/s1600/25+Jan+Kaki+Langit.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUK8KKRU2k5-T_lpJqsBTI3W6Pt0NwrzEz3qdtCg8ufgh6Lmd_nL5mJPNxlvfECDg_iCKAzrUr46-Y4ivia5Xe234OkvKE7cg2F3F1IpjHW7Y2cH2lx6E5r98bdwBuli5tcHWIgHBfeac/s320/25+Jan+Kaki+Langit.JPG" width="215" /></a></div>Kamis, 24 Maret 2011 <br />
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh <b>Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Julukan pemuda kreatif layak disematkan kepada Amin Tri Susanto (21 tahun). Bagaimana tidak, di saat pemuda seusianya banyak yang menganggur, ia dengan cerdiknya malah mampu menciptakan pekerjaan sendiri dengan membuka usaha persewaan jasa yang jarang dipikirkan orang lain. Usaha yang dikerjakan pemuda dengan nama panggilan Acan ini adalah dengan membuka persewaan delman mini yang sasarannya dari kalangan anak-anak.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Usaha yang didirikan Acan yang berjalan satu tahun itu dinamakan Del Dom. Nama itu merupakan kependekan dari Delman Domba. Jika delman biasa menggunakan kuda sebagai hewan penariknya, maka Del Dom yang dipunyai Acan menggunakan domba sebagai penariknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dipilihnya domba, karena Acan menganggap binatang tersebut memiliki tenaga yang cukup besar. Ia juga merasa domba sanggup empat penumpang anak kecil yang naik delman mininya. Sehingga, ia tak ragu memasangkan domba kesayangannya sebagai mesin penghasil yang jadi tulangpunggung pendapatannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">“Domba sangat ideal dijadikan hewan penarik delman min. Karena memiliki tenaga besar dan saya nilai sanggup menarik empat penumpang,” jabarnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pemuda yang bermukim di kelurahan Wendit, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, ini setiap harinya, kecuali hari Minggu, menawarkan jasa naik Del Dom ke anak-anak di tempat wisata Wendit Water Park. Sementara, pada hari Minggu, ia mangkal di Pasar Velodrome, Sawojajar. “Tempat mangkal utama saya di sini (Wendit Water Park), tapi hari Minggu di Velodrome, karena banyak dikunjungi para keluarga, yang membawa anak kecil,” terang Acan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pria bertubuh tambun ini mematok tarif Rp 3 ribu bagi setiap anak yang ingin menaiki Del Dom. Dalam sekali jalan, Del Dom akan berputar sebanyak tiga kali di rute yang telah disediakan di Wendit Water Park, yang itu membutuhkan waktu sekitar 15 menit. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dari usaha yang digelutinya itu, dalam seharinya rata-rata Acan mampu meraup pendapat rata-rata Rp 300 ribu. Meskipun begitu, uang itu masih harus dipotong 40 persen untuk disetor kepada pengelola tempat wisata Wendit Water Park sebagai kompensasi dirinya bisa melangsungkan usaha persewaannya tersebut. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pendapatan itu masih dipotong dengan biaya pembelian rumput dan perawatan kesehatan domba. Ditambah harus berkorban tenaga dengan ikut berkeliling memegangi Del Dom setiap berputar hingga penumpang habis, ia menilai pendapatan bersihnya tak tak terlampau besar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">“Dilihat kasat mata, pendapatan saya sangat besar. Tapi, pendapatan bersih yang saya bawa pulang sebenarnya tak terlalu besar,” ungkapnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Acan mengaku perawatan domba yang dimilikinya cukup rumit, meski tak sampai menyulitkannya. Ia hanya harus melakukan perawatan rutin dengan memandikannya setiap hari dan menjaga kesehatan dombanya agar tetap prima, sehingga dapat menarik penumpang. Sementara, delman mininya hanya perlu perawatan pengecetan dan pemolesan motif khusus dengan warna yang mencolok agar mampu menarik minat anak kecil.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">“Perawatan domba cukup mudah dengan menjaga kesehatannya dengan memberi pakan terbaik. Sedangkan, untuk delmannya hanya perlu dicat dengan warna ngejreng supaya anak-anak kecil senang saat menaikinya,” ulasnya.</span><br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">*tulisan ini dimuat Jumat, 25 Desember 2009 (Republika Jawa Timur)<span lang="IN"> </span></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-69912138307189975472011-03-23T10:26:00.000-07:002011-03-23T18:14:09.416-07:00Obesitas<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaiL5q1GPysc0hbWZRU2FelF5OnpLvLT2XvW_jTcslsZNmgLtwGTMXl2Cy-qE5oYsRV0CjhzWBqQSnf_WROtKnZxGtURzv8XtlPTqHi0ZpYK1FMDcP6mLgaqxdcrW_9lkM1kevuxVI3xg/s1600/obesitas.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaiL5q1GPysc0hbWZRU2FelF5OnpLvLT2XvW_jTcslsZNmgLtwGTMXl2Cy-qE5oYsRV0CjhzWBqQSnf_WROtKnZxGtURzv8XtlPTqHi0ZpYK1FMDcP6mLgaqxdcrW_9lkM1kevuxVI3xg/s320/obesitas.jpg" width="232" /></a></div>Kamis, 24 Maret 2011 (Unpublished) <br />
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Banyak masyarakat yang lebih memilih hidup sakit-sakitan daripada sehat. Baik sakit fisik maupun psikis. Namun, saya lebih menyoroti sisi fisik yang mudah dilihat dan dipahami banyak orang. Tentu pernyataan saya tersebut boleh dibantah habis-habisan. Namun, kenyataannya tidak bisa dielakkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Banyak di antara masyarakat yang memilih hidup menderita akibat ulahnya sendiri. Itu tidak lepas akibat perkembangan teknologi yang memudahkan orang untuk <i>mobile</i> dari satu tempat ke tempat lain secara cepat. Caranya dengan memanfaatkan kendaraan bermotor tidak dengan bijak. Akibat dimanjakan kendaraan tidak sedikit orang lupa daratan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena kemana-mana mereka malas berjalan kaki sehingga secara tidak langsung sama saja dengan membuat orang malas melatih kekuatan tubuhnya. Kurangnya pembakaran tubuh akibat ogah beraktivitas itu mengakibatkan badan seseorang menjadi obesitas. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di kalangan dunia media obesitas secara umum diartikan </span>orang yang mengidap kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. <span lang="IN">Jika orang sudah obesitas maka sudah termasuk tanda-tanda tubuhnya kurang atau menuju posisi tidak sehat. Nyatanya, fenomena itu yang sekarang makin menggejala. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Cukup mudah menilai orang obesitas. Tandanya adalah pada tanda di perut yang bersangkutan apakah terlihat buncit atau tidak. Meski wajah dan bagian tubuh lainnya terlihat proporsional, namun jika dari kaos baju yang menutupi perut tampak mengembung. Dapat dipastikan orang itu sudah kategori obesitas.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hal itu jelas memiriskan. Sebab, di balik kondisi fisik yang dialaminya itu jelas menyimpan potensi berbagai penyakit yang siap mengancam.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Penyebab banyaknya orang berperut buncit sendiri tidak lain disebabkan pola makan berlebihan. Banyak makanan yang masuk tidak seimbang dengan energi yang dikeluarkan. Karena berlangsung terus dalam rentang waktu tertentu akhirnya membuat tubuh menjadi terlihat tidak proporsional. Dampaknya, selain kurang enak dilihat juga membuat gerakan badan menjadi tidak lincah dan lambat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Akhir-akhir ini, akibat fenomena obesitas menimbulkan masalah baru. Yakni, bermunculannya berbagai penyakit modern yang tidak diketemukan di era generasi sebelumnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Penyakit modern ganas yang menimpa generasi sekarang yang tidak ditemukan di zaman masyarakat masih mengalami masa-masa penuh kesulitan. Jika ditarik garis kesimpulan semuanya bermuara pada pola makan yang keliru.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita pasti sudah familiar dengan penyakit darah tinggi jantung koroner, gagal ginjal, hingga stroke. Penyakit itu biasanya menimpa orang dari keluarga berada atau setidaknya menengah ke atas.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pola makan masyarakat mampu biasanya menggemari makanan berminyak dan yang tidak mengandung serat. Jenis jeroan dan berbagai daging berlemak dijadikan santapan spesial sebab enak dimulut dan bisa memuaskan nafsu kuliner. Sedangkan, sayuran dijauhi sebab rasanya tidak populer di lidah. </span><br />
<br />
<span lang="IN">Untuk minuman dipilih yang bersoda dan manis-manis. Air mineral yang seharusnya minimal dua liter setiap hari ditinggalkan sebab rasanya tawar. Akibatnya ancaman kencing manis siap menghadang.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kesejahteraan yang didapat seseorang tidak mampu dimanfaatkan secara bijak. Dengan uang di tangan mereka bisa seenaknya sendiri membeli berbagai makanan dan menyantapnya tanpa bisa mengendalikannya. Meskipun makanan itu berdampak pada memburuknya kesehatan tubuh yang diikuti ancaman terserang penyakit berbahaya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Terus, mengapa penyakit itu jarang menyerang masyarakat kelas bawah. Apa pasal? Tidak lain adalah kembali kepada pola makan. Kaum miskin untuk makan saja susah. Apalagi sampai harus berlebih menyantap makanan. Jadi mereka jelas tidak masuk golongan orang yang bisa terkena berbagai penyakit ganas modern itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di situlah letak kebesaran Sang Pencipta sebagai Yang Mahaadil. Tuhan membuktikan orang yang jarang makan karena tidak mampu membeli makanan hanya berefek perutnya sering keroncongan akan menanggung beban lapar seharian. Meskipun itu terulang beberapa waktu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Namun, yang bersangkutan ternyata dijauhkan dari segala penyakit modern. Itu terungkap dengan jarangnya dari kaum mereka mengidap penyakit kronis berbahaya. Yang pengobatan itu membutuhkan biaya super tinggi, dan itupun belum tentu sembuh seperti semula kondisi fisiknya, meski sudah keluar <i>fulus</i> banyak. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Belum lagi penderitaan yang harus ditanggung selama mengidap penyakit itu hingga masa perawatan. Yang membuat <i>cost</i> penderitaan ternyata jauh lebih tinggi dan menyusahkan dibandingkan orang yang hidup miskin, namun hanya terkena masalah lapar.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Berkaca dari itu hendaknya kita segera menerapkan pola hidup sehati. Kebutuhan makanan harus diimbangi dengan aktivitas gerak tubuh maupun olah raga agar tetap bugar. Pengalaman hidup generasi tua yang masih sempat merasakan hidup di zaman sulit perlu dijadikan pelajaran. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pasalnya, mereka membuktikan diri tidak pernah mengalami berbagai gangguan penyakit sebab di masa mudanya hampir selalu berjalan kaki akibat masih minimnya transportasi umum.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Namun, dampak dari itu semua para golongan tua hingga kini malah terlihat bugar dan kondisi fisiknya prima. Lekukan otot maupun goresan luka di tubuh biasanya masih membekas. Kondisi bertolak belakang dengan munculnya gejala obesitas di masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dari situlah kita perlu secara arif bijaksana agar bisa menjalani hidup ini dengan adil. Caranya meniru pola hidup sehat kepada golongan tua yang dijauhi dengan berbagai penyakit dan tidak menyantap makanan enak berlebihan yang itu ternyata tidak baik bagi kesehatan di tubuh.</span></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-47951945787442249922011-03-22T08:10:00.001-07:002011-03-22T08:10:55.875-07:00Pendidikan<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEik6fTOl_ve7dglc0KDfTpCjRC78o1BkEsDhH6hXxQKTDL2SBbY3a6GqdvNAy7SKbWwJ6eGud7LG2Iy6L3JLeRQlyd1Su5lfs2iOJkSrxHnLtarVYAQBF5RwmqCkjvUxgjSCFlP1e82pEs/s1600/pendidikan.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEik6fTOl_ve7dglc0KDfTpCjRC78o1BkEsDhH6hXxQKTDL2SBbY3a6GqdvNAy7SKbWwJ6eGud7LG2Iy6L3JLeRQlyd1Su5lfs2iOJkSrxHnLtarVYAQBF5RwmqCkjvUxgjSCFlP1e82pEs/s320/pendidikan.jpg" width="216" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Selasa, 22 Maret 2011 (Unpublished)</span><u><span lang="IN"> </span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><u><span lang="IN"><br />
</span></u></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Cukup mudah mencari penyebab mengapa Indonesia belum bisa sejajar, bahkan relatif tertinggal dibanding negara maju, seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, maupun Singapura. Penyebab utamanya tidak lain adalah masalah pendidikan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tolok ukur pendidikan di sini saya kerucutkan kepada persoalan jumlah masyarakat yang mengenyam atau sedang menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Saya memang tidak memakai data penelitian dari lembaga manapun untuk menemukan jumlah persentase angka partisipasi pendidikan (APP) secara pasti. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Namun, keyakinan masih kecilnya APP di Indonesia mudah dilihat dengan mata telanjang di kehidupan masyarakat. Coba dihitung berapa angka remaja yang kuliah di suatu kawasan tertentu? Tentu tidak banyak. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bagaimana dengan di perkotaan? Setali tiga uang. Memang banyak remaja yang kuliah sebab para orang tua di sana pasti melek pendidikan dan relatif berkecukupan secara ekonomi. Namun, secara kualitas dibandingkan dengan jumlah pendudukan perkotaan di kawasan tersebut tentu yang kuliah angkanya tidak seberapa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di sinilah letak masalah sekaligus tantangan yang harus dicarikan solusi. Pasalnya, pendidikan belum dianggap sebagai cara untuk mengubah nasib seseorang di masa depan. Masyarakat masih enggan mengeluarkan duit untuk dana pendidikan bagi anaknya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Akibat pola didikan itu, tidak sedikit anak yang orientasinya lebih memilih bekerja untuk mencari uang daripada menuntut ilmu. Memang untuk jangka pendek bekerja merupakan solusi. Sebab, dalam tempo singkat sudah bisa menghasilkan duit sendiri. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sementara, remaja yang memilih kuliah masih meminta subsidi ke orang tuanya dan belum mandiri. <span> </span>Namun, di situlah letak kesalahan banyak orang dalam menilai pendidikan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Banyak orang tua menganggap pendidikan sebagai beban. Mereka berpandangan sempit dengan mengatakan pendidikan, apalagi jenjang perguruan tinggi itu selalu identik dengan menghamburkan duit. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena itu, tidak sedikit remaja yang bercita-cita tinggi ingin merasakan bangku kuliah akhirnya kandas. Itu akibat tidak mendapat dukungan dari orang tuanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebagai ilustrasi, meski tidak mencerminkan gambaran mayoritas orang tua setidaknya pengalaman saya ini bisa mengungkapkan posisi pendidikan di mata orang tua. Pernah suatu ketika ada orang tua yang merasa berat menyekolahkan anaknya yang tercatat di bangku kelas XII SMA swasta. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Yang bersangkutan sering mengeluh akibat seringnya sang anak meminta pembayaran <i>tetek bengek</i> yang berkaitan dengan biaya berbagai kegiatan sekolah, mulai praktikum maupun kegiatan kesenian.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mungkin karena jengkel atau memang berwawasan sempit, yang bersangkutan menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk membiayai anaknya selama hampir tiga tahun sekolah. Dari hitung-hitungan kasar di dapatlah angka belasan juta rupiah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Entah sedang khilaf atau tidak sadar ia membandingkan bahwa biaya pendidikan yang dikeluarkannya demi pendidikan anaknya itu sama dengan harga sepeda motor bebek produk Jepang. Intinya orang tersebut dari penuturannya yang saya tangkap kurang bisa mengikhlaskan biaya untuk sekolah anaknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hal itu jelas memiriskan. Pasalnya, masih sering dijumpai orang tua yang tidak memiliki wawasan ke depan untuk membukakan masa depan cerah bagi anaknya. Mereka tidak mau melakukan investasi melalui pendidikan agar anaknya tidak mengalami nasib seperti yang menimpanya sekarang.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Namun, <i>boro-boro</i> memiliki semangat itu. Para orang tua itulah yang mengandaskan dan menghancurkan mimpi-mimpi yang dirajut anaknya yang ingin menikmati bangku perkuliahan. Sekali lagi, alasan mereka enggan memfasilitasi pendidikan bagi anaknya adalah alasan berat di ongkos jika harus menguliahkan. Sementara ekonominya <i>pas-pasan</i>. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hal itu jelas lucu. Mengingat, saat ini, banyak orang tua yang mampu membeli sepeda motor—meskipun itu hasil kredit. Namun, mereka kurang atau tepatnya tidak peduli dengan pendidikan anaknya. Ketidakpedulian itu disebabkan merasa berat jika harus membiayai perkualiahan yang dianggap mahal.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Belum lagi banyak di antara mereka yang dari golongan keluarga menengah ke bawah itu adalah ahli hisab. Sang bapak setiap hari terus mengepulkan asap dari mulutnya tanpa bisa menghentikan aktivitas merokok. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ia pun rela dan secara tidak sadar terus mengeluarkan uang untuk membeli sigaret demi memperoleh kepuasan dari membakar tembakau. Di sisi lain, uang yang seharusnya bisa ditabung demi pendidikan sang anak malah dinikmatinya sendiri. Egois bukan?</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di situlah letak kejanggalan para orang tua di masyarakat kita. Tidak sedikit dari mereka yang berat <i>banget</i> mengeluarkan dana untuk pendidikan anaknya. Namun, mereka dengan <i>enteng</i> membeli roko demi memuaskan keinginannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika itu yang terjadi, dapat diprediksi jika nasib sang anak tidak akan berbeda jauh dari orang tuanya. Malahan, di masa akan datang dia bisa lebih berat dalam menjalani hidup. Sebab, harus menanggung beban berat bagi diri sendiri maupun orang tuanya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena dengan tingkat pendidikan rendah—kecuali jadi wirausaha—sangat mungkin pekerjaan yang didapat pasti bukan pekerjaan yang memerlukan otak. Dengan kata lain, pekerjaannya tidak jauh dengan aktivitas yang menggunakan otot. Misal, buruh maupun pekerja rendahan bagi yang laki-laki.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika pun bernasib baik itu tidak lebih karena kebulatan tekad untuk tidak menyerah oleh keadaan akibat <i>digembosi</i> orang tuanya yang tidak peduli dengan pendidikan. Namun, jumlah orang model ini hanya segelintir saja. Itupun masih membutuhkan kemujuran dalam mengarungi samudera kehidupan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena itu, saya harap pemerintah dan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan harus mau menyadarkan orang tua model begitu. Tugas itu memang sulit, namun sangat memerlukan upaya bersama agar tertanam di alam bawah sadar bersama bahwa pendidikan itu penting. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita harus menyontoh para orang tua di Jepang yang sangat mengutamakan pendidikan bagi anaknya. Jika itu dapat dilakukan kebangkitan dan kejayaan Indonesia tinggal menunggu waktu saja. Karena bangsa yang maju dan kuat lahir dari masyarakat yang berpendidikan. </span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-82639702540405257042011-03-21T08:05:00.000-07:002011-03-21T08:06:37.988-07:00Tak Bisa Jauh dari Masjid<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDzNZXavFY9nPbF9jDQZxluvWAYcpgzBpt8b8nVs7mKTV6h6jSRkflgamo8Y3HEBAJGStXDx7vayBGhgtZOawOfzMtgQ-ahNKzM0L9cf-v7jvjSujxx3dhmS8yz1ZpNl9KaVhyjsLaqZI/s1600/Masjid.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDzNZXavFY9nPbF9jDQZxluvWAYcpgzBpt8b8nVs7mKTV6h6jSRkflgamo8Y3HEBAJGStXDx7vayBGhgtZOawOfzMtgQ-ahNKzM0L9cf-v7jvjSujxx3dhmS8yz1ZpNl9KaVhyjsLaqZI/s320/Masjid.jpg" width="226" /></a></div><div style="text-align: justify;">Senin, 21 Maret 2011 </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><u>Oleh <span style="font-weight: bold;">Erik Purnama Putra</span></u><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">“Semua yang saya lakukan hanya untuk Yang di Atas.” Itulah komentar Marzuki (76 tahun) saat dimintai keterangan perihal aktivitasnya sehari-hari yang banyak bergelut dengan ibadah.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Bagi Marzuki, ibadah merupakan sarana bersyukur kepada Sang Pencipta atas karunia yang diberikan kepadanya sehingga tetap sehat di usia senja. Karena itu, hampir sebagian besar waktunya didedikasikan untuk shalat dan mengajar ngaji, baik kepada karyawan Masjid Al Akbar maupun masyarakat umum.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Untuk diketahui, pria kelahiran Gresik itu adalah muadzin (orang yang mengkumandangkan adzan) pertama sejak diresmikannya masjid Al Akbar. Namun, profesi sebagai muadzin sudah dilakoninya sejak tahun 1951.</div><br />
<div style="text-align: justify;">“Saya sebenarnya hingga sekarang masih kuat untuk adzan. Namun, karena faktor kaderisasi, saya mengalah saja digantikan muadzin muda,” ungkapnya.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Marzuki yang pergi haji tahun 2002 menjelaskan bahwa dirinya sangat kerasan menghabiskan waktunya di masjid. Di samping lebih mudah melaksanakan shalat, juga sekalian mengabdikan diri untuk memakmurkan rumah Allah.</div><br />
<div style="text-align: justify;">“Waktu saya banyak dihabiskan di masjid, karena hati saya merasa tenang dan tentram. Lagian, saya juga mengajar ngaji karyawan di sini (Masjid Al Akbar). Sehingga saya ini seperti orang yang tak bisa jauh dari masjid,” aku Marzuki.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Labih jauh, pria yang tinggal di daerah Sepanjang Surabaya tersebut menjelaskan. Meski fisik dan tulangnya sudah semakin lemah, tapi hal itu tidak menjadi halangan bagi dirinya untuk mengabdikan hidupnya di jalan Allah. Caranya, dirinya setiap hari bersepeda berkeliling dari rumah ke masjid Al Akbar demi dapat menunaikan ibadah di masjid terbesar di Jawa Timur tersebut dan mengajar ngaji di berbagai tempat.</div><br />
<div style="text-align: justify;">“Badan ini boleh rapuh. Namun, hati kecil saya terus mendorong saya untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Maka itu, saya merasa harus selalu di masjid dan tak bisa berlama-lama meninggalkan masjid,” terang pria yang mampu menghapal Al Quran itu.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Menjalani aktivitas yang hanya bergulat di Rumah Allah juga memunculkan hikmah bagi Marzuki. Yakni, dirinya selama ini selalu dimudahkan oleh Yang di Atas dalam segala hal, terutama kelancaran rejeki yang didapatkannya.</div><br />
<div style="text-align: justify;">“Alhamdulillah, saya tak pernah kekurangan rejeki sedikit pun. Bahkan, tanpa diharap rejeki itu pun datang dengan sendirinya kepada saya dari kebaikan orang-orang yang mau menyisihkan penghasilannya,” jabarnya.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Di samping itu, anugerah lain yang didapatkannya dengan selalu dekat kepada Sang Pencipta adalah dirinya jarang diberi cobaan sakit berat, kecuali flu dan batu. “Usia saya memang tua, tetapi penyakit seolah jauh dari diri saya. Itu karena saya berserah diri kepada-Nya dan hati ini selalu selalu dibuat gembira,” urainya.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Marzuki juga berpesan kepada masyarakat agar menjalani hidup hanya untuk Sang Pencipta semata. Karena hanya dengan itu hati bisa tenang dan jauh dari penyakit.</div><br />
<div style="text-align: justify;">“Berusaha selalu ikhlas dalam menjalani hidup dan tak pernah mengeluh di setiap aktivitas membuat kita akan selalu diberikan kekuatan oleh-Nya. Meski fisik sudah lemah, namun jika hati tentram maka hidup ini akan diberkati Allah,” pungkasnya.</div></div><div class="fullpost"><br />
</div><div class="fullpost">*tulisan ini dimuat Senin, 14 Desember 2009 (Republika Jawa Timur)</div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-21476888552443549022011-03-21T07:57:00.000-07:002011-03-24T06:14:51.834-07:00Direktur Bergaji Kecil<div class="fullpost"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_dcZcEHd7ELDYHnugphC3AUcoauqmWFCweONECMfVQG4GfAh7KqZZLqhY6KjSBO4GHxggRD8-tLowV2WZUI9c5vfoegeoxxqQG7MSmWjr3oeapfO0oW89vqyVwbznf6-C0bZcMW3wZlE/s1600/Direktur.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_dcZcEHd7ELDYHnugphC3AUcoauqmWFCweONECMfVQG4GfAh7KqZZLqhY6KjSBO4GHxggRD8-tLowV2WZUI9c5vfoegeoxxqQG7MSmWjr3oeapfO0oW89vqyVwbznf6-C0bZcMW3wZlE/s320/Direktur.jpg" width="221" /></a></div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Senin, 21 Maret 2011 </div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><u>Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></u></div><br />
<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Bagi Abdul Kadir Riyadi--pria kelahiran Rembang Tahun 1970--ilmu yang </span>dimiliki itu wajib dibagikan kepada semua orang, khususnya mahasiswa. Maka itu, ketika dirinya ditawari jabatan sebagai Direktur Pesantren Mahasiswa (Pesma) IAIN Surabaya, dia tak menolaknya.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Alasannya bukan karena tawaran finasial yang menggiurkan karena penghasilan yang didapat sangat kecil, dan tak sebanding dengan rentang waktu kerja yang setiap harinya mulai jam 7 pagi hingga jam 7 malam. Sehingga orientasinya pasti bukan mencari uang, dan dapat digolongkan sebagai direktur bergaji kecil.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">“Sejak 2005, saya diberi amanah sebagai Direktur Pesma IAIN. Namun, jangan punya bayangan gaji saya besar. Karena jika ekspektasinya seperti itu, sudah pasti jabatan itu diperebutkan banyak orang, dan nyatanya tak ada yang mau,” terang alumnus Ponpes Gontor, Ponorogo ini.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Banyak kendala yang dirasakannya saat pertama kali menjabat Direktur Pesma IAIN. Karena saat itu Pesma yang dipimpinnya baru memiliki sebuah gedung, dan manajemennya belum bagus. Sehingga dapat dikatakan merintis mulai awal alias babat alas.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">“Tantangannya banyak sekali. Namun karena alasan utama adalah perjuangan mengabdi sehingga saya tetap termotivasi mengemban amanah itu,” ucap lulusan Universitas Al Azhar, Mesir ini.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Abdul Kadir mengaku jika jabatan yang disandangnya tak ubahnya sebagai sarana untuk dapat mempengaruhi mahasiswa agar dapat menjadi pribadi kritis dan ulama berpengaruh di masyarakat. Karena dengan jabatannya itu, dirinya akan mampu membuat peraturan yang memaksa mahasiswa untuk semakin giat belajar agar nantinya memiliki keunggulan lebih dibanding mahasiswa umumnya.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">“Mempengaruhi mahasiswa akan lebih mudah jika mereka masih muda. Kenikmatannya pekerjaan saya disitu. Karena saya bisa mengkondisikan mahasiswa agar terpacu menjadi ilmuwan muslim di masa depan, meski itu terdengar ambisius,” ujarnya.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">“Saya bekerja siang dan malam membentuk atmosfer baru di lingkungan Pesma yang membuat mahasiswa sekarang menjadi giat berdiskusi ilmiah. Sehingga menularkan ilmu kepada adik-adik mahasiswa menjadi kewajiban bagi saya untuk terus melakukannya,” tambahnya.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Abdul Kadir yang meraih gelar doktor di Cape Town University, Afrika Selatan, pada 2004 mempunyai cita-cita bahwa dirinya ingin menjadi orang yang mampu memberikan pengaruh positif dan mendedikasikan kemampuannya untuk mengangkat taraf intelektual mahasiswa di Pesma yang dibinanya. Yang ujungnya diharapkan mahasiswanya nanti mampu merintis cita-cita membangun peradaban Islam, dengan cara mereka sendiri melalui kemampuan yang dimiliki masing-masing mahasiswa.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">“Saya ingin keberadaan saya mampu menularkan efek positif melalui transfer ilmu yang saya miliki, baik di kampus maupun aktivitas lainnya,” akunya.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Pria yang bermukim di Sidoarjo ini juga berpesan kepada mahasiswa agar peduli dengan perkembangan dunia Islam yang semakin tertinggal dengan peradaban barat. Hal itu terjadi karena mahasiswa lebih banyak mempopulerkan budaya verbal, yakni mengobrol dan menggosip. Padahal aktivitas itu tak ada manfaatnya dan jauh lebih baik jika mahasiswa banyak membaca dan bahkan menulis.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">“Karena itu, saya mendorong mahasiswa saya tidak hanya pandai berbicara, melainkan giat membaca dan bahkan menulis agar terbentuk lingkungan akademisi yang bagus,” lanjutnya.</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="timesnewromans" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">*tulisan ini dimuat Senin, 14 Desember 2009 (Republika Jawa Timur)</div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-7775137612672671302011-03-16T06:16:00.000-07:002011-03-22T05:52:17.718-07:00'Libya is One Libya'<div class="fullpost"><div align="center" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;"><u><span style="text-decoration: none;"></span></u></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC0EQNqga0xF2dPHITtjzuUnFZD30BrUgvM_Z79XpzigbDkkAjW-bhyhyaGgjRiATReB4fEOx7HkLqu03b4H4XsowUjWprpuwN-oXUMLopuBFb5qLfy9PrY6FioZVBTEdhG1F95YCR2sM/s1600/Free+Libya.png" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC0EQNqga0xF2dPHITtjzuUnFZD30BrUgvM_Z79XpzigbDkkAjW-bhyhyaGgjRiATReB4fEOx7HkLqu03b4H4XsowUjWprpuwN-oXUMLopuBFb5qLfy9PrY6FioZVBTEdhG1F95YCR2sM/s320/Free+Libya.png" width="225" /></a></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Selasa, 22 Maret 2011 (Republika) </div><div align="center" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;"><u><br />
</u></div><div align="center" style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;"><u>Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></u></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Namanya Ahmed Yousef Sudkey (26 tahun), mahasiswa master degree Communication and Information System Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) Malang. Dia adalah salah satu dari 27 mahasiswa Libya yang tercatat kuliah di UB. Dalam menempuh perkuliahan di pascasarjana, Ahmed menargetkan dapat menyelesaikan kuliah dalam waktu 1,5 tahun untuk mendapatkan gelar master.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Sebelumnya, ia sempat mengenyam pendidikan di salah satu kampus di Malaysia selama kurang lebih tujuh bulan. Namun, karena tertarik dengan beberapa cerita seputar kehidupan di Indonesia dari temannya, maka ia memutuskan pindah melanjutkan kuliah di Indonesia.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ahmed sendiri sudah enam bulan menginjakkan kakinya di Malang dan mulai bisa mengucapkan sepatah dua patah kata dalam Bahasa Indonesia. Saat ditemui <i>Republika</i> beberapa waktu lalu, Ahmed datang bersama salah satu temannya dari Libya. Perbincangan itu berlangsung sebelum kubu koalisi melakukan serangan udara mulai Sabtu lalu.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Selama perbincangan berlangsung, ia menjawab dengan nada tegas, tak banyak mengumbar tawa. Ia mengaku gelisah dengan keadaan yang terjadi di negaranya.<br />
<br />
Menurut Ahmed, kencangnya tuntutan demonstran antipemerintah yang ingin agar Presiden Muamar Qadafi turun dari jabatannya membuat situasi negara kaya minyak tersebut menjadi sangat kacau. “Keamanan menjadi hal yang sulit ditemukan. Begitu juga dengan keluarga saya yang sementara ini masih aman, tapi tidak tahu esok, lusa, dan seterusnya,” katanya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Dalam beberapa hal, pria lajang yang lahir dan bermukim di Benghazi ini tidak bisa terus terang membuka informasi pribadi tentang diri dan keluarganya. Tak jarang ia langsung menolak menjawab jika pertanyaan yang diajukan dinilanya bisa mengancam keamanan keluarga dan kerabatnya yang masih tinggal di Libya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ia tidak mau menyebutkan jumlah saudara serta nama ayah dan ibunya. “Tidak bisa. Tidak bisa saya sebutkan. Sekarang di negara saya belum aman dan saya tidak bisa menjelaskan segala informasi seputar keluarga saya,” tegas Ahmed.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ahmed mengakui, kekerasan oleh pasukan Qadafi yang telah berkuasa lebih empat dekade di luar batas kewajaran. Berdasarkan keterangan keluarganya, militer dengan gampangnya mengeluarkan peluru dari senapan otomatis mutakhir untuk menembaki demonstran dari pihak oposisi. “Untuk kasus ini, saya tidak suka dengan kebijakan Presiden. Mengapa masyarakat biasa harus ditembaki padahal mereka tidak bersalah?” kata Ahmed.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ia sangat miris melihat banyaknya warga sipil terbunuh dalam krisis di Libya. Ahmed mengingkan semua itu segera berakhir sebab pertumpahan darah tidak boleh dilanjutkan hanya gara-gara ingin menurunkan rezim Qadafi. “Pengorbanan yang terjadi saya rasa harus dihentikan. Cukup sudah warga yang harus kehilangan nyawa.”<br />
<br />
Pendemo pemerintah semakin berani melawan kekuasaan Qadafi dinilainya murni akibat kebijakan pengekangan yang dilakukan pemerintah terhadap warga sipil dan pihak oposisi. Ditambah realita banyaknya warga miskin yang kesulitan mendapatkan pekerjaan maka seluruh rakyat menginginkan perubahan di Libya. </div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">“Tuntutan rakyat yang utama itu adalah perubahan. Tidak hanya menurunkan Qadafi dari jabatannya. Rakyat sudah tidak nyaman dengan keadaan yang ada,” jelas Ahmed.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ahmed berharap beberapa negara ikut terlibat aktif mendesak penguasa untuk menarik militer guna menghentikan perang saudara yang terjadi di Tanah Air tercintanya. Tak lupa, Ahmed juga meminta agar organisasi perlindungan hak asasi manusia (HAM) dunia untuk turun tangan melakukan investigasi terkait tragedi berdarah terkeji yang pernah dilihatnya.<br />
<br />
“Organisasi HAM harus turun melakukan investigasi di Libya. Pihak yang melakukan kekerasan dan terbukti bersalah harus dihukum,” pintanya.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Ahmed bertekad melanjutkan kuliahnya saat ini. “Saya ingin segera kembali jika sudah dapat gelar. Saya ingin berkontribusi membangun negara saya menjadi lebik baik,” tekad Ahmed.</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">Sebelum berpisah, Ahmed menuliskan pesan yang menjadi harapannya dan harapan rakyat Libya. <i>Libya is One Libya</i>, atau hanya ada satu Libya yang bersatu dan tidak terpecah belah. <span style="font-size: x-small;"><b>ed: </b>yeyen rostiyani</span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-86646404164155368682011-03-15T14:28:00.000-07:002011-03-15T14:28:40.178-07:00Mimpi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzPT9a7roqjKe5Clo-OVtpopI20361CXtaTTqlYBhKqAQ0_xwWKv88UcHQhzHk7DFigwJM-B8qaLCzOvflRLnBn3GTzph-jYLBLiuouzxfOuFVHis_zdwunwWqh2xGZSV1VAetgB1E3K4/s1600/Mimpi.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzPT9a7roqjKe5Clo-OVtpopI20361CXtaTTqlYBhKqAQ0_xwWKv88UcHQhzHk7DFigwJM-B8qaLCzOvflRLnBn3GTzph-jYLBLiuouzxfOuFVHis_zdwunwWqh2xGZSV1VAetgB1E3K4/s320/Mimpi.jpg" width="212" /></a></div><div class="fullpost">Rabu, 16 Maret 2011 (Unpublished) </div><div class="fullpost"> </div><div class="fullpost"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Semua orang pasti punya mimpi. Mimpi setiap orang pasti berbeda-beda. Meski begitu, jika ditarik kesimpulan mimpi-mimpi yang terangkai itu akan berujung pada satu muara. Yakni, target untuk mendapatkan sebuah kondisi atau situasi tentang diri yang lebih baik daripada sebelumnya. Karena itu, tidak salah bukan jika ada seseorang yang bermimpi untuk menjadi presiden?. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Meski terkesan tidak mungkin—sebab peluangnya 1 banding 240 juta—namun hal itu lebih berarti daripada tidak bermimpi sama sekali. Satu yang perlu ditegaskan, jika punya mimpi lebih baik sekalian tinggi sekali sehingga jika tidak mampu merealisasikannya bisa direvisi atau diturunkan targetnya sampai bisa tergapai.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Logikanya begini. Jika mimpi menjadi presiden tidak tercapai, bisa diturunkan menjadi menteri. Jika pun tak terwujud bisa direvisi menjadi gubernur. Masih gagal lagi? Kita bisa mengincar posisi bupati/wali kota. Andai tidak mampu menggapainya, ya jangan malu-malu untuk bisa merebut jabatan camat, atau kepala desa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Penjelasan jabatan di atas hanya analogi untuk menunjukkan bahwa lebih baik mimpi setinggi langit daripada hanya punya mimpi tanggung akibat kita sendiri yang membatasinya. Apalagi tidak ada yang melarang maka jauh lebih bagus jika mimpi itu dilambungkan asal masih dalam jangkauan kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dengan memiliki mimpi kita bisa punya target yang harus diwujudkan. Hal itu bisa menjadi motivasi penggerak agar seseorang bekerja keras, cerdas, dan ikhlas untuk menapaki segala hambatan hingga mampu menggapainya. Pasalnya, mimpi itu memiliki kekuatan yang akan mendekatkan diri kita kepada kenyataan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika gagal, anggap saja itu keberhasilan yang tertunda agar kita tidak berkecil hati dan punya alasan untuk di kesempatan berikutnya dapat mengambil pelajaran berharga dari kegagalan sebelumnya. Yang penting jangan pernah takut untuk bermimpi dan mencoba mewujudkannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Martin Luther King (</span>1929–1968) pernah menggelorakan penduduk Amerika Serikat dengan pidatonya yang terkenal, “I Have a Dream”. Peraih Nobel Perdamaian tahun 1960 ini dalam hidupnya selalu memperjuangkan hak-hak warga kulit hitam yang terampas akibat dominasi warga kulit putih. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berkat perjuangannya menyebarkan mimpi-mimpinya—meski telah meninggal—namanya terus dikenang hingga kini. Sebab, mimpinya telah menjadi roh yang menciptakan kedamaian di seantero Negeri Paman Sam. Karena berkat mimpinya tidak ada lagi diskriminasi berdasarkan warna kulit.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kisah <i>Laskar Pelangi</i> juga bisa jadi sumber inspirasi. Di tengah segala keterbatasan ternyata para murid-murid dari keluarga kelas bawah itu mampu menjadi pejuang akibat terus memelihara mimpi-mimpinya. Mereka menjadikan mimpi sebagai jembatan untuk mengubah nasib hidupnya yang berkutat di dalam lingkaran kemiskinan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tidak pernah lelah berteman dengan mimpi akhirnya pada suatu ketika membuahkan hasil. Salah satu murid dalam <i>Laskar Pelangi</i> berhasil meraih beasiswa pendidikan di Sorbonne University Paris, Prancis. Dia tidak lain adalah Andrea Hirata, penulis sekaligus tokoh utama dalam novel <i>Laskar Pelangi</i>. Atas pengalamannya itu Andrea Hirata menyeru kepada generasi muda untuk jangan takut bermimpi.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sayangnya, melihat realita di lapangan masih sedikit orang yang bermimpi besar. Banyak orang yang tidak <i>pede</i> membicarakan mimpi-mimpinya sebab akan dianggap sebagai khayalan semata. Bahkan tidak sedikit orang akan apatis duluan jika mimpi terlalu tinggi. “<i>Muluk-muluk</i>,” kata sebagian orang. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Hal itu jelas ironis, mengingat belakangan ini berkembang wacana bahwa generasi muda harus memiliki mimpi-mimpi yang itu mempunyai nilai positif bagi perkembangan diri seseorang. Karena dengan mimpi terbukti seseorang hidupnya bisa lebih bertenaga dalam menjalani aktivitas sehari-hari.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Masalah infeorior dan mental <i>inlander</i>—meminjam bahasa Amien Rais—sudah memasuki segenap relung jiwa masyarakat. Sifat yang seharusnya tidak memiliki gen itu malah bisa turun-temurun seolah beranak-pinak hingga membuat banyak orang takut bermimpi. Mengecewakan tentunya. Untuk bermimpi saja mereka tidak berani. Apalagi jika harus berkompetisi dengan banyak orang di dunia nyata. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saya sendiri punya banyak mimpi yang belum terwujud, meski sebagian yang lain sudah tercapai. Namun, saya tidak patah arang dan terus memelihara mimpi-mimpi agar hidup ini tidak membosankan dan berjalan stagnan. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jika pun mimpi yang saya dambakan itu tidak terwujud saya tidak akan mengalami kerugian sedikit pun. Malahan, pengalaman kegagalan yang saya dapat itu bisa saya bagikan kepada orang lain agar tahu bagaimana cara mengatasi hambatan yang datang. Sehingga jika ada kesempatan lebih baik maka orang lain itu bisa mewujudkan mimpinya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan begitu, hidup bisa lebih berwarna dan tidak monoton. Karena saya punya keyakinan orang yang punya mimpi tidak akan memikirkan dirinya sendiri. Ia senantiasa akan berbagi dengan orang lain, meski dengan berbagai cara yang sukar dimengerti dan ditebak.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saya juga punya keyakinan bangsa yang kuat dan maju terbentuk jika rakyatnya memiliki mimpi-mimpi dahsyat sebagai modal pembangunan. Karakter masyarakat petarung dan kompetitif hanya lahir dari lingkungan yang penuh mimpi. <span lang="IN">Karena itu, saya sarankan agar kita terus memelihara mimpi-mimpi dalam diri. Jangan sekali-kali meniup lilin yang senantiasa menerangi setiap mimpi itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Yang jadi catatan adalah kita jangan hanya terus bermimpi tanpa mengambil tindakan. Kita juga jangan terus dibuai mimpi. Rumit bukan? Tapi, kita harus bangun dulu untuk bertindak agar mimpi itu semakin mendekati kenyataan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika semua prosedur sudah dijalankan dan hasilnya kurang menggembirakan, kita anggap saja hal itu sebagai ketidakberuntungan yang tidak perlu diratapi. Tuhan akan selalu membukakan jalan bagi setiap pemeluk-Nya yang giat berusaha.</span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-83122786526741899612011-03-15T08:07:00.000-07:002011-03-15T08:07:44.668-07:00Jurnalis<div class="fullpost"><div style="text-align: justify;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikVr_RXRYOXUoxEyhhzbLOuXGa6yU7kDuuQE8ZLgB3382KZhyQSO0ze6-RiXzuwVks3YT_haCxYJPP0Gje3PeOBHpLEcGsXQuuZ2sc0TKsyFxFdECXAlwda1JiEqRPVJ7MccJTkC83d5I/s1600/Jurnalis.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikVr_RXRYOXUoxEyhhzbLOuXGa6yU7kDuuQE8ZLgB3382KZhyQSO0ze6-RiXzuwVks3YT_haCxYJPP0Gje3PeOBHpLEcGsXQuuZ2sc0TKsyFxFdECXAlwda1JiEqRPVJ7MccJTkC83d5I/s320/Jurnalis.jpg" width="211" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Selasa, 15 Maret 2011 (Unpublished) </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN"><br />
</span></u></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh<b> Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dunia jurnalis sungguh penuh warna. Pasalnya, dunia jurnalis menawarkan berbagai sisi kehidupan, mulai putih, abu-abu, hingga hitam. Secara pribadi saya banyak mengambil pelajaran berharga bisa <i>nyemplung</i> dalam dunia ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tentu sebuah pengalaman berharga yang tidak ternilai dengan materi bisa belajar banyak memahami perilaku orang lain. Perilaku teman yang tidak lain adalah dari kalangan jurnalis itu sendiri yang terdiri puluhan media, cetak, elektronik, dan online, maupun dengan narasumber, entah pejabat, politisi, akademisi, aparat hukum, hingga rakyat jelata.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Namun, ada satu kekhawatiran saya yang cukup menyentak hidup di kalangan jurnalis. Persoalannya adalah terkait berkembangnya budaya penilaian tentang baik atau buruk seseorang yang didasarkan pada tolok ukur yang sangat material. Banyak di kalangan jurnalis yang menilai kualitas pribadi seseorang jika yang bersangkutan royal kepada orang lain. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Maksudnya adalah jika narasumber ringan tangan dalam membagikan kelebihan rejekinya kepada sang pemburu berita maka pasti dia akan mendapat citra baik. Jika jarang sekali membagikan ‘sedekah’ kekayaannya maka siap-siap saja akan dicap sebagai narasumber berkarakter ‘petinju’ alias pelit.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tentu sangat menggemaskan sekali jika kalangan pemburu berita memmberikan label dengan ukuran materi. Pertama-tama saya tahu hal itu juga sempat kaget. Pasalnya jelas sangat tidak terhormat dan kurang tepat jika kualitas pribadi seseorang diukur dari royalnya dia dalam berbagi rejeki kepada sang pemburu berita. Namun, sepertinya budaya itu sudah mengakar kuat dan susah menghilangkannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Akibatnya muncul jurnalis aliran pragmatis. Para pemburu berita biasanya tidak mau datang memenuhi undangan narasumber jika tidak ada ‘kejelasan’. Arti kata kejelasan sendiri adalah gambaran betapa sedikit jurnalis yang datang dengan benar-benar niat murni mencari berita. Karena itu, tidak heran jika berkembang anggapan narasumber dalam mengundang pemburu berita pasti sudah menyediakan sejumlah amplop sebagai tanda terima kasih telah diwawancarai.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Saya sadar tidak semua jurnalis memiliki kelakuan buruk tersebut. Saya pun tidak mengingkari pasti sangat senang jika mendapatkan ‘durian runtuh’ dari seorang narasumber. Tapi, saya tegaskan bahwa tujuan saya kerja bukan semata-mata untuk mengejar itu, melainkan melaksanakan tugas kantor menyuplai berita.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena itulah setelah muncul jurnalis pragmatisme, diiringi dengan munculnya sebutan jurnalis <i>bodreks</i>. Jika dulu sebutan wartawan <i>bodreks</i> hanya disematkan untuk kalangan pemburu berita yang tidak memiliki surat kabar, maka sekarang mengalami perluasan arti. <i>Bodreks</i> juga disematkan kepada para jurnalis yang tugasnya hanya memburu ‘kejelasan’ dari narasumber. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ia akan pilih-pilih dalam mencari berita dan pasti tidak akan datang jika sudah mencium bahwa narasumber pengundang diidentifikasi memiliki karakter ‘petinju’. Saya sendiri mafhum dengan keadaan itu, meski jelas faktor tersebut tidak bisa dijadikan pembenaran. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika dirunut munculnya fenomena itu lebih karena banyaknya di antara para jurnalis yang pendapatannya jelas sangat tidak layak dan jauh dari angka upah minimun regional (UMR) di tempatnya. Saya pernah bertanya kepada jurnalis media cetak lokal yang cukup terkenal di Surabaya yang mengaku hanya digaji Rp 750 ribu per bulan dengan tambahan sekali dapat jatah makanan kotak. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bahkan, bagi jurnalis mingguan atau jurnalis-jurnalisan mereka hanya digaji jika ada pemasang iklan yang otomatis media cetaknya akan terbit, dan itupun tirasnya sangat terbatas jika memang benar-benar dicetak. Jika tidak ada iklan—biasanya dari pejabat pemda, anggota DPRD, maupun politisi—mereka tidak memiliki pendapatan dan pasti media cetaknya juga tidak terbit. Mengenaskan tentunya melihat kenyataan itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Belajar dari carut-marutnya profesi jurnalis itu perlu memang adanya regulasi yang mengatur standardisasi profesi pemburu berita agar tidak semua orang bisa bekerja di bidang ini. Bukan seperti sekarang yang semua orang bisa mengklaim diri sebagai jurnalis tanpa pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang profesi jurnalis.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak ketinggalan, namun penting adalah hendaknya setiap jurnalis harus memiliki martabat dan bermoral agar ketika terjun di lapangan tidak mudah tergiru berbagai godaan yang banyak muncul di lapangan. Saya sendiri pernah mengalaminya—tidak saya sebutkan secara spesifik—namun saya jadikan hal itu sebagai pelajar berharga agar di kemudian hari tidak terantuk untuk masuk ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Saya harap dengan begitu profesi wartawan bisa dihormati orang lain dan tidak ada lagi pemburu berita memberikan stempel kepribadian kepada narasumber berdasarkan pada tolok ukur materi semata.</span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-30807258091736474682011-03-11T07:54:00.000-08:002011-03-15T13:45:44.305-07:00PNS<div class="fullpost"><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicj051Tm3CRrgVzh3XPcg7uYvxTETA5g6ICzsM3X0c0R6uTAm9nxecm2ce_j21ZShGG5JtFfIHLD_ZPaCMTWYeVPEgw9hzM-1lffE5Vt1vFkQzE6eGcvykNx_H2WqI-h9Nt4vN1ZptBdo/s1600/PNS.png" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicj051Tm3CRrgVzh3XPcg7uYvxTETA5g6ICzsM3X0c0R6uTAm9nxecm2ce_j21ZShGG5JtFfIHLD_ZPaCMTWYeVPEgw9hzM-1lffE5Vt1vFkQzE6eGcvykNx_H2WqI-h9Nt4vN1ZptBdo/s320/PNS.png" width="235" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sabtu, 12 Maret 2011 (Unpublished)</span><u><span lang="IN"> </span></u></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN"><br />
</span></u></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u><span lang="IN">Oleh <b>Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Banyak orang bermimpi bisa menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau <i>public servant</i>. Tidak heran jika mayoritas warga pribumi tergila-gila mengharapkan bisa mewujudkan mimpinya menjadi PNS. Untuk melihat fakta antusiasme itu sangat mudah. Bisa diperhatikan saat pemerintah membuka pendaftaran calon pegawai negeri sipil (CPNS), yang beberapa tahun ini rutin dilakukan setiap tahun.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pada saat itu, sebagian besar masyarakat yang masih memenuhi persyaratan administratif akan berlomba-lomba mendaftarkan diri dengan mengisi posisi PNS yang tersedia. Tapi, kebanyakan posisi PNS yang dibutuhkan pemerintah biasanya berbeda dengan keahlian si pelamar. Namun, karena bernafsu ingin menjadi PNS tidak sedikit yang mempermasalahkan hal itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Umpama posisi tenaga umum banyak dibutuhkan pemerintah, calon pelamar dari lulusan kampus berbagai jurusan akan mengambil peluang itu. Mereka tidak mempermasalahkan apakah pekerjaannya cocok atau tidak dengan latar belakang ilmu yang dikuasainya. Yang terpenting bagi mereka sebenarnya bukan posisi, melainkan status PNS itu yang dikejar. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak heran banyak sarjana asyik memburu peluang menjadi PNS, meski berposisi sebagai staf umum. Alasannya mengincar PNS adalah hidupnya di masa tua akan termajin. Dengan standard gaji layak dan terus meningkat setiap tahunnya, serta bisa bolos kerja di hari <i>kecepit</i> membuat banyak pihak yang tergiur bekerja sebagai abdi negara. Kondisi yang tidak akan bisa didapatkan pekerja di sektor swasta.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Belum lagi jaminan uang pensiun dan resiko pemecatan kecil, ditambah anggapan kerjanya santai membuat orang berbondong-bondong mendaftarkan diri ikut tes perekrutan CPNS. Saking bersemangatnya mengejar status PNS, tidak sedikit orang yang hampir setiap tahun saban musim penerimaan tes CPNS selalu ikut. </span><br />
<br />
<span lang="IN">Meski sudah bekerja di sektor swasta dan memiliki segudang pengalaman, serta beberapa kali gagal dalam tes CPNS tetap saja mengincar posisi pekerjaan sebagai abdi negara tersebut. Fenomena lainnya adalah cukup banyak orang yang sudah bekerja, entah akibat dorongan orang tua, rayuan orang dekat, ajakan teman, atau sekedar ikut-ikutan, tergoda ikut tes perekrutan. Orang yang tahun lalu ikut tes CPNS, tapi gagal akan terus penasaran dan berulang kali ikut tes hingga akhirnya berhasil. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Atau yang bersangkutan akan berhenti jika umurnya sudah tidak memenuhi syarat administrasi. Karena saya yakin ada banyak sekali orang yang ikut tes CPNS sudah berkali-kali namun tidak jera juga. Kembali lagi saya nilai hal itu lebih disebabkan yang bersangkutan mengejar status.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Yang mengerikan, ada yang sampai harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah hanya demi mendapat posisi itu. Orang itu biasanya tergoda iming-iming seseorang yang berjanji sekaligus menjamin meloloskan kliennya menjadi PNS asal mau melunasi tarif biaya pengganti jalur cepat dengan nominal sebesar yang ditentukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Praktik semacam itu sudah menjadi rahasia umum di masyarakat sebab banyak peminatnya akibat cara pandang keliru masyarakat dalam memburu kerja. Banyak yang beranggapan begitu prestisiusnya menjadi PNS sehingga sampai berusaha untuk memilih jalur khusus penuh beresiko. Maksudnya resiko belum tentu diterima sebagai PNS, namun pasti keluar duit banyak.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Uniknya, banyak beredar cerita bahwa calon peserta malam hari menjelang pelaksanaan tes CPNS bukannya belajar, mereka malah mendatangi dukun meminta resep khusus agar dimudahkan dalam menjawab soal. Cara ini juga termasuk jalur pintas, namun tidak logis. Meski begitu orang yang melakukannya tidak bisa dibilang sedikit.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Melihat itu, intinya banyak orang akan melakukan berbagai cara agar keinginannya menjadi garda terdepan birokrasi dalam melayani masyarakat itu bisa direalisasikan. Alhasil peserta yang ikut tes CPNS banyak yang sekedar coba-coba dan tidak serius. Jika lolos sangat bersyukur, jika gagal juga tidak masalah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika ditarik kesimpulan, motivasi orang menjadi PNS bukan mengabdikan diri kepada negara dan masyarakat. Melainkan lebih pada pemenuhan kepentingan diri sendiri. Sangat sedikit yang melamar sebagai PNS karena prihatin melihat buruknya pelayanan birokrasi kepada masyarakat di berbagai hal sehingga hatinya terpanggil untuk mengubah keadaan tersebut. Melihat realita itu saya sangat prihatin. </span><br />
<br />
<span lang="IN">Bukan bermaksud kelihatan <i>sok</i> di mata orang lain, namun miris melihat kondisi para calon abdi negara hanya mengejar ambisi pribadi. Sedikit yang punya misi mulai ingin mendedikasikan diri untuk melayani masyarakat jika jadi PNS.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Karena itu, sejak sekolah hingga kuliah saya tidak pernah terbayang dan berminat menjadi PNS. Bukan bermaksud merendahkan pekerjaan yang dibiayai negara ini, namun kenyataannya jarang sekali pelamar mendaftarkan diri disebabkan panggilan hati. Hal itu yang saya tidak suka.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Padahal kunci dunia kerja yang menjadi pembeda adalah panggilan hati. Jika sejak awal motivasi seseorang sudah keliru mengincar pekerjaan PNS, tidak heran budaya kerja di birokrasi terlihat santai. Meski aturan disiplin kerja sudah dibuat sedemikian rupa ketatnya, namun banyak yang acuh dan dengan entengnya melanggar. Kasus yang umum terjadi adalah razia yang berhasil menjaring PNS yang kedapatan di mal saat jam kerja.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebenarnya semua pekerjaan itu sama asal dilakukan sesuai dengan panggilan hati, bukan semata status. Tapi, lagi-lagi karena <i>mindset</i> orang pribumi masih menganggap PNS sebagai sektor menjanjikan maka hingga kapanpun orang akan berduyun-duyun mendaftar ikut tes CPNS meski rasio peluang diterima sangat kecil. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika begini, tidak salah jika saya sebut pengincar posisi PNS sebagai kaum oportunis!</span></div></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-37387202598074562982011-03-10T16:22:00.000-08:002011-03-21T07:59:11.137-07:00Merekam Jejak Pemikiran Habibie<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMWn0oxbqBI-9LHdPPAo2hqt2IW8HtlDvEeatpCnFuDryP09GPVt5IO7kLSOGiK6oXGxi5chm7tC6UFqcYpEuMmIVC2St6J0kLy81Nt2W82yaJps3A-7dSOXjEvaTGV6PLiTazWIRtHek/s1600/Jejak+Pemikiran+Habibie.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMWn0oxbqBI-9LHdPPAo2hqt2IW8HtlDvEeatpCnFuDryP09GPVt5IO7kLSOGiK6oXGxi5chm7tC6UFqcYpEuMmIVC2St6J0kLy81Nt2W82yaJps3A-7dSOXjEvaTGV6PLiTazWIRtHek/s320/Jejak+Pemikiran+Habibie.jpg" width="208" /></a></div><div class="fullpost">Jumat, 11 Maret 2011 (Harian Bhirawa) </div><div class="fullpost"><br />
</div><div class="fullpost"><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Ketika memutuskan pulang kampung pada medio 1973, banyak kolega dan pakar teknologi Eropa tak habis pikir atas keputusan yang diambil Bacharudin Jusuf Habibie. Pasalnya doktor </span>spesialisasi konstruksi pesawat terbang di RWTH Aachen University, Jerman, <span class="deskripsi">yang waktu itu berusia 35 tahun tersebut kembali memutuskan pulang kampung pada saat Indonesia masih tertatih-tatih sebagai negara berkembang.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Padahal dengan keputusan itu ia harus membayar mahal dengan meninggalkan karier cemerlangnya sebagai pakar teknologi penerbangan yang disegani di Barat. Namun karena rasa nasionalisme dan panggilan untuk mengabdi kepada Tanah Air, Habibie rela meninggalkan kehidupan nyamannya dan memilih meretas karier dari awal di Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Kepulangan Habibie sebenarnya juga merupakan keberhasilan Presiden Soeharto yang membujuknya dengan alasan untuk memenuhi panggilan negara. Akhirnya keduanya pun bertemu pertama kali pada Senin, 28 Januari 1974, pukul 19.30 di Jalan Cendana, yang tak lain tempat kediaman Soeharto.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Dari pertemuan tersebut Habibie menyambut permintaan Soeharto merancang fondasi kemandirian ilmu pengetahuan (iptek) Indonesia yang berbuah cetak biru peradaban teknologi yang disebut ‘Berawal di Akhir dan Berakhir di Awal’. Sebuah proses transformasi dan integrasi iptek yang dipercepat dan progresif hasil kreasi Habibie.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Buku </span><i>Jejak Pemikiran B.J. Habibie: Peradaban Teknologi untuk Kemandirian Bangsa</i> ini diterbitkan sebagai upaya untuk mengungkap jejak pemikiran Presiden Indonesia ketiga tersebut selama menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi sejak 1978 hingga Maret 1998. Buku ini diluncurkan saat penyerahan penganugerahan ‘Habibie Award’ pada Selasa 30 November 2010 dalam rangka hari ulang tahun (HUT) ke-11 The Habibie Center.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dari buku yang merupakan hasil kumpulan makalah seminar, artikel, ulasan Presiden RI ketiga ini, pembaca akan mendapatkan gagasan-gagasan Habibie tentang arah industri strategis dan pembangunan iptek yang relevan dan tepat guna untuk sebuah negara berkembang, seperti Indonesia. </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Memaparkan tentang peran besar B.J. Habibie dalam mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia di bidang iptek. Wajib dibaca oleh setiap insan yang mendambakan daya saing dan kemandirian bangsa,” ujar Kepala Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr Marzan A Iskandar. <span class="deskripsi"> </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Habibie melakukan itu dengan tujuan untuk membangun <span class="deskripsi">peradaban teknologi demi kemandirian bangsa yang diidam-idamkannya sejak kecil. Karena itu, ia rela menanggalkan jabatan prestisius korporasi internasional, ataupun reputasi sebagai pakar teknologi ternama dunia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Karena itu, langkah pertama yang ditempuhnya untuk memajukan bangsa demi tercapainya <i>quantum leap</i> (lompatan besar) adalah dengan memberikan sentuhan teknologi pada setiap produk yang dihasilkan Indonesia. Menurut Habibie, setiap barang yang dibuat dengan sentuhan teknologi akan memberikan nilai tambah. Semakin besar teknologi yang terkandung dalam sebuah produk, semakin tinggi pula harga jualnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Karena itu, tak salah di saat bangsa Indonesia masih terjerembab dalam kubang kemiskinan dan ketertinggalan teknologi. Habibie memproyeksikan pembuatan <i>blue print</i> bagi bangsa ini untuk membuat pesawat terbang. Pada awalnya banyak yang mencibirnya. Namun, itu dilakukannya demi semata-mata untuk kemajuan bangsa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Di sisi lain, industri-industri strategis seperti PT Dirgantara Indonesia (dahulu IPTN) dan PT PAL, menjadi buah karya yang dirintits Habibie yang menunjukkan jejak kemandirian iptek Indonesia. Yang sekaligus sebagai saksi sejarah betapa kekuatan gagasannya benar-benar ingin mengangkat posisi bangsa sejajar dengan negara maju. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Bahkan, ketika krisis ekonomi dan politik terus membayang negeri ini berkat kegigihan Habibie aset-aset industri strategis tersebut tak ikut musnah. PT Dirgantara Indonesia, yang sempat disindir melayani order pencetakan panci pasca vonis pailit, sempat memenangi tender empat pesawat penjaga pantai untuk Korea Selatan senilai 94,5 juta dolar Amerika. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">PT DI juga ikut terlibat penjajakan dalam proyek pesawat tempur KFX senilai 8 miliar dolar Amerika. Tak ketinggalan PT PAL yang meski tertatih-tatih mulai membidik berbagai kontrak strategis, antara lain pengadaan kapal pengawal rudal TNI.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Namun, dari buku ini terkuak jika Habibie sangat menyesalkan mahakaryanya di bidang industri dirgantara Indonesia dipriteli akibat larangan IMF kepada pemerintah pada 1998 untuk tak meneruskan subsidi karena dinilai tak menguntungkan. Ia pun mengaku ditikam akibat kebijakan yang jelas-jelas menghancurkan industri kedirgantaraan Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Dalam keadaan genting menjelang runtuhnya Orde Baru, banyak sekali buah karyanya yang mau dirongrong oleh generasi yang katanya mau melaksanakan reformasi. Mengatasnamakan rakyat untuk mengadakan perubahan yang tidak profesional dan tepat waktu. Yang tujuan sebenarnya untuk melakukan de-Habibienisasi, yang berujung pada berhentinya burung besi buatan Indonesia terbang mengitari langit Nusantara.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="deskripsi">Dampaknya, saat ini pesat N-250 yang dirintis Habibie tinggal kenangan. Sekarang, pesawat komuter yang terbang melintasi wilayah Indonesia hampir semuanya buatan konsorsium buatan negara Eropa. Tak ada lagi kebanggaan hasil kreasi anak bangsa.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt;">Judul : Jejak Pemikiran BJ Habibie</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt;">Editor : Andi Makmur Makka</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt;">Penerbit : Mizan</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt;">Edisi : November 2010</span><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt;">Tebal : 350 halaman</span></div><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 11pt;">Peresensi adalah Erik Purnama Putra, <i>blogger and book reviewer.</i></span></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5680788950608049486.post-47498272549487590792011-03-10T07:55:00.000-08:002011-03-10T07:59:14.424-08:00Remaja<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXANaH5r6rTihccmRbiG1dCFpzs7VzG68rdLIFDKnsrRRGbL2nGpnWrQJpqvmEE29yyoekffG66rxWJ2F-EJ4h8KX5-HFT9lF12mz9oWWf9os3Hd4I7ElyCSDPPly3u1BKSVbRxKMcTsA/s1600/Handphone.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXANaH5r6rTihccmRbiG1dCFpzs7VzG68rdLIFDKnsrRRGbL2nGpnWrQJpqvmEE29yyoekffG66rxWJ2F-EJ4h8KX5-HFT9lF12mz9oWWf9os3Hd4I7ElyCSDPPly3u1BKSVbRxKMcTsA/s320/Handphone.jpg" width="231" /></a></div><div class="fullpost">Jumat, 11 Maret 2011 (Unpublished)</div><div class="fullpost"></div><div class="fullpost"><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
<u><span lang="IN">Oleh <b>Erik Purnama Putra</b></span></u></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Masa depan bangsa ini kelihatannya cukup suram. Pendapat saya bukan bermaksud apatis dan menyebarkan pandangan negatif. Namun jika dilihat dari banyak indikator kemajuan yang dicapai, namun hal itu tak cukup kuat menjadi pondasi bagi kemajuan bangsa ini dalam mengejar ketertinggalan dengan negara maju.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dari berbagai tolok ukur potensi kemajuan negara, standard yang saya gunakan adalah minimnya remaja—anak sekolahan hingga mahasiswa—jaman sekarang yang mengalokasikan duitnya untuk beli buku. Jangankan mengalokasikan, mungkin bahkan dalam benak mereka tidak pernah memikirkan untuk beli buku.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hal itu sebenarnya wajar jika melihat minimnya minat baca kaum yang sedang mencari identitas ini. Mereka lebih rela menyisihkan duitnya untuk beli segala perabotan kecantikan dan pakaian asal bisa tampil trendi. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Namun, penampilan saja saat ini tidak cukup. Fenomena terbaru, remaja akan senantiasa menyisihkan sebagian besar—jika tidak salah prediksi—untuk membeli pulsa agar tetap bisa berkomunikasi dengan <i>mobile phone</i> yang dipunya. Pulsa sudah dianggap kebutuhan primer dan harus dipenuhi dengan berbagai cara, meskipun mengorbankan kebutuhan lain. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak percaya? Bisa ditanyakan langsung kepada mereka jika Anda bertemu di tempat umum dengan sistem <i>random</i>. Saya yakin jika para remaja yang menjadi sampel pertanyaan Anda kalau terlihat menenteng <i>mobile phone</i> di tangannya maka jawabannya sudah bisa ditebak.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mereka akan bela-belain beli pulsa meski kebutuhan lainnya lebih mendesak. Kaum muda tersebut akan beranggapan tanpa pulsa maka dunia <i>berasa</i> kiamat. Karena itu, boro-boro membeli buku, yang ada <i>mah</i> duit habis untuk isi pulsa agar <i>mobile phone</i> bisa aktif terus dan jika sewaktu-waktu ingin menelpon seseorang—kebanyakan pacar—bisa seketika melakukannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebenarnya tindakan mereka perlu pembinaan. Masalahnya yang membuat para remaja bertingkah laku demikian bukan atas dasar mereka sendiri. Sehingga kesalahan paradigma dalam bergaul sehar-hari tidak bisa sepenuhnya ditimpakan murni kepada remaja. Dalam hal ini kelakuan mereka terbentuk akibat kurang tepatnya orang tua dalam mendidik anaknya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mereka tidak mendapat kontrol dan bimbingan dengan benar dari orang tuanya. Mereka dibelikan <i>mobile phone</i> yang sebenarnya kurang mendesak untuk dipenuhi. Padahal kebutuhan <i>mobile phone</i> bukan yang utama di masa mereka menempuh jenjang pendidikan formal. Melainkan untuk sekedar mengikuti tren mereka membeli alat komunikasi tersebut dengan model dan fitur terbaru agar tidak dianggap <i>jadul</i> oleh temannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Cara mendapatkannya adalah dengan merayu hingga merengek-rengek ke orang tuanya masing-masing. Karena tidak tega biasanya para orang tua akan membelikan keinginanan buah hatinya. Orang tua tidak memikirkan mengapa tidak membelikan buku yang menjadi barang wajib bagi kegiatan proses belajar mengajar di kelas.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Orang tua hanya kasihan saat membelikan <i>mobile phone</i> ke anaknya dan tidak pernah sedikit pun terbersit membelikan barang yang lebih berguna bagi buah hatinya di masa akan datang. Padahal pulsa yang ada itu murni hasil subsidi yang dikeluarkan orang tua agar alat komunikasi canggih tersebut dapat terus aktif jika remaja tak sanggup membeli sendiri akibat alokasi uang yang diterimanya habis untuk kepentingan lain. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Disinilah letak akar persoalan itu gara-gara model pembinaan dan pendidikan yang diajarkan orang tua kepada anaknya kurang relevan antara kebutuhan dengan keinginan. Generasi sekarang akan menjadi generasi konsumtif sebab keberadaan <i>mobile phone</i> hanya dijadikan alat bergaya, bukan demi manfaat positif lain. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika keadaan ini terus berlanjut maka pondasi utama kemajuan bangsa Indonesia ke depannya sangat rapuh dan mudah goyah. Sebab, para calon pemimpin negara akan dikendalikan oleh kelompok yang tidak memiliki daya pemikiran kritis dan sejarah kuat di bidang akademik. Mengingat saat ini mereka sangat tidak menggemari aktivitas membaca. Pasalnya sepanjang waktu jari-jarinya sibuk memainkan tombol di <i>mobile phone</i>. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Masalah serius ini hendaknya disadari semua pihak. Memang kemajuan teknologi tak bisa dibendung dan harus bisa dimanfaatkan dengan baik. Tapi, melihat para remaja yang memanfaatkan <i>mobile phone</i> hanya untuk <i>gaya-gayaan</i> semata dan membuat mereka mengalokasikan duitnya untuk beli pulsa membuat mereka menjadi pribadi yang tak bisa diandalkan untuk mengawal tegaknya bangsa ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah hendaknya mewaspadai bom waktu ini. Masalah ini harus diantisipasi sejak dini agar di kemudian hari tak terjadi kemunduran bagi bangsa ini sebab para generasinya tak terbiasa berpikir kritis akibat termanjakan berbagai hiburan teknologi yang menggoda. Semoga kekhawatiran saya tidak terbukti dan remaja bisa membalikkan prediksi tentang dirinya dengan melek <i>gadget</i> terbaru sembari canggih dalam pengetahuannya melalui tekun belajar.</span></div></div><div class="fullpost"></div>Erik Purnama Putrahttp://www.blogger.com/profile/10191747092264436426noreply@blogger.com0